"Di saat yang sama, tangan yang lembut dan stabil memegang gagang pisaunya, dengan tegas dan perlahan menekan mata pisau yang sudah terhunus sebagian kembali ke sarung pisau."
"Satu inci demi satu inci, hingga sarung pisau mengeluarkan bunyi klik yang jernih saat tertutup sempurna."
"Entah sejak kapan, Bai Shuo muncul seperti arwah gentayangan di samping Uesugi Kenshin, wajahnya tetap mempertahankan senyuman yang membuat geram. Ia menatap wajah Uesugi yang terkejut dan pucat, melanjutkan perkataan yang tadi terputus."
"Suaranya tidak keras, tapi terdengar jelas oleh setiap orang di dalam tenda."
"Tapi dalam hal Kekuatan Fisik, kalian tidak bisa menandingiku."
"Dengan kepercayaan diri yang nyaris arogan, Bai Shuo terus memancing tingkat kebencian mereka tanpa ragu."
"Tenang, aku belum selesai berbicara." Bai Shuo menepuk bahunya seperti teman, menggunakan barrier untuk membatasi geraknya di tempat, lalu menepuk peta di belakang garis dengan telapak tangan. Menunjuk Jizhou yang sudah jatuh, ia berkata:
"Aku tahu kalian pasti tidak terima. Silakan saja mencabut pisau bersama-sama, tapi jika ingin tahu mengapa aku menertawakan kalian, setidaknya dengarkan dulu sampai aku selesai."
"Dia mengambil kuas lukis yang jatuh dari udara, menarik garis hitam pekat mengikuti rute berliku dari titik merah yang menandai posisi mereka saat ini."
"Menyentuh Jizhou, menembus Chibi, menusuk Kastil Odawara, masuk ke zona kosong dari energi tempat terakhir untuk bernapas lega."
“Ini rencana kalian, kan? Sebuah perjalanan panjang yang menyiksa, atau lebih tepatnya...” Bai Shuo berhenti sejenak sebelum mengucapkan kata itu: “Kabur.”
“Ya, kabur, kabur yang naif.” Bai Shuo menyeringai dingin sambil menggambar lingkaran di atas peta Kota Jizhou: “Kalian ingin seperti tikus yang melompat ke lubang kalian sendiri di bawah hidung Lu Bu sebelum mereka bereaksi. Kalian mencari celah atau kekosongan energi dalam strategi militer Sima Yi yang licik dan ketat, tapi akhirnya memilih jalan bunuh diri ini dengan anggapan sepihak.”
“Apa Lu Bu benar-benar bodoh sampai melewatkan setengah pasukan sesuai arahan kalian?” Bai Shuo terus menghina tanpa ampun, tak peduli harga diri semua orang yang hadir: “Kalian pikir Sima Yi meninggalkan celah untuk kalian, bukan perangkap berlapis madu?”
“Terjebak dalam permainan, terhipnotis oleh kekacauan. Jika benar-benar mengambil jalan ini...”
Bai Shuo memegang dagunya sambil bergumam: “Hasil terbaiknya, pasukan hidup kita akan diserap habis-habisan oleh Lu Bu dalam satu gebrakan. Di sepanjang jalan ini, pasukan yang tercerai-berai terus menyusut dikejar musuh, akhirnya hancur total di bawah Kastil Odawara... Pertempuran pengepungan yang sempurna! Kejam, tegas, serangan mematikan satu pukulan, jaring berlapis-lapis. Begitu terperangkap, mustahil keluar.”
“Pasukan Raja Iblis mungkin tak punya banyak pasukan...”
Bai Shuo mencemooh ke arah sumber suara: "Mungkin? Kau menaruh harapan pada musuh?"
Dalam kehampaan, Bai Shuo dengan ekspresi mengejek menggambar tanda silang di titik yang mewakili kekuatan terakhir mereka: "Jalan ini buntu."
"Bagaimana mungkin..." Sun Wukong kehilangan semua tenaga, bersandar di kursi: "Tidak mungkin."
"Siapa yang tahu? Mungkin, mau coba?" Bai Shuo berkata dengan wajah tulus: "Mungkin kita semua bisa lolos dari neraka."
Di belakang kerumunan, Sun Wukong mengacungkan jempol, berbisik melalui komunikasi mikro di telinganya: "Kapten, GOOD JOB!"
Pertama tunjukkan status, lalu pamer kekuatan fisik, terakhir hancurkan rencana mereka. Dengan serangan mematikan yang kejam, menghancurkan semua persepsi...
Menurut Sun Wukong, rencana Bai Shuo merebut kendali wacana sudah 80% berhasil.
Dengan kebingungan di hati, ia bertanya penasaran: "Tak kusangka kau ahli strategi militer!"
Bisikan halus Bai Shuo merambat melalui kekuatan spiritualnya ke telinga Sun Wukong:
"Ah, jago apa! Pernah lihat tunanetra jago strategi? Aku asal ngomong... Mereka sendiri sudah kehilangan semangat tempur. Kalau gagal pamer, siap-siap langsung serang..."
“……”
Sun Wukong memandang Bai Shuo dengan ekspresi kompleks, lalu menutupi wajah sambil mendesah: Sudahlah, bukan saatnya mengkritikmu sekarang.
berpikir dalam-diam, beberapa saat kemudian menundukkan kepala lesu, lalu bertanya: "Kalau begitu, apa pendapatmu?"
"Aku tak punya pendapat, karena rencana ini sepenuhnya tidak bisa dijalankan." Bai Shuo membuang kuas lukis di tangannya, senyumannya menghilang, memandang semua orang dengan ekspresi serius: "Karena, dari akarnya, rencana ini sudah kehilangan makna."
"Kabur? Apakah kalian benar-benar ingin terus melarikan diri seumur hidup?" Bai Shuo menunjuk Kastel Kozhi di peta: "Orochi ada di sini, menyaksikan bagaimana kalian bergulat, bagaimana mati. Melihat kalian yang bahkan tak berani melakukan serangan balik!"
"Melarikan diri dari tempat lain ke sini, lalu dari sini ke tempat lain." Bai Shuo menghela napas; "Menurut kalian, sampai kapan bisa terus kabur? Fakta bahwa kalian bisa sampai di sini dan bertahan hidup, sudah cukup membuktikan sebagai pahlawan yang termasyhur. Tapi..."
Seorang jenderal penuh luka bangkit dari kursinya, berteriak pada Bai Shuo: "Kalau tidak kabur, apa kita harus menunggu mati?!"
"Apakah kabur bisa membuat kalian tidak mati?!" Bai Shuo menoleh memandangnya: "Tahukah kalian apa yang dikatakan Dong Zhuo sebelum mati saat aku datang ke sini?"
Bai Shuo menarik napas dalam-dalam, dalam keheningan mengulang ucapannya dengan suara lantang dan sarkastik: "Dia seperti anjing!"
Kalimat ini bagai tamparan keras, semua orang terdiam.
"Kalian lebih memilih mati seperti anjing, daripada menggunakan kekuatan terakhir untuk membuktikan keberanian kalian?"
Bai Shuo melihat ketidakpuasan dan ketidakrelaan di mata semua orang: "Melanggar jiwa, menutup telinga, membungkuk dan melarikan diri, bukankah kalian sudah terlalu lama hidup seperti ini?"
Tokugawa Ieyasu menggelengkan kepala dengan pasrah, mengepalkan tangan: "Apa yang kau tahu! Kekuatan Orochi sama sekali tidak mungkin..."
"Tidak bisa dilawan lalu bagaimana?" Bai Shuo membalas: "Apakah kalian bahkan tidak memiliki keberanian untuk melakukan serangan bunuh diri?!"
"Melarikan diri adalah jalan buntu, untuk bertahan hidup harus belajar melawan." Bai Shuo memandang semua orang: "Mengindar hanya akan menggerogoti diri menjadi pengecut sejati. Jika menghadapi teror, mungkin akan mati, tapi tidak akan memadamkan api dalam hati."
"Keheroikan dan semangat berapi-api yang membuat kalian termasyhur di dunia ini! Keluarkanlah!"
Bai Shuo menepuk meja dengan kedua telapak tangan: "Bahkan mimpi dan keberanian pun sudah kalian hilangkan?"
Tenda dipenuhi keheningan, semua orang tak bersuara, sementara Bai Shuo menunggu jawaban mereka.
Berhasil atau tidak, tergantung pada tusukan ini!
Nuwa yang bersandar di tiang pintu memalingkan wajah penuh kenangan, menatap bintang-bintang dalam bayangan malam: "Mimpi dan keberanian? Fuxi, ada yang mengucapkan kata-kata yang sama sepertimu..."
Dari sebelah kanan tenda tiba-tiba terdengar suara kasar: "Kakak Kedua, jangan halangi gua! Gua sudah tidak tahan lagi."
Di bawah bujukan Guan Yu dan Zhao Yun, Zhang Fei mengulurkan kepalanya dan berteriak ke arah Bai Shuo: “Hei! Bandit Serban Kuning itu! Jangan sampai meremehkan gua! Kalau tidak terima, lawan gua dulu di medan pertempuran!”
“Tenang, tenang.” Zhuge Liang di sampingnya mengibaskan kipas bulu, tetap tenang seperti angin sepoi-sepoi, namun senyum keanehan muncul di wajahnya.
Zhang Liao yang lesu terbaring mengangkat mata berkabut penuh mabuk, bersendawa, lalu bergumam: “Haha, inikah musuh besar Mengde? Sungguh menarik... Bahkan aku pun dianggap remeh.”
……
Setelah gemuruh keributan, kerumunan akhirnya kembali waspada. Namun terlihat aliran energi baru mengalir di balik kemuraman.
“Rencana, bahkan tidak ada rencana konkret?” Tokugawa Ieyaku mengangkat kepala bertanya: “Hanya retorika kosong, takkan bisa mencapai apa-apa.”
“Tentu saja ada.” Bai Shuo akhirnya berhenti mengejek atau tersenyum aneh.
Saat ini ia sedang merasa lega bahwa orang-orang di sini belum sepenuhnya kehilangan semangat, hanya mengalami kebingungan sesaat.
Masih ada dendam yang harus dibalaskan, ambisi untuk merebut kekuasaan. Selama ada ketidakrelaan sekecil apapun, bahkan bara api yang mati pun bisa menyala kembali, apalagi para jenderal pahlawan yang pada dasarnya perkasa ini?
Ia berbalik menunjuk peta di belakang garis: “Kota Jizhou ada di Bagian Tengah ini. Karena diusir dari sini, kita harus kembali secara terang-terangan!”
Bai Shuo memandang lingkaran yang ia tandai di peta, mundur dua langkah lalu berbalik berkata: "Dalam dua hari, kumpulkan pasukan kavaleri dan infanteri, taklukkan kembali Kota Jizhou, rebut kembali rumah yang hilang."
"Daripada mengikuti ritme musuh dan dipaksa mundur, lebih baik serang dari arah yang tak mereka duga." Bai Shuo berhenti sejenak memberi waktu penerimaan, lalu melanjutkan: "Pasukan Raja Iblis pasti takkan menyangka kita akan menyerang balik lewat rute yang sama."
"Mengenai Lu Bu..." Bai Shuo berhenti bicara, memandangi yang lain yang terdiam.
Lu Bu yang bergabung dengan Orochi tak hanya menjadi lebih ganas, tapi juga diperkuat oleh energi jahat sampai menakutkan.
Jika bukan karena Fuxi mengorbankan diri sebagai tameng, mungkin sepertiga dari yang hadir akan mati di tangannya.
Bai Shuo tampak tak menyadari hal itu, dengan santai berkata: "Lu Bu... bunuh saja."
Di bawah tatapan terkejut dan bingung semua orang, Bai Shuo tanpa basa-basi menyatakan niat membunuh hantu pemburu nyawa.
Meski terdengar omong kosong, saat diucapkan Bai Shuo terasa wajar saja:
"Cih..." Tawa dingin tiba-tiba terdengar dari luar tenda, siluet di kegelapan menantang: "Siapa yang akan pergi? Kau?"
Bai Shuo menatap siluet samar itu, menjawab dengan kepercayaan diri yang terkesan gila:
"Tepat, aku."
Lu Bu, atau sang hantu pemburu nyawa.
“Sekalipun menakutkan, tak perlu khawatir. Kalian hanya perlu menyaksikan saja.”
“Lihatlah bagaimana aku mengalahkan hantu pemburu nyawa.”
“Sesederhana itu.”
Siluet dalam kegelapan melangkah maju selangkah, lalu bertanya: “Siapakah kau?”
Bai Shuo menatap sepasang mata penuh kesombongan dalam kegelapan itu, menjawab dengan penuh perlawanan: “Qingzhou, Bai Shuo.”
“Untuk apa datang ke sini?”
Siluet cahaya dalam kegelapan terus bergerak maju.
Menghadapi pertanyaan pendatang itu, Bai Shuo sama sekali tidak ragu-ragu: “Untuk menumpas ular iblis.”
“Hanya mengandalkan dirimu?”
Siluet itu akhirnya memasuki tenda, memperlihatkan wajah tampan nan angkuh. Lengan baju Tao-nya melayang dengan aura yang mengalir bak air terjun.
Dari kerumunan yang terkejut, terdengar suara sapaan: “Tuan Taigong Wang...”
