Hero berambut putih perak memegang kapak-pedang raksasa, namun gerakannya lincah laksana bayangan. Bilah pedang garangnya terus bertubrukan dengan Pedang Rasio Emas Harus Menang, bahkan ketika retakan muncul tak langsung hancur.
Tubuh raksasa mampu menahan tebasan Pedang Batu.
Di saat yang sama, gumaman bergemuruh bagai dunia keluar dari mulutnya: "Tubuh sebagai pedang... Darah baja, hati kaca yang membara..."
Kapak-pedang menghunjam ke bumi, menyobek celah raksasa di tanah dengan berondongan pecahan batu.
Meski lengan telah patah oleh kekuatan Guncangan, jas panjang dari kain kafan suci tetap mempertahankan gerakannya yang presisi dan berbahaya.
"Menempa seribu pedang melalui ratusan pertempuran... Tak terkalahkan namun tiada teman sejati, kerap mabuk sendirian di puncak bukit pedang..."
"Maka hidup ini pun tak lagi memiliki makna..."
Bilah pedang raksasa akhirnya hancur berantakan setelah menyobek luka di lengan King Arthur, lalu pedang panjang baru muncul kembali di tangannya.
Senjata yang membuat King Arthur terpaku - Pedang Kemenangan Berjanji yang pernah berada di genggamannya!
Mantra terakhir hampir usai, bumi kering menyebar dari kaki Emiya Shirou bagai gurun tandus: "Maka jasadnya... Pasti menjadi Unlimited Blade Works!"
Langit tertutup merah darah, roda gigi raksasa berputar di angkasa; dalam deru putaran yang ada di segala penjuru, barrier yang terdiri dari senjata tak terhitung akhirnya muncul.
"Barrier lagi?" SABER menatap langit merah darah: "Aura besi dan pedang, tempat yang ideal."
"Ya, makam yang sempurna. SABER, sudah siap mengubur diri di sini?"
Penjaga berambut putih perak mencabut pedang dari tanah yang mirip dengan gaya Pedang Kemenangan Berjanji.
Pedang itu...adalah Pedang Kemenangan Samsara Gawain!
Ketika legenda mereka melewati seribu tahun, untuk pertama kalinya dua pedang dipegang oleh orang yang sama, namun musuh yang harus dihadapi adalah saber yang dulunya adalah King Arthur.
"Kebetulan yang sangat konyol, saber!"
Jawaban untuknya adalah serangan tebasan Pedang Emas Harus Menang!
Bahkan jika seluruh Ksatria Meja Bundar muncul di depan, tak mungkin menghentikan langkah King Arthur meraih kemenangan!
※※※
"Inikah Holy Grail?"
Bai Shuo mengangkat kepala, memandang cahaya keemasan di langit, lumpur hitam pekat terus menetes dari angkasa, berkumpul membentuk kolam di Bumi, kejahatan tak berujung memancar dari Holy Grail.
Saat heroic spirit keenam mati, mekanisme energi sihir di kedalaman lubang besar Gunung Enzou telah diaktifkan, energi sihir dalam jumlah masif terkumpul, menggunakan Holy Grail sebagai medium membuka 'lubang pernapasan' di langit.
Awalnya yang mengalir keluar adalah energi sihir tak berwarna dan murni, aliran sesaat saja sudah mencapai tingkat yang cukup untuk departemen Menara Jam menghabiskan selama 100 tahun.
Namun dalam Perang Piala Suci ketiga, karena pemanggilan ilegal oleh Keluarga Einzbern, anti-hero yang membawa 'Segala Kejahatan Dunia Ini' diserap oleh sistem Piala Suci.
Maka energi sihir yang luar biasa besar terkontaminasi menjadi hitam pekat, sementara campuran energi sihir dengan kejahatan murni ini tak memiliki fungsi lain selain menghancurkan, mencemari, dan merusak seluruh dunia.
Dibandingkan dengan kejahatan dan pikiran jahat di dalamnya, iblis yang telah membunuh ribuan orang maupun orang gila yang ingin meledakkan hulu ledak nuklir hanyalah setetes air di samudera...
Tak ada yang percaya bahwa Holy Grail yang mengandung konsentrasi kejahatan negatif ekstrem seperti ini akan membagikan hadiah seperti Sinterklas kepada anak-anak di seluruh dunia - kalaupun benar membagikan hadiah, mungkin akan gila sampai membagikan hulu ledak nuklir ke setiap anak?
Singkatnya, makna eksistensinya sekarang hanya tersisa untuk fungsi-fungsi jahat seperti perusakan, penghancuran, dan pencemaran. Jika ada yang mengucapkan keinginan untuk memberantas kejahatan di seluruh dunia, mungkin seketika seluruh penduduk dunia akan dibunuh habis?
Sun Wukong hanya merasakan tetesan lumpur hitam saja sudah tak tahan ingin berbalik pergi karena insting dinginnya, merasakan ketidaknyamanan menghadapi kejahatan yang hampir terkonsentrasi menjadi wujud nyata di udara, sambil mengerutkan alis berkata: "Kapten, kau benar-benar percaya perkataan bocah ini untuk terjun..."
"Terjun masuk lalu kenapa?" Bai Shuo melirik Xia Chu yang berdiri kaku di belakangnya: "Ini kesempatan terakhir."
Tiba-tiba sebuah tangan menarik kerah bajunya, emosi Sun Wukong akhirnya meledak sepenuhnya.
Dengan amarah, dia menggenggam kerah baju Bai Shuo dan berteriak: "Tak tahu batas langit dan bumi juga harus ada batasnya! Kau benar-benar mengira bisa mengeringkan 'Segala Kejahatan Dunia Ini' sampai habis!?
Menurutmu kau ini siapa! Kakak Kamina si Bor? Asal punya semangat saja sudah cukup?! Sadarlah akan kenyataan!"
Dia menatap mata Bai Shuo: "Tahukah kau sedang melakukan apa? Kepala panas langsung lompat bunuh diri, pahamilah! Ini mencari kematian!"
Digantung di udara oleh Sun Wukong yang masih menggenggam kerah bajunya, Bai Shuo tetap tersenyum melihat mata berapi sang penjaga: "Pertama kali kulihat kau tak sabar seperti ini."
"Kau pikir ganti topik bisa menyelesaikan masalah? Laozi tak makan cara basi ini!" Kumis Sun Wukong berdiri, mengaum bagai singa: "Mengerti dulu tindakanmu! Karena omong kosong si bocah ini, kau nekat terjun ke jurang maut. Tak kusangka penyakit chuuni-mu separah ini."
"Aku sadar betul apa yang kulakukan." Bai Shuo menepuk tangan yang menggenggam bajunya: "Tenanglah, percayalah padaku, aku sangat waspada."
Sun Wukong menggeleng: "Kau sama sekali tidak waspada. Percayalah, akan ada kesempatan lagi. Saat istriku baru meninggal dulu, aku lebih parah darimu. Nanti kau akan tenang sendiri."
Bai Shuo melepaskan genggaman baju itu dengan lembut, tanpa bebas melepas pakaian atasnya sambil bergumam: "Kalau nanti... Jingmo sudah jadi mayat."
"Kau mau aku melihatnya mati begitu saja?" Bai Shuo menoleh memandang Sun Wukong: "Melihatnya berubah jadi foto menguning? Sampai akhirnya wajahnya pun tak bisa kuingat jelas..."
"Lao Sun, aku tidak bisa." Ia berjongkok membersihkan debu di wajah Chen Jingmo yang tertidur di sampingnya dengan hati-hati: "Pertama kali bertemu, dia tertawa begitu indah."
"Hingga sekarang pun kurasa, itu senyuman tercantik di dunia. Tak mau kulepaskan begitu saja."
"Ketergantungan jadi kebiasaan, ya?" Bai Shuo tersenyum getir: "Jika kehilangannya, aku benar-benar tak tahu harus berbuat apa."
Perlahan ia bangkit, menatap lumpur hitam yang menggeliat: "Hingga detik ini aku yakin, jika tanpa Chen Jingmo, aku sudah mati di tangan gerombolan vampir haus darah itu, sampai mati pun tetap jadi tunanetra."
"Kalau memang dari awal sudah buta, apa lagi yang harus kutakutkan?"
Membuka telapak tangan, ia tertawa lebar: "Jika aku mati di sini, berarti memang sampai di sini saja nasibku!"
Sun Wukong menggigit puntung rokok, tangan gemetar mencoba menyalakan api. Berkali-kali gagal, akhirnya marah meremukkan pemantik dan melemparkannya ke tanah. Diam-diam ia menatap rokok yang sudah terdistorsi di tangannya.
Tak ingin lagi melihat ekspresi Bai Shuo, tapi tahu diri tak mampu menghalangi, akhirnya ia menunjuk belakang Bai Shuo: "Mau mati cepat pergi! Kalau masih banyak omong, nanti kesempatan habis!"
“Haha……” Bai Shuo tertawa sambil berbalik, mendekati cahaya itu. Kolam hitam yang bergolak menggenang di bawah kakinya, mendidih dan berguling-guling.
Ia menatap kolam hitam di dekat kakinya, energi sihir penuh kejahatan yang bergolak di dalamnya bagai binatang buas yang siap menelannya kapan saja.
“Hero, Holy Grail, bahkan segala kejahatan di dunia ini... Jika kalian bisa membunuhku, cobalah...”
Seperti berdiri di papan loncat, Bai Shuo berbalik dan terjun ke kolam hitam. Saat tubuhnya mulai miring, ia melihat gugusan bintang di langit.
Cahaya bintang tak terhingga berkelap-kelip di cakrawala, megah dan indah, seindah harapan yang hampir tergenggam.
Ekspresi wajah apa yang harus kuberikan di saat seperti ini?
Suara gadis itu kembali bergema di telinganya: Cukup tersenyum.
Cukup dengan tersenyum.
Seketika, kegelapan menyergap, segala kejahatan tak berujung menelannya.
Berdiri tak jauh, Sun Wukong yang menjaga Chen Jingmo yang tertidur tiba-tiba menatap Xia Chu dengan senyum berbahaya: “Bocah, jika dia mati...”
Pandangannya beralih ke kolam hitam: “...kau juga harus siap untuk kulempar ke dalam sana.”
“Meski tak bisa sebodoh dia, tapi menyiapkan pengiring kubur untuknya cukup mudah, bukan?”
Dari awal hingga akhir, Xia Chu tetap dengan ekspresi melayang, menunduk diam tanpa sepatah kata.
※※※
"Di tengah hamparan makam baja, pertarungan sampai mati antara Penjaga dan Hero masih berlanjut, namun telah memasuki momen akhir."
"Serangan Boom Pedang Emas Harus Menang mencincang ribuan senjata di sepanjang pola gerakan, memutus lengan kanan Emiya Shirou. Namun kain kafan suci merah yang terjerat membelit luka, bagai ribuan benang halus menusuk luka, membuat lengan kanan tetap bisa bertarung meski terpotong."
"Di balik jubah merah berlubang-lubang itu, raga Penjaga telah terkoyak ribuan luka, namun tak sekalipun mundur atau mengeluarkan jerit kesakitan."
"Hanya keheningan: tebasan sunyi, tusukan senyap, melukai King Arthur satu per satu dalam diam."
"Lengan kanan yang terpotong menarik tali busur dibantu kain kafan suci. Dengan tubuh melayang di tengah hampa, Penjaga memegang pedang hitam pekat yang terpasang pada busur."
"Dalam legenda, senjata Beowulf yang hanya tersisa gagang setelah bilahnya digerogoti iblis air, Noble Phantasm-nya kini muncul di tangan Emiya Shirou. Bilah pedang hitam pekat yang garang itu mengaum bagai binatang buas di atas tali busur, melesat menghujam."
"『Chien de Chasse écarlate!』"
Selama pemanah masih ada, tak akan jatuh ke bumi. Seperti anjing pemburu yang mengejar musuh, Noble Phantasm yang pasti akan menembus tubuh lawan menderu di udara, mendekati Raja Ksatria berkali-kali, namun gagal mengenai siluet cahaya yang bergerak tak menentu itu.
Dengan satu tangan menyeret Duanren, Raja Ksatria berlari kencang di atas Bumi, mengejar Guardian yang berusaha menjaga jarak.
Bilah pedang yang patah menyimpan kekuatan fisik yang tak bisa diabaikan. Sekadar menyeretnya saja telah menyobek luka mengerikan di tanah. Bumi yang pecah di bawah bilah pedang memperlihatkan parit panjang yang dalam, sementara pedang yang diseret itu telah berayun horizontal mengikuti gerakan lengan.
Menghancurkan Noble Phantasm yang proteksinya setara tujuh lapis tembok kota, membelah dada Emiya Shirou.
Tulang-tulangnya retak, darah segar menyembur. Jas panjang merah yang tiba-tiba mengencang seperti perban membalut luka, mengembalikan posisi tulang ke tempat semula.
Selama belum mati, pertempuran akan terus berlanjut. Hanya pertempuran yang tersisa.
Inilah misi Emiya Shirou. Di luar ini, sama sekali kosong.
