"Gerombolan itu, berani-beraninya menyakiti Paman..."
Bai Shuo menekan bahu Zuo Jin dengan telapak tangan terbalik, hanya mengandalkan kekuatan fisiknya saja berhasil menghentikan anak muda impulsif itu di tempat.
Menyerahkan pria luka parah di punggungnya kepada Zuo Jin, Bai Shuo berkata: "Zuo Jin, jangan gegabah. Lindungi Zhang Jiao, biar aku yang ke sana."
Zuo Jin melihat matanya, di biji mata itu hanya tersisa kedinginan, dan api yang seolah mengarahkan segalanya pada kematian. Tanpa disadari, ia menggigil dan kembali lega.
Bai Shuo menoleh ke pria paruh baya di belakangnya: "Cucu tertua, kau tetap di sini jaga bocah ini. Jangan sampai dia nekat hingga nyawa Zhang Jiao ikut taruhan."
Ia berkata pada dua gadis: "Jingmo ikut di belakangku, siap beradaptasi; Ottolia jamin jalan mundur. Siapapun yang menghalangi - bantai!"
"Kali ini mustahil kita bisa membasmi semua gerombolan ini. Pasti masih banyak petarung kuat di kota, kalau tidak Fuxi tak mungkin tewas."
“Jadi, jangan ragu-ragu, setelah merebut mayat Fuxi, segera mundur.”
Bai Shuo berhenti sejenak, memandangi wajah semua orang: "Ada pertanyaan?"
Memahami instruksi Bai Shuo, beberapa orang serempak menjawab: "Tidak masalah."
Bai Shuo tersenyum, menoleh ke arah kota: "Kalau begitu, tunggu sampai wanita di puncak tembok kota itu turun, kita mulai."
Di atas puncak tembok kota, seorang wanita berpakaian minim dengan pesona siluman sedang bersandar di lubang meriam mengamati pemandangan bawah, sesekali menampilkan senyum mempesona di wajah kemayu nan menggoda.
Jika tebakan Bai Shuo benar, wanita itu pastilah Rubah Iblis Daji.
Dengan mengerahkan tangan kanannya sendiri untuk mengawasi lapisan pertahanan, terlihat betapa Orochi sangat serius menanggapi sisa-sisa pengaruh pemberontak, bertekad untuk membasmi mereka sampai habis.
"Daji?" Sun Wukong di samping Bai Shuo menggeretek janggutnya: "Lebih cantik dari di CG ya, tubuhnya ok banget."
Bai Shuo menatap Sun Wukong, bercanda: "Terkesan?"
"Ah, jauh di bawah istriku." Tepat seperti dugaan Bai Shuo, Sun Wukong mengeluarkan bingkai foto istri dan anaknya, mulai berlagak suami teladan.
Di bawah kaca foto, wanita muda itu sedang menggendong anak dengan senyum lembut yang menyentuh hati.
Melihat sikap Sun Wukong, Bai Shuo ragu-ragu bertanya: "Sun, sebenarnya dari dulu aku penasaran..."
"Apa?" Sun Wukong tetap tak mengangkat kepala: "Bicaralah."
“Kalau begitu… Maksudku, kalau istrimu sangat penting bagimu, tapi kenapa kamu tidak pernah terpikir untuk menghidupkannya kembali?” Bai Shuo bertanya dengan hati-hati: “Maksudku… Eh, apa kamu tidak pernah berpikir untuk membangkitkan istrimu?”
Sun Wukong tertegun sejenak sebelum mengangkat kepala dan tertawa.
Pria tua ini bersandar di pohon dengan senyuman penuh kenangan, menghembuskan asap tembakau yang menyengat, lalu menjawab: “Kamu masih anak-anak muda, takkan mengerti.”
Jarinya membelai lembut wajah tersenyum dalam bingkai foto: “Dulu dia bilang, hidupnya sudah cukup punya putri yang penurut dan suami yang di matanya adalah pahlawan unik dunia. Bahagia bagai mimpi.”
Bai Shuo tak paham ekspresinya. Untuk pertama kalinya Sun Wukong menunjukkan senyum lega dan puas, bergumam dengan kepahitan dan kepuasan yang tak tergambarkan: “Aku mengerti maksudnya. Hidupnya indah bagai keajaiban, sempurna tanpa cela. Tak ada penyesalan.”
“Kisah yang sudah berakhir, tak perlu dipaksakan untuk diteruskan.”
Sun Wukong menutup bingkai foto, menunduk dan berbisik:
“Pangeran dan Putri hidup bahagia selamanya, begitu saja sudah cukup.”
“Benar kan?” Ia menatap ekspresi Bai Shuo, menyeringai khas sambil menepuk bahunya:
“Makanya, kaptenku, kamu masih anak-anak muda.”
“Anak-anak muda memang luar biasa.” Ia mengangkat kepala memandangi cahaya belang-belang yang jatuh di antara bayangan pepohonan, berkomentar seperti orang tua.
“Hei, serius sedikit.” Bai Shuo menatapnya dengan wajah dingin: “Kalau masih berani mengejekku, kau akan mati dengan sangat menyakitkan.”
“Baik, aku salah.” Seperti biasa, Sun Wukong tersenyum pasrah.
Ottolia yang terus mengamati puncak tembok kota tiba-tiba bersuara: “Daji sudah turun.”
“Mulai.”
Bai Shuo meninggalkan suaranya lalu menghilang dari tempat semula.
Persis di saat yang sama, bayangan hitam pekat melesat dari semak-semak menuju arah puncak tembok kota.
Jarak beberapa kilometer terlampaui dalam sekejap, mengangkat debu dan asap bergulung-gulung seperti naga marah.
Ular-man yang berkeliaran di luar kota menyadari keanehan di arah itu, tapi sebagian besar sudah tak sempat menghalangi di depannya.
Yang membuat mereka lega, sebuah formasi ular-man sedang dalam patroli kebetulan menghadang di jalan serangan frontal Bai Shuo.
Sayangnya, kelegaan mereka segera berubah menjadi kemalangan bagi rekan-rekan.
“Hentikan dia!” Ular-man pemimpin mengangkat tombak, berkumpul dengan anak buahnya mengarahkan tombak panjang mereka, membentuk lapisan duri seperti landak.
Barisan tombak langsung mengarah ke Bai Shuo dalam sekejap, kecepatan reaksi seperti ini membuktikan mereka adalah pasukan elit Tentara Raja Iblis.
Tapi sekalipun pasukan elit, bagi Bai Shuo, hanyalah perbedaan antara selembar kertas dan dua lembar kertas—yang terakhir sedikit lebih sulit dirobek, namun tetap saja hanyalah kertas.
Pada momen terakhir, pemimpin Ular-man sepertinya bisa melihat perubahan dalam sosok bayangan hitam itu, siluet yang tak menentu seperti arwah gentayangan itu, seakan menyunggingkan senyum dingin?
"Tebasan Ombak."
Dalam siluet hitam yang melesat bagai hantu itu, cahaya tajam terlahir seketika. Sinar setajam puncak terkumpul bersama, bagai mata pisau yang menipis hingga batas ekstrim, menusuk tiba-tiba.
Menembus jarak yang tak terlalu panjang, kilatan mata pisau itu lenyap seketika—tipis luar biasa, tapi membawa keinginan kejam yang mampu membelah gunung dan mengatasi samudera.
Detik berikutnya, formasi hitam legam itu tercabik-cabik dengan mudah, bagai merobek selembar kertas tipis. Pecahan beterbangan dalam angin, memercikkan rupa merah darah.
Siluet arwah gentayangan terus menyusul, setelah menembus formasi yang tercabik, tak ada lagi penghalang di depan.
Dalam deru angin, gerbang kota yang berlumuran darah memancarkan jejak aura mengerikan seperti binatang buas.
Jejak panjang tertinggal di udara dari Pria Berpakaian Hitam Bai Shuo, derap lari yang semula sunyi tiba-tiba bergemuruh seperti injakan menggelegar bagai guruh.
Boom! Boom! Boom! Boom……Boom！！！！！！
Pada saat akan bertabrakan dengan tembok kota, siluet itu tiba-tiba berhenti tanpa alasan, bagaikan ilusi cahaya dan bayangan yang tak berbobot.
Namun kecepatan dan inersia yang terkumpul selama derap dan serbuan tak pernah berkurang meski Bai Shuo berhenti sejenak.
Seketika itu, Bai Shuo mengangkat tangan, mengarahkan kekuatan dahsyat yang muncul dari tumitnya. Energi kolosal mengalir melalui langkah kakinya, naik ke pinggang, lalu dipandu oleh otot-ototnya hingga kekuatan maha dahsyat seperti sungai yang mengalir deras membanjiri lengan kanannya.
Karakter misterius berwarna tinta di bawah jubah hitamnya mulai bersinar satu per satu. Ilmu dari 《Sutra Buddha tentang Biksu Penggeser Gunung》 meningkatkan energi ganas yang diarahkan Bai Shuo ke tingkat yang tak terbayangkan manusia biasa.
Bahkan ruas jari tangan kanannya yang tertekuk mengeluarkan suara gesekan batu raksasa. Senyum dingin muncul di wajahnya.
Dalam pandangan semua orang, siluet hitam itu melesat dari kejauhan, tiba-tiba berhenti seperti arwah gentayangan di depan gerbang kota, lalu seolah mengikuti irama senyap, dengan santai mengulurkan telapak tangan menyentuh dinding batu di puncak tembok kota.
Penampilannya mirip penyair yang merenungi peninggalan kuno.
Semua orang merasakan keanehan: Bumi, gunung, gerbang kota, bahkan seakan dunia bergetar sejenak di keit ini. Getaran yang tak berarti, bagai halusinasi.
Di detik berikutnya, tembok kota tanpa suara muncul dengan cekungan besar, di tembok setebal puluhan meter muncul retakan besar yang menembus.
Tembok kota dalam radius ratusan meter bergelombang seperti riak air, akhirnya runtuh dan hancur berkeping-keping menjadi debu murni di tengah suara bagai kiamat.
Bumi dipenuhi retakan berkelok-kelok mengerikan, seluruh kota bergema dengan erangan kosong dan parau yang tak kunjung padam.
Bai Shuo bukanlah penyair yang sentimental. Sebaliknya, dia adalah bencana alam berbentuk manusia tingkat lima bintang!
Dengan kekuatan satu tinju, menciptakan efek penghancuran setara gempa bumi level 9.
Sejak awal Bai Shuo tak berniat mencuri jenazah Fuxi diam-diam, terutama setelah melihat mayat Fuxi tergantung di puncak tembok. Amarahnya telah membangkitkan dorongan untuk menghancurkan kota ini.
Fuxi, karena kau tak bisa beristirahat dengan tenang, saksikanlah bagaimana kota yang telah menjadi sarang siluman ini mengalami kehancuran tak terhentikan!
Dalam debu yang beterbangan, dia mengulurkan tangan menangkap jenazah yang jatuh dari udara.
Bersamaan, deru rendah terdengar dari atas kepalanya. Dalam kepulan debu, bayangan ramping dengan senyum dingin mengendalikan dua Artifak melayang yang turun dari langit.
Kilatan listrik ungu-merah berkumpul di Artifak berbentuk bola aneh itu, siap meledak dengan kekuatan yang membuat terkejut.
Sejak awal, Daji tidak pergi. Dia telah memperhatikan pandangan penuh kebencian di sekitar, dan karena bersembunyi di dekatnya, dia bisa menemukan momen serangan dalam pemandangan mengerikan yang mengguncang gunung dan bumi ini.
Siapapun kau, matilah kau.
Kilatan listrik tiba-tiba meledak, bergerak seperti ular dingin dalam debu, menusuk tajam ke arah mata Bai Shuo.
Jika tepat mengenai sasaran, Bai Shuo paling tidak akan mengalami luka parah, seketika menjadi tunanetra yang tak berdaya.
Hanya dalam sekejap, dia melancarkan serangan menyergap yang layak masuk buku pelajaran, tanpa keraguan sedikitpun, menunjukkan kelicikan dan niat jahatnya.
Dia mengangkat kepala melihat kilatan listrik yang menyerangnya, tidak mundur atau menghindar, malah menunjukkan senyum mengejek.
Bayangan merah darah tiba-tiba muncul dari bayangan Bai Shuo, menutupi bumi yang dipenuhi retakan, bergelombang dengan riak-riak berwarna kebiruan.
Di antara riak gelombang, siluet Chen Jingmo muncul dari kabut darah di depan Bai Shuo, lengannya putih telanjang dengan lembut menyentuh kilatan listrik yang berputar.
Saat ujung jari dan kilatan listrik bersentuhan, kabut darah pecah dan menyebar akibat guncangan cahaya ungu-merah, sementara serangan balik tajam dilancarkan bersamaan.
Tusukan runcing tiba-tiba keluar dari ujung jari Chen Jingmo, menusuk sisa gelombang kilatan listrik ungu-merah di udara, lalu menerjang ke titik vital jantung Daji.
“Tak disangka kemunculan Chen Jingmo, Daji langsung terpojok di babak pertama pertarungan. Dengan jeritan panik, dia berguling menghindari jarum panjang warna darah.”
“Hancur!”
Saat itu juga, suara kedinginan Bai Shuo menggema. Di tengah debu yang beterbangan, telapak tangan Bai Shuo mengarah ke siluet Daji, jari-jarinya tiba-tiba mengerat!
Seperti ribuan senjata besi yang beresonansi seketika, suara pecahan berat bergemuruh dari genggaman Bai Shuo. Debu keabu-abuan bergelombang dalam kekacauan.
Lolongan mencekam meledak dari kedalaman debu, siluet Daji langsung menghilang seketika.
Bersamaan dengan itu, aura mengerikan yang masif menyembur dari dalam benteng, bagaikan ribuan hantu pemburu nyawa menjerit siap terbakar dalam api berkobar.
Akhirnya petarung yang berjaga di benteng bereaksi. Alis Bai Shuo berkedut sebelum senyum keanehan mengembang di wajahnya.
Dengan keinginan membakar habis medan perang seperti ini, mengingat reaksi Dong Zhuo sebelum mati, status musuh sudah jelas.
Hantu pemburu nyawa, Lu Bu.
