"Mengingat ini kenalan, Bai Shuo pun tidak berniat menginjaknya sampai mati."
"Sepertinya kelebihan energi, sekarang ia telah berubah menjadi ular kecil sebesar jari, lemas terbaring di lantai. Mungkin jika seseorang tidak sengaja menginjaknya, ia akan langsung tersingkir."
"Bai Shuo menjulurkan jarinya menyentuh kepala ular itu, membuat sang ular yang kesal menjulur-julurkan lidah bercabangnya."
""Ini tidak bisa kuberikan padamu."" Bai Shuo menggoyang-goyangkan 'Talisman Nyawa' di tangannya, merasakan gatal di kerah baju. Ia mengeluarkan 'benda asing' yang tidak tahu kapan masuk ke dalamnya, lalu tersenyum: ""Tapi ini bisa kuberikan.""
"Sambil berkata demikian, dengan sangat royal ia memasukkan sesuatu yang jatuh ke kerah bajunya saat menyerap sepertiga rune Orochi ke mulut ular itu."
"Ditepuk-tepuknya ular kecil yang terpaku itu, ditelungkupkan di rak kosong sambil melambaikan tangan: ""Satu rune tingkat Perak, anggap saja hadiah hiburan.""
""Ck, benar-benar orang baik,"" dari belakangnya seseorang menggeleng pelan."
""Oh begitu? Terima kasih pujiannya."" Bai Shuo berbalik perlahan, melihat pria paruh baya yang tiba-tiba muncul: ""Bisa saya tahu nama?"""
Pria yang berdiam diri di belakangnya tersenyum: "Wu Dao."
"Nama yang aneh." Bai Shuo mengangkat rune kehidupan di tangannya: "Kau menginginkan benda ini?"
Wu Dao menggelengkan kepala, menggoyangkan 'rune berbentuk pedang' di tangannya: "Aku sudah punya, lagipula benda itu tidak berguna bagiku."
Pandangan Bai Shuo tertahan pada rune yang diam membaring di tangan Wu Dao, lalu menatap matanya: "Ada keperluan?"
"Ada yang bilang kalau aku bertanding denganmu, itu 'mencari kematian sendiri'." Wu Dao dengan santai menyimpan rune-nya, mengeluarkan pisau cukur listrik, mulai merapikan janggut setengah jadi sambil melanjutkan: "Karena itu, ingin bertarung denganmu."
Bai Shuo mencari kantong yang belum sobek di jaketnya, memasukkan 'rune kehidupan'-nya lalu meregangkan badan: "Sekarang?"
Setelah berpikir sejenak, Wu Dao berkata dengan pasrah: "Sekarang sepertinya tidak ada suasana yang tepat."
Bai Shuo menjawab polos: "Tidak apa-apa, ini bukan pacaran. Menurutku suasana tidak penting."
Wu Dao menggeleng setelah lama berpikir: "Sekarang, tidak baik."
Bai Shuo tak tahan tertawa: "Apa harus menunggu tiga tahun lagi di Festival Chong Yang, di puncak Gunung Hua?"
"Tidak perlu tiga tahun." Wu Dao menggeleng: "Sebelum Perang Kekuasaan, aku akan mencarimu."
Bai Shuo menggeleng acuh: "Mengapa aku harus dicari? Kau bukan cewek cantik, aku juga tidak suka dikunjungi paman berjanggut kumal..."
Ia berhenti sejenak, lalu tersenyum berkata: "Bagaimana kalau kamu kasih alamat, biar aku yang datang mencarimu, bukankah lebih baik?"
"Aku jarang di rumah, kasih alamat pun kamu takkan temukan." Wu Dao menggeleng dengan ekspresi menyesal: "Dan aku juga tak ingin menunggu sampai Perang Kekuasaan untuk menyelesaikan ini. Bagaimana kalau begini..."
Ia menubukkan kepalan tangan ke telapak tangannya, lalu berkata dengan wajah tersinari pencerahan: "Bagaimana kalau kamu biarkan aku tebas dulu dengan pedang?"
"Kenapa bukan aku yang pukul kamu satu tinju?" Bai Shuo mengerutkan alis: "Usulan seperti ini terdengar sangat tak masuk akal."
Sambil bergumam tak jelas, Wu Dao secara ajaib mencabut pedang panjang bersiluet aneh dari tengah hampa: "Seperti kata pepatah, hari baik tak sebaik hari ini, mari kita... Wocao!"
Suara Thunder tiba-tiba menggema di telinganya, seakan dunia sedang Boom.
'Kamu menyergap!' Tiga kata itu akhirnya tak sempat terucap.
Dalam sekejap, kepalan tangan besi Emas Vajra dan Kaca telah berada hanya sejengkal di depannya. Pantulan cahaya samar terbayang di mata Wu Dao yang merasa pandangannya terperangkap dalam kekosongan tak berdasar, sementara telinganya mendengar ribuan suara samar melantunkan mantra tulisan suci.
Satu tinju yang melesat membuatnya terperangkap dalam lamunan, seolah dunia menjadi samar-samar bagai kanvas kasar yang tertutupi sesuatu, berputar dan berkerut.
Manusia biasa yang terperangkap dalam keadaan lamunan dan ekspresi melayang mungkin akan menampakkan wajah kosong yang dungu, namun Bai Shuo kini melihat jejak aura yang sama sekali berbeda dari mata Wu Dao.
Itu adalah niat iblis yang murni dan total, bagaikan janin iblis yang terbentuk dari kumpulan pikiran jahat dan pembunuhan tanpa alasan dalam hati setiap orang, bahkan pandangan kosongnya saja sudah membuat bulu kuduk merinding.
Makhluk ini... sebenarnya memelihara apa dalam jiwanya?! Atau mungkin, dia telah mengubah jiwanya sendiri... menjadi sesuatu apa?!
Kini niat iblis dalam hati Wu Dao telah mengatasi kunci perlindungan rasionalitas, tanpa ragu menampakkan jejak auramya, tersenyum keanehan sesaat sebelum kepalan tangan besi yang berubah menjadi Kaca Vajra Emas menusuk angin dengan kecepatan supersonik.
Senyum itu, hanya dengan sekali pandang seolah bisa memicu tumbuhnya pikiran jahat, mengundang pembunuhan tanpa alasan, dan akhirnya terperangkap dalam ilusi iblis.
Pedang kuno di tangannya yang mengkilap seperti cermin memantulkan bayangan niat iblis di matanya, pedang itu tak memancarkan niat membunuh, namun kini telah berubah menjadi pedang iblis.
Pada pedang kuno itu terukir "Zhao Dan", dibuat pada tahun pertama Wuding (tahun 59 masa pemerintahannya) dengan penanggalan Wu Wu.
Legenda menyebutkan di Istana Xianyang Negara Qin terdapat cermin persegi besar bernama 'Zhao Dan' yang bisa memperlihatkan penyakit organ dalam.
Perempuan yang memiliki pikiran jahat jika bercermin disini, akan terlihat jantungnya berdebar dan empedunya mengembang.
Dan saat ini, yang terpantul pada punggung pedang adalah iblis dalam hati yang gelap gulita hingga tak tertahankan untuk dipandang!
Seolah ada orang berbisik pelan di telinga Bai Shuo: "Pedang Pembantai——Pertemuan Kebencian!"
Bak musuh bertemu di jalan sempit, monster mengerikan mengayunkan pedang mematikan, kejahatan murni terkonsentrasi dalam pedang, berubah menjadi aura pedang iblis yang gelap pekat.
Seperti pertemuan kebencian yang saling bertarung mati, akhirnya yang tersisa hanyalah satu orang.
Sementara di sisi lain, telapak tangan Bai Shuo memancarkan kilau transparan bak kaca tak ternoda, jari-jarinya membentuk kepalan longgar, membawa aura otoriter dahsyat bagai halilintar.
Namun dalam gerakannya terkandung kelembutan seperti memetik bunga sambil tersenyum, bagai Emas Vajra yang murka namun tetap welas asih menaklukkan iblis.
Kekuatan yang saling berhadapan bertubrukan seketika, meledak menjadi dentuman keras yang menyayat, energi tajam menghempas pecahan bilah pedang ke segala penjuru.
Wajah Bai Shuo dan Wudao kini tercoreng dua goresan berdarah akibat hantaman pecahan pedang.
Sekejap kemudian, pedang 'Zhaodan' di tangan Wudao patah di pinggang oleh tinju besi Emas Vajra; sementara jari-jari Bai Shuo berlumuran darah, ruas tulang putih murni terlihat dari luka yang kini diukir goresan pedang iblis.
Kepalan tangan tak henti, masih membawa kekuatan dahsyat dan darah segar yang meleleh, melampiaskan permusuhan tak jelas, persis seperti palu besi yang diayunkan menghantam kaleng kosong, menghantam batang hidung Wu Dao.
Kekuatan raksasa yang mampu mengubah baja dan batu raksasa menjadi debu, seluruhnya tanpa sisa dimasukkan ke dalam tubuh Wu Dao, membuat tubuhnya melayang lurus ke belakang dalam desiran angin berat.
Seolah meluncur di atas tanah, tapi membawa momentum mengerikan yang tak bisa dihalangi atau digoyahkan.
Terbang masuk ke kerumunan kacau, kemudian mengukir parit dari kerumunan itu, menembus arena pertandingan yang kacau sebelum menghantam rak kosong dengan keras.
Angin kencang yang berhamburan ke segala penjuru menerbangkan dua lembar kertas bekas menutupi wajahnya, sementara tubuhnya perlahan meluncur dari rak, akhirnya jatuh tak berdaya di tanah.
Bai Shuo yang masih berdiri di tempat semula perlahan melepaskan postur meninju, mengibaskan darah yang terus merembes dari punggung tangannya, mengucapkan tiga kata terakhir: "Gila."
Setelah itu, ia membawa talisman nyawanya pergi, tapi tubuhnya yang memiliki kemampuan regenerasi tingkat dewa tak kunjung menyembuhkan goresan pedang itu. Darah menetes berdebar-debar ke rune, meluncur dari topeng palsu yang menyeringai dingin, meninggalkan jejak merah terang di tanah.
Sebuah kereta belanja berhenti tanpa suara di samping Wu Dao. Liang Gongzheng berjongkok di dalam kereta belanja, mengeluarkan kepalanya untuk melihat Wu Dao yang terbaring di bawah tanah, lalu mengulangi perkataannya: "Ini kamu mencari kematian sendiri."
Wu Dao yang tidak bergerak perlahan mengangkat lengannya yang sudah mulai retak, melepaskan kertas bekas yang menutupi wajahnya, memperlihatkan senyum aneh: "Menarik."
Liang Gongzheng mengangguk seperti tersadar, bertanya: "Apakah kamu m?"
Wu Dao menjawab dengan serius dan tenang: "Berdasarkan sejarah 40 tahun lebih di paruh pertama hidupku, seharusnya tidak."
"Pedang Iblis Hati tingkat empat bintang bisa membunuh Li Chunyang tingkat empat bintang, tapi Pedang Iblis Hati bintang dua tidak bisa mengalahkan Bai Shuo bintang dua." Liang Gongzheng menguap lesu: "Kalau benar-benar ingin menang, mengapa kamu mencabut buff diri sendiri dan kembali jadi bintang dua?"
Wu Dao memandang Liang Gongzheng dengan wajah bingung, menjawab: "Ini bukan pertarungan hidup-mati, harus adil dan setara; Lagipula aku tidak ingin membunuhnya, hanya ingin mengalahkannya. Harus membuatnya mengaku kalah total."
Liang Gongzheng menatap Wu Dao tanpa basa-basi, matanya besar berkedip-kedip: "Hasilnya? Kamu terlempar 800 meter seperti angry bird."
"Aku bilang hanya akan mengeluarkan satu pedang." Wu Dao tetap bersikukuh, berpura-pura serius memegang dagunya: "Meski dia menyergap, aku tidak enak hati untuk mengubah kata-kata."
“Sssst…” Liang Gongzheng membalikkan badan di dalam kereta belanja, seluruh tubuhnya terbaring di dalam kereta yang kekosongan, menguap lesu dengan suara parau: “Sudah kubilang kau takkan bisa mengalahkannya sekarang.”
Usai bicara, ia terlihat kelelahan luar biasa. Matanya terpejam dan tertidur di tengah medan perang yang kacau-balau.
“Heh…” Wu Dao terkekeh sambil mengusap dagunya, menemukan dua helai janggut yang terlewat. Ia mengeluarkan kembali pencukur listrik dan mulai mencukur kumis.
Talisman Nyawa terakhir jatuh ke tangan Li Xiao dari sisi teknologi. Rekan setimnya yang telah meningkatkan kemampuan Kapten Gorila berhasil menarik sebagian besar musuh untuk mundur paksa melalui mekanisme ledakan diri yang spektakuler.
Tentakel mekanis Doktor Gurita patah beberapa helai, menyisakan tiga yang asimetris, menyerupai laba-laba cacat dengan banyak kaki patah.
Saat ini seluruh tubuhnya berkilauan percikan listrik, dengan hati-hati merapikan anggota tubuh prostetiknya yang patah. Aroma pelumas logam menyengat dari kejauhan.
Li Xiao menggenggam Talisman Nyawa berbentuk kubus gelap gulita, penasaran mengintip ke dalamnya. Ia berganti-ganti plugin pemindaian di matanya, namun setiap beberapa menit selalu muncul asap kehijauan.
Tiga ‘Talisman Nyawa’ telah menemukan tempatnya. Pertarungan kacau berikutnya pun kehilangan daya tarik, terasa cukup membosankan.
Meskipun akhirnya para Prajurit Samsara yang kembali miskin kecuali beberapa ikat ramuan obat ingin merebut paksa hasil 【Batalyon Salib】, sayangnya di bawah resonansi 'Ritual Cincin', bar darah mereka semua dikosongkan dan dipaksa mundur dari panggung.
Pada akhirnya, ketika hitung mundur akhir hampir berakhir, hampir semua orang menghela napas lega.
Akhirnya... ini akan berakhir...
