"Remaja, kau sudah bangun?"
Suara aneh membuat remaja berambut landak itu membuka mata, melihat dokter yang tersenyum penuh kasih padanya.
"Ada masalah?" Dokter itu memakai kartu identitas di depan dada. Remaja berambut landak itu mengucek mata, membaca tulisan di kartu dengan jelas.
Nama tiga kata... Aneh sekali...
Liang, Gong... Zheng? Nama yang sangat aneh, orang asingkah? Tapi di mana negeri asalnya? Tak ingat...
Remaja itu menatap sekitar dengan tatapan bingung: "Di mana ini? Aku... siapa?"
"Namamu yang dulu sudah tak penting. Hmm, kurang lebih seperti ini..." Liang Gongzheng melambaikan papan berisi rekam medis: "Ini Academy City di Jepang. Soal statusmu, kau hanya anak malang yang tersambar petir. Tangan kananmu bagus, tapi ingat jangan sembarangan meraba ya~"
Melihat dokter yang tidak bisa dipercaya ini, remaja berambut landak itu merasa kepalanya sakit lagi. Ia menopang kepala dengan lemah bertanya: "Aku... siapa?"
"Ekor bulan Juli, prelude bulan Agustus..." Liang Gongzheng menunjuk wajahnya dengan berkas medis, berkata dengan nada tak terbantahkan: "...Kamu adalah Leo!"
"Aneh sekali... Ini, namaku?" |Remaja tersebut yang baru mendapatkan nama mengusap rambutnya: "Rasanya... ada yang tidak beres."
"Bisa merasakan keanehan berarti pemulihanmu hampir selesai!" Liang Gongzheng menegaskan: "Sebenarnya, namamu adalah Zeng Yi..."
Tiba-tiba pintu ruang perawatan terbuka, seorang dokter paruh baya yang mirip Katak Tai melihat dokter yang bicara ngawur ini, tak kuasa menghela napas memotong pembicaraannya: "Liang Gongzheng! Kamu kabur lagi!"
"Pasien departemen psikiatri III Liang Gongzheng kabur lagi!" Dokter Katak Tai berkata ke perawat di belakangnya: "Cepat kembalikan dia!"
"Ini kartu identitas dari mana?" Mingtu Zhuihun melepas kartu di dada Liang Gongzheng, memandangi pasien dengan ekspresi takjub: "Orang tanpa kemampuan LV0, tapi berulang kali kabur dari ruang observasi... Apakah suasana rumah sakit belakangan mulai tidak terkendali? Tak terbayangkan..."
Liang Gongzheng menunjukkan senyum keanehan yang kacau, menatap wajah Mingtu Zhuihun dengan serius bertanya: "Dokter, apakah Anda berzodiak Leo?"
“……”
Melihat Liang Gongzheng yang tak melawan dibawa perawat pergi, Mingtu Zhuihun menghela napas dengan wajah pasrah: "Kasus yang benar-benar ajaib, untung tidak ada kecenderungan menyerang, kalau tidak pasti akan sangat buruk..."
“Kamijou Touma, halo, aku adalah tabib penanggung jawabmu.” Ia menatap remaja berambut seperti landak itu: "Ada yang tidak kamu mengerti, boleh tanya padaku."
……
Di luar ruang perawatan, Liang Gongzheng yang mengikuti perawat tiba-tiba berhenti di depan seorang Gadis Berbaju Putih. Gadis berjubah biarawan putih dengan rambut merah itu mengangkat kepala, menatap Liang Gongzheng dengan wajah pasrah.
"Wahai gadis, ini pertemuan yang diatur takdir..." Liang Gongzheng tiba-tiba menggenggam tangannya, berkata serius: "Kamu terlihat sangat familiar."
Dengan ekspresi kompleks yang didominasi rasa pasrah dan depresi, gadis itu hanya bisa menyaksikan dua pria kekar membawa Liang Gongzheng kembali ke ruang perawatan jiwa. Setelah itu, ia mendesah pasrah dan berkata ke saluran komunikasi: "Tuan Orihara, saya menemukan Liang Gongzheng di ruang perawatan jiwa rumah sakit..."
"Oh? Pantas saja sejak tugas dimulai dia tidak menghubungi kita. Ternyata dia bisa bersenang-senang sendiri di rumah sakit."
Di ujung saluran komunikasi, pria yang terbalik dalam wadah raksasa itu tersenyum polos: "Biarkan saja, bagus juga dia istirahat sebentar. Dalam rencana selanjutnya, banyak hal yang akan bergantung padanya."
"Mengapa aku harus jadi seperti ini, sementara kamu bisa nyaman jadi BOSS?" Gadis kecil berjubah sihir putih itu mendesah pasrah: "Tak kusangka peran yang kamu ambil kali ini adalah Aleister..."
Terbalik dalam cairan wadah raksasa, pria yang bernama asli Orihara Izaya tersenyum: "Kamu juga sama, Index."
“Urusai! Urusai! Urusai!” Gadis berambut merah mengeluarkan roti nanas dan menggigitnya dengan kesal: “Mengapa kalian satu adalah Aleister, satu lagi adalah Kihara Amata, satu bos gorila orang tanpa kemampuan, bahkan ada yang benar-benar menjadi gila!... Kenapa hanya aku yang jadi anggota harem yang dipesan orang lain? Aku tidak mau 24 jam menemani musuh alami sihir ini, setiap hari memberinya fasilitas!”
“Kalau begitu, biarkan plot berakselerasi.” Orihara Izaya tersenyum keanehan dalam bejana raksasa: “Lima hari lagi, umumkan perang ke sisi magis, selesaikan misi dalam tiga bulan – musnahkan sama sekali warisan sihir dunia ini, bawa dunia memasuki era akhir sihir!”
“Lalu Liang Gongzheng akan melakukan apa?”
“Merekam semua buku sihir, menggunakan logika kacaunya untuk menganalisis semua kontradiksi dan celah teori sihir, akhirnya menyusun Buku Akhir yang akan menghancur leburkan segala sihir di dunia.”
“Menyuruh Liang Gongzheng merekam semua buku sihir?” ‘Index’ bertanya kesal: “Kenapa bukan aku?”
Suara Orihara Izaya yang mengesalkan terdengar dari komunikasi: “Kalau kau punya seperseratus tingkat kegilaan Liang Gongzheng, aku bisa mempercayakan tugas ini padamu.”
Dalam bejana raksasa, ‘Aleister’ berambut hitam menenggelamkan seluruh Persepsinya ke dalam jaringan kabel tak terhitung. Membebaskan diri dari cangkang manusia, berekspansi, terus berekspansi, mengubah diri menjadi monster tak kasat mata yang menyebar melalui jaringan dan sinyal, akhirnya menyelubungi seluruh Jepang.
Perang invasi Liang Gongzheng, akan segera dimulai...
※※※
Di tengah malam yang sunyi, Sima Yi bersandar di kursinya, menyipitkan mata di bawah cahaya lampu yang berkedap-kedip.
Sudah dua minggu sejak pria berpakaian hitam itu memasuki Kota Guye, dua minggu!
Sial... puluhan ribu tentara Raja Iblis sama sekali tidak bisa mendekati wilayah sekitar Kota Guye, apalagi mengepung kota.
Pada kenyataannya, bagi komandan biasa yang tidak bisa menandingi kekuatan tinggi lawan dan pasukan besar tak berguna, perang ini sudah bisa dinyatakan kehilangan harapan.
Tapi bagi Sima Yi, ini bukanlah jalan buntu yang mutlak.
Jangan main-main, lawan hanya seorang diri!
Jika puluhan ribu prajurit mundur karena ini, di mata Orochi, dirinya pasti tak akan punya nilai lagi.
Terlalu banyak akhir tragis yang pernah disaksikannya. Ia meremehkan ratapan pecundang, dan tak pernah menganggap diri akan menjadi salah satunya.
Jika mundur hanya karena kemunduran kecil seperti ini, bagaimana mungkin bisa menggantikan Orochi di masa depan?
Karena itu, ia sama sekali tak akan mundur, bahkan bayangan mimpi buruk itu sudah di depan mata.
Satu orang tetaplah satu orang. Bertahan melindungi Kota Guye di bawah kepungan pasukan sudah mencapai batas kemampuannya.
Ini adalah kekuatan sekaligus kelemahannya - karena dia hanya sendirian.
"Karena menemukan kelemahan ini, dia bisa menunggu dengan tenang selama hari-hari ini, menanti kedatangan orang itu."
"Itu adalah petarung pemberani yang bahkan hantu pemburu nyawa pun tak mampu menandingi. Begitu dia datang, cangkang telur Kota Guye itu akan dihancurkan dengan mudah."
"Bahkan pria berpakaian hitam itu takkan bisa menghalangi. Dia yakin betul akan hal ini."
"Kemunduran besar di depan mata hanyalah sementara. Hari di mana Kota Guye hancur lebur di tangannya, sudah tidak jauh lagi."
"Di luar tenda tiba-tiba terdengar gemuruh yang tidak normal, membuat alisnya berkerut. Tak lama, dia melihat sosok yang memasuki tenda."
"Lalu muncul senyum keanehan yang memancarkan harapan akan kesuksesan."
"Yo, maaf, terlambat." Sun Wukong yang menggendong tongkat besi masuk dengan malas: "Kau itu Sima... apa namanya ya?"
"Dia menggaruk kepala, wajahnya menunjukkan kesusahan mengingat nama itu, akhirnya memutuskan untuk tidak memikirkannya lagi."
"Dengan nada tak sabar dia bertanya: 'Kota Guye di mana? Apa cukup dihancurkan saja?'"
"'Kelelahan akibat perjalanan, bagaimana kalau istirahat dulu?' Sima Yi sama sekali tidak peduli dengan orang yang lupa namanya, tersenyum ramah secara tidak biasa: 'Besok pagi, kita mulai serangan kota.'"
"Dalam kegelapan, seekor merpati pos terbang dari telapak tangan Sima Yi, berputar-putar di udara, akhirnya mendarat di Kota Guye. Ditangkap oleh sepasang telapak tangan yang telah lama menunggu, membawa rencana dan konspirasi yang akan menghancurkan seluruh Kota Guye sepenuhnya."
Dalam keheningan, kedua telapak tangan itu dengan kejam mencekik leher merpati pos, agar tidak ditemukan oleh yang lain.
Di bawah sinar bulan yang suram, ia melepaskan gulungan kertas. Setelah melihat tulisan di atasnya dengan jelas, ia tersenyum: "Akhirnya dimulai."
Setelah memeriksa tiga kali untuk memastikan tidak ada yang terlewat, ia mencabik-cabik kertas itu menjadi hancur berkeping-keping, membuangnya sedikit demi sedikit ke selokan di sampingnya, lalu menghilang dari tempat itu.
※※※
Kota Kunye di tengah malam tetap sunyi senyap, hanya langkah kaki prajurit patroli yang bergema di jalanan.
Kecuali di puncak tembok kota dan beberapa bangunan di pusat kota yang masih menyala, area lainnya telah padam, diselubungi sinar bulan yang kedinginan.
Dalam cahaya bulan, kota terkepung ini menampakkan warna hitam pekat yang tegas sudut-sudutnya, menusuk mata hingga terasa sakit.
Rakyat di dalam kota telah lama terbiasa dengan atmosfer tegang ini - mereka memang kelompok dengan kemampuan beradaptasi terkuat.
Sekalipun kota ini kapan saja bisa ditembus, mereka tetap menjalani hari dengan hati gelisah. Hanya segelintir orang yang terjebak dalam kecemasan tak berkesudahan.
Pemuda-pemudi dari rakyat biasa membantu tentara memperbaiki tembok kota setiap hari untuk mendapatkan makanan. Bahkan wanita bisa membantu prajurit memperbaiki baju perang demi ransum harian. Lansia dan anak-anak pun mendapat jatah meski tak berlimpah, cukup untuk mengisi perut.
"Makanan di dalam kota tentu harus diprioritaskan untuk alokasi ke prajurit dan jenderal, terutama beberapa jenderal tersebut. Setiap dari mereka adalah raksasa perut, bahkan perut Zhang Xingcai yang paling ramping pun jauh lebih besar dari orang biasa."
"Dalam situasi mencurigakan seperti ini, kualitas makanan tentu tidak akan terlalu baik."
"Oleh karena itu, ketika seseorang ketahuan memasak secara diam-diam, suasana di lokasi selalu menjadi canggung."
"Seperti ketika kamu diam-diam merebus semangkuk sup daging di wajan, menata beberapa kaleng beraroma lezat di meja, lalu saat hendak menyentuh sumpit, pintu tiba-tiba terbanting."
"Kemudian yang masuk adalah Nuwa."
"Jendral perang berambut perak itu menggenggam gulungan dokumen, sambil merenungkan cara penanganan suasana muram di kota. Wajar jika dia tidak segera bereaksi, hanya terkagum-kagum memandang Bai Shuo di balik meja yang memegang mangkuk dan sumpit dengan ekspresi wajah sama bingungnya."
"Setelah diam cukup lama, Bai Shuo batuk pelan, mengibaskan tangan menutup pintu yang terbuka di belakang Nuwa. Dengan ekspresi tulus dan nada lembut dia berkata:"
"'Mau makan bersama?'"
