Enam Tingkatan Tertinggi yang telah sempurna berputar kencang, Roda Fu Dewa yang telah menyatu dengan Fu Ksitigarbha menunjukkan kekuatan beberapa kali lipat lebih dahsyat, membuat kegagahan di tangannya melesat naik.
Hingga akhirnya ruang angkasa runtuh ke dalam, waktu berubah menjadi arus kacau.
Dengan lubang hitam yang runtuh sebagai inti, lapisan ruang angkasa bertubi-tubi retak.
Dengan momen yang membeku sebagai poros, sungai waktu mulai patah di titik tumpu ini.
Aliran cabang baru bertumpang-tindih dengan dasar sungai lama, sebab-akibat yang mengkhianati terkompresi di antara jemari di bawah ruang yang kacau.
Seperti dua bahan kimia yang tak mungkin bersatu bertemu dalam vakum, lalu seketika akan meledak dengan ledakan paling dahsyat!
Inilah: "——Wu Jian Teratai Merah!"
Lubang hitam yang runtuh di antara jari-jari akhirnya melampaui batas maksimal dan mulai meledak.
Waktu yang diam tiba-tiba terkoyak, ruang-waktu kacau merobek area puluhan meter di sekitar Bai Shuo dan Rulai, menciptakan arus kacau temporal.
Lapisan retakan gelap yang bertumpuk berubah menjadi sangkar, mengurung siluet Rulai dengan erat. Telapak tangan yang menyimpan Wu Jian Teratai Merah menembus ruang-waktu dan menekan dadanya dengan keras.
Dalam sekejap, semua keanehan menghilang.
Tangan kanan Bai Shuo terpental tiba-tiba, hancur berkeping-keping dengan suara aneh. Darah menyembur dari rongga dada Rulai, retakan mencekam muncul di dadanya dalam kesunyian.
Luka yang bahkan tak bisa pulih oleh Sang Pelampau itu terus melebar hingga tulang rusuk pucatnya pecah, menusuk organ dalam secara acak. Jantung yang berdetak di dadanya sepenuhnya terpapar udara.
Jantung yang tertembus kegagahan ilahi terus membusuk dan beregenerasi berulang kali. Darah segar terus menyembur dari retakan yang pecah di jantungnya.
Melihat rupa musuh yang mengenaskan, senyum dingin mengembang di wajah pucat Bai Shuo.
Dengan satu serangan memanfaatkan prinsip sihir Dewa Kuno berlevel tujuh bintang, ia berhasil mengakibatkan cedera serius pada tubuh Sang Pelampau bintang sembilan - sebuah keajaiban yang belum pernah terjadi di seluruh dunia tak terbatas!
Rulai menunduk dengan ekspresi tak percaya, melihat dadanya yang retak, tatapannya terpaku kaget.
"Sudah kubicarakan sebelumnya." Bai Shuo terengah-engah, menyangga lengannya yang terdistorsi, tersenyum penuh kejahatan: "Aku masih punya senjata rahasia, lihatlah, kau tak mau percaya."
Rulai mengangkat kepala, membuka bibirnya, memandang Bai Shuo seolah hendak berkata sesuatu.
Boom!
Senjata berat berwarna emas murni dalam seketika menghancurkan udara, menyapu dengan kegarangan dan menghancurkan tengkorak Rulai seperti semangka busuk.
Sun Wukong dengan mata merah darah mengayunkan tongkat Ruyi-nya yang berlumuran darah bagai badai, menerjang tubuh tak utuh Rulai sambil berteriak: "Biarkan gua mengatur strategi!"
Seketika, daging dan darah beterbangan, Rulai, wujudnya hancur berkeping-keping.
"Hah? Segampang ini mati ditimpuk tongkat gua?" Sun Wukong memegang tongkatnya, menggaruk kepala bingung.
Sebutir cahaya keemasan mengambang dari ujung tongkat, meleleh di udara, diikuti lebih banyak partikel cahaya.
Akhirnya, seluruh darah dan tubuh Rulai yang hancur terurai menjadi ribuan partikel cahaya beterbangan.
Di podium jauh di kejauhan, Taibai tak sengaja mundur selangkah, melindungi Ratu Surgawi: "Hati-hati, Rulai membuka wilayah dewanya!"
Secara tiba-tiba, Tanah Suci Terberkahi pun terbentang!
Cahaya tak terhingga berkumpul dari langit, meliputi lapangan berlumuran darah dengan kemilau menyilaukan.
Di bawah cahaya keemasan yang menyelubungi, Tanah Suci dan wilayah sakral menutupi lapisan bertubi-tubi noda darah dan mayat. Medan perang yang dipenuhi reruntuhan dalam seketika berubah menjadi aula penuh wibawa.
Di atas singgasana teratai putih raksasa, Buddha kolosal yang menjulang ke langit menatap dengan wibawa. Tangan-Nya memetik bunga, membawa niat membunuh tegas pembasmi iblis, menyelimuti wilayah dewa yang luas di atas inti tak tergantikan istana langit.
Seiring penyebaran Tanah Suci, siluet tak terhitung Buddha, Bodhisattva, dan Arhat muncul dari langit. Dari bayangan berubah nyata, berbaris dua deret di bawah singgasana Tathagata. Setiap gerakan disertai aura dahsyat, memandang penuh amarah pada mereka yang tak termasuk dalam wilayah dewa ini.
Delapan ratus Buddha-Bodhisattva dan lima ribu Arhat dengan sikap berbeda-beda, mengabdi di bawah Tathagata.
"Para Buddha Barat? Benarkah atau palsu?" Yang Jian di luar medan pertempuran tak kuasa mundur selangkah: "Ini nyata?"
"Kebenaran dan kepalsuan terletak di hati. Ini adalah Tanah Suci yang ditempa dari semua tekad agung Buddha Barat yang tertumpah pada Tathagata." Tai Bai berbisik lirih: "Ada semua Buddha-Bodhisattva dari sepuluh penjuru dan tiga zaman, juga Tanah Suci tak terhitung - Tabib Kaca, Maitreya, Hwa Zang, Vimalakirti..."
"Selama Tathagata berkehendak, seluruh kekuatan Tanah Suci bisa turun kapan saja. Saat ini baru sebagian kecil kewibawaan ilahi yang diperlihatkan."
“Seketika dikepung oleh ratusan Arhat, Bodhisattva, dan Buddha, Bai Shuo mendengar suara Taibai, tak kuasa mengerutkan alisnya: "Nima, Liu Bawaan juga nggak main kayak gini lah!"”
Monyet itu tersenyum acuh tak acuh, atau lebih tepatnya sama sekali tak peduli betapa buruknya situasi. Yang ia pedulikan hanyalah pertempuran berapi-api yang akan dilanjutkannya.
“Kebetulan biar gua hancurin beberapa lagi buat pelampiasan.”
Di tangannya, tongkat Ruyi Jingu Bang keemasan mulai memancarkan kilau hijau kebiruan yang telah terendam selama ribuan tahun di Gunung Fangcun.
“Kalau gitu lanjut lagi.” Bai Shuo meluruskan lengannya yang terdistorsi. Dalam gesekan tulang-tulang yang nyaring dan kepedihan mendalam, lengannya kembali ke rupa aslinya.
Menahan rasa sakit yang dalam, ia menyeringai dingin, mengencangkan jari-jari tangan kanannya: “Datang berapa pun, gua hancurin semuanya!”
Di belakangnya, pola mandrake raksasa berputar cepat. Di lengannya, mantra melayang berubah dengan gesit sebelum akhirnya menyatu sepenuhnya, hanya menyisakan pola mandrake yang terus bergerak di permukaan kulit.
“Jalan Surga, bentangkan!” Bai Shuo mengangkat telapak tangannya, menghunjamkan tinju ke arah Buddha di langit: “Hancur!”
Jalan Surga yang menekan segala makhluk ketuhanan paling cocok untuk arena ini. Ruang angkasa pecah membentuk retakan gelap gulita di telapak tangan Bai Shuo, bagai pohon kering yang tumbuh cepat. Ranting-ranting tajam tak terhitung merebak dengan cepat, menjulur ke arah Buddha raksasa.
Di setiap jalur yang dilalui retakan hitam, ruang angkasa pecah berkeping-keping bagai puzzle yang hancur.
Di langit, bayangan Buddha dan Arhat bermunculan, lalu seketika hancur oleh ruang yang retak. Kekuatan 'Emas Vajra Duo·Su' juga terkikis dengan cepat, hingga hanya batang utama yang tembus batas langit yang menusuk ke depan mata Buddha Tathagata.
Di hadapan jari Buddha Tathagata yang menekan, batang hitam itu sirna tanpa suara dalam Penghancuran Total.
Pada keit ini, bayangan Buddha, Bodhisattva, Arhat, dan Vajra yang tak terhitung telah mengepung Bai Shuo dan monyet sepenuhnya.
Di Tanah Suci yang tak terukur, Buddha-buddha yang marah berubah menjadi formasi kompleks yang mengguncang tiga alam semesta, mengunci kedua orang itu dengan erat.
Dalam cahaya Tanah Suci, Buddha Tathagata mengucapkan mantra yang bergema rendah: "Anuttara Samyak Sambodhi..."
Buddha dan Bodhisattva menekan inti formasi, sementara Vajra dan Arhat bagai gelombang datang dengan berbagai artifak magis, membawa lapisan bertubi-tubi niat membunuh.
"Nima! Apakah Banyak Orang Hebat?!" Bai Shuo menggeram dalam formasi, telapak tangannya menghantam tanah dan membelah celah raksasa di Tanah Suci: "Jalan Raksasa Pembunuh terbuka! Takdir Surgai menyertai!"
Darah segar seperti laut yang meluap menyembur dari atas Bumi, tak terhitung Raksasa Pembunuh dengan senyum dingin berjalan keluar dari lautan darah, melakukan penghinaan terhadap Buddha di atas Tanah Suci yang tak terukur ini.
Di tengah banjir darah, formasi lapisan Raksasa Pembunuh yang gelap gulita bertabrakan dengan pasukan Buddha, memicu pembunuhan gila-gilaan kembali.
Hantu pemburu nyawa mengangkat bendera perang berdarah tinggi-tinggi, merobek semua Emas Vajra di hadapannya menjadi hancur berkeping-keping.
Berdiri tegak di tengah Sungai Darah tak berujung, tubuh Bai Shuo melesat ke udara, saling menatap langsung dengan Buddha, dengan senyum dingin mengangkat tangan: "Masih kurang! Buka Jalan Neraka!"
Di langit, seiring gerakan telapak tangannya, pintu besi hitam yang besar dan busuk muncul dari kekosongan, terbuka dengan suara Boom.
Di Jalan Neraka yang tandus, hanya ada siluet kecil dan kesepian. Saat neraka terbuka lebar, Tuhan Kematian yang memegang mawar putih perlahan berbalik, menunjukkan senyum tipis gembira di wajah kabur, kelopak bunga di tangannya berjatuhan.
Tuhan Kematian yang memberikan kematian pada seluruh dunia, dengan pasokan energi dewa Bai Shuo, kembali menyebarkan kutukan akhir. Dalam kelayuan mawar pucat, di mana pun Enam Tingkatan Tertinggi menyelimuti, semua musuh ditakdirkan pada kematian!
Rekor tak terkalahkan Arhat hancur, bunga di kepala Bodhisattva layu, para Buddha kehilangan harga diri.
"Ini adalah kutukan terkuat yang pernah dialami Bai Shuo secara langsung, bahkan Buddha yang abadi pun harus menghadapi Lima Kemerosotan Dewa sebagai penghabisan!"
"Panjang! Panjang! Panjang!" Sun Wukong bersorak di lautan darah, jarum dewa penenang laut di tangannya memanjang dengan cepat, wilayah dewa tipe bantuan penghancur segala membentang maksimal.
"Matilah kau!"
Massa jarum dewa penenang laut yang semula 108.000 jin membengkak secara eksponensial, hingga berubah menjadi serangan garang yang mampu memecahkan Tanah Suci dalam satu pukulan.
Kekuatan yang melampaui batas maksimalnya membuat tubuhnya terus-menerus retak mengeluarkan darah segar, namun cahaya hijau tiba-tiba memancar dari tubuhnya memulihkan luka seketika, memungkinkannya menikmati pertempuran melampaui batas.
Meski tanpa rekor tak terkalahkan dari Tungku Trigrama, dia tetaplah Raja Kera Agung yang tak boleh diremehkan!
Dalam gemuruh Boom, Emas Vajra hancur, Bodhisattva tewas, bahkan Buddha yang melemah pun mengalami luka parah di bawah sapuan tongkat besi.
"Kurang! Kurang! Kurang! Tempat ini terlalu mengganggu pandangan!"
Dengan wajah bernoda darah tersungging senyum dingin, dia menggeram: "Hancur!"
Ruyi Jingu Bang yang berat dan raksasa terayun seketika, menghantam dengan gemuruh Boom. Wilayah dewa senjata legendaris ini meremukkan langit, menghancurkan semua Arhat dan Buddha yang menghadang, sebelum akhirnya membara dan menghantam Tanah Suci yang bercahaya.
Langit dan Bumi pun terbelah. Retakan raksasa menyebar cepat dari ujung tongkat hingga ke bawah kaki Buddha, berubah menjadi jurang gelap gulita.
Satu pukulan, Tanah Suci hancur. Inilah Raja Kera Agung!
"Makhluk terkutuk!" Buddha yang menguasai wilayah dewa akhirnya berbisik, mengangkat telapak tangan dan menekan Sun Wukong dengan dahsyat.
Kekuatan Wuliang yang disertai gemuruh angin dan petir menyelimuti bayangan yang menutupi seluruh Bumi, menyelubungi tubuh Sun Wukong.
Seketika, gunung yang terbentuk dari lima jari menghantam, menekan tubuh Sun Wukong dengan sempurna!
Inilah kekuatan wilayah dewa yang pernah menyegel Sun Wukong selama ratusan tahun - Gunung Lima Jari!
Tepat di saat ini, dari podium tinggi yang tak utuh di pinggir medan perang, terdengar bisik pasrah: "Anak muda memang masih kurang matang."
Tai Bai yang renta mengangkat kepala, memandang Istana Lingxiao yang penuh retakan, lalu menatap telapak tangannya yang lapuk sambil tertawa pelan: "Untuk menjaga tempat ini, akhirnya tetap aku yang harus melakukannya."
