Seketika, wilayah dewa Qi Tian hancur berantakan. Galaksi tak berujung mengalir dari langit bagai banjir bandang, jatuh ke telapak tangan Bai Shuo lalu berubah menjadi pedang cahaya bintang yang gemilang.
Bak kekuasaan tertinggi di bawah hamparan bintang, Bai Shuo seketika berubah menjadi penguasa mutlak seluruh dunia.
Inilah Takhta Kerajaan Langit Berbintang!
Bagai meteor yang lenyap sekejap, pedang bintang yang membara menyala menghancurkan lapisan penghalang bertubi-tubi, menusuk dada Sakyamuni dan menembus jantungnya yang masih berdetak!
Api biru menyala menyembur dari luka, menghancurkan wujud magis Sakyamuni dalam sekejap dan membakar tubuh terakhirnya.
Satu tebasan pedang meruntuhkan segala prinsip sihir. Sungai waktu dan takdir terputus di bawah cahaya bintang. Dunia mengerang kesakitan di bawah bilah pedang.
Maut yang tak terelakkan datang. Bahkan Sang Pelampau pun ditelan habis oleh tebasan pedang ini.
Sakyamuni menunduk memandang dadanya yang tertembus pedang. Dengan ekspresi tak percaya yang akhirnya berubah menjadi senyum getir: "Pada akhirnya... tetap gagal juga."
Bai Shuo dengan ekspresi wajah datar, memandang tanpa emosi pada penghabisan dirinya, berkata dingin: "Tanyakan pada Ksitigarbha."
"Ksitigarbha..." Buddha tersenyum, menengadah ke langit senja, mengucapkan bisikan terakhir: "Kumohon semua makhluk mencapai Bodhi, tubuh bagai kaca, bening di dalam luar, murni tanpa noda..."
Sambil terus berbisik demikian, ia sirna tanpa jejak dalam cahaya bintang yang membara.
Sang Pelampau, Buddha, mati.
Bai Shuo hanya sempat membuka barrier 'Vajradhatu Mandala' sekuat tenaga, mengumpulkan kembali ikrar agung Tanah Suci yang menyebar, menyatukannya ke dalam dirinya.
Seketika itu, inti tak tergantikan barrier yang berubah dari 'Garbhadhatu Mandala' menjadi 'Vajradhatu Mandala' kembali mengalami Transformasi yang tak terbayangkan.
Sebidang Tanah Suci tercipta tanpa disadari dalam Enam Tingkatan Tertinggi, bayangan para Buddha berjalan di atasnya, Barat Tanah Suci yang terkonsentrasi selama ratusan tahun merangkum seluruh ikrar agung.
Bai Shuo melepas Fu Dewa milik Ksitigarbha, melemparkannya ke dalam. Biarlah sebidang Tanah Suci ini menjadi tempat peristirahatan terakhirnya.
Mungkin suatu hari nanti, Fu Dewa ini dapat berubah kembali menjadi Raja Bumi Penyimpanan yang berikrar "Takkan jadi Buddha sebelum neraka kosong" di dalam Tanah Suci.
Namun sang biksu yang tersenyum tenang di antara Bunga Lycoris itu, takkan pernah kembali lagi.
Setelah semua ini selesai, suara tulang-tulangnya retak akhirnya terdengar.
Pada gagang pedang yang membara, telapak tangan Bai Shuo pecah mengeluarkan retakan tak terhitung, separuh tubuhnya seolah akan hancur berkeping-keping.
Hanya dalam seketika, ‘Kekuasaan Raja Langit Berbintang’ telah mengeringkan semua kekuatan Bai Shuo, hampir membuat kesehatannya runtuh.
Bai Shuo menggunakan sisa kekuatan terakhirnya untuk membuka barrier, lengan yang dipenuhi mantra seperti duri yang saling bersilangan, hingga celah ruang angkasa perlahan terbuka.
Pedang Cahaya Bintang kembali berubah menjadi galaksi yang bergemuruh, menyatu ke dalam lengannya dan menghilang.
Sarung pedang buatan Tuhan Kematian-Kehidupan telah hancur, Bai Shuo terpaksa menggunakan tubuhnya sendiri sebagai sarung - dengan lengan kanan yang memiliki atribut ‘memperbaiki langit’ dari Batu Nüwa - untuk menyimpan pedang itu sementara.
“Benar, Guru memberikanku sesuatu yang luar biasa.” Dia duduk lunglai sambil mengangkat lengan kanannya, seolah bisa melihat cahaya bintang yang terus berputar di dalamnya.
“Ini adalah... Kekuasaan Raja Langit Berbintang.”
Inilah hadiah kelulusan yang diberikan Tuhan Kematian-Kehidupan kepada Bai Shuo, sekaligus kutukan yang membuatnya bergumul antara hidup dan mati selama ratusan tahun.
Pada pertarungan kelompok besar kesebelas, sebelum Tuhan Langit Berbintang lolos, dia menggunakan kekuasaan Raja dan Fu Dewa miliknya untuk melancarkan serangan sama-sama binasa terhadap Tuhan Kematian-Kehidupan.
Satu tusukan yang menyatukan kekuasaan Raja dan Fu Dewa ini membuat dewa penguasa kehidupan-kematian - meski dibantu ‘Tuhan Sihir’ - nyaris terjatuh ke tepi kematian, hingga ratusan tahun kemudian datang Pelaku yang Menentang Arus dari ujung ruang-waktu untuk mengambilnya.
Baru saat itulah Tuhan Kematian-Kehidupan yang hendak menghancurkannya benar-benar hancur mendeteksi sesuatu yang membuatnya sendiri terkagum-kagum.
Saat pedang cahaya bintang yang penuh niat membunuh tak tertandingi dicabut dari tubuhnya, Tuhan Kematian-Kehidupan baru menyadari: Dalam situasi terjepit yang selalu di ambang kematian, dirinya dan itu telah hidup berdampingan selama ratusan tahun.
Pedang Kutukan Kekuasaan Raja itu telah sepenuhnya diresapi energi dewa kematian-kehidupan, kebencian tak berujung yang dititipkan Tuhan Langit Berbintang sebelum kematiannya juga telah hancur lebur.
Setelah dikeluarkan, ini telah menjadi kristal energi dewa murni. Tidak hanya itu, di dalamnya juga tersegel setengah Fu Dewa milik Tuhan Langit Berbintang, dan satu kekuasaan raja lengkap yang menjadi haknya!
Bahkan ketika 'BOSS' itu sendiri mengekstraknya dengan tangan kosong, tak bisa menahan decak kagum: "Benar-benar tak terbayangkan..."
Ketika Prajurit Samsara mencapai puncak bintang sembilan, mereka dapat sepenuhnya melampaui kendali Dewa Utama dan menjadi Sang Pelampau.
Dan ketika Sang Pelampau kembali mengatasi batas maksimal, mereka akan mencapai status dewa sejati di dunia tak terbatas ini.
Yang terkuat di antara para dewa ini akan bertakhta di atas 'Takhta', menjalankan 'Kekuasaan Raja' yang tak tertandingi!
Seperti BOSS yang merupakan salah satu Penguasa Mutlak terkuat, ketika menjalankan 'Kekuasaan Raja' sebagai 'Tuhan Sihir', ini akan menjadi 'Kekuasaan Misteri' yang memiliki kekuatan 'diktator' terhadap semua 'misteri' dan turunannya.
Di mana pun Kekuasaan Raja menunjuk, semua misteri akan tunduk.
Yang diperoleh Bai Shuo bukanlah kekuatan lengkap semacam itu. Daripada disebut segel kekaisaran untuk memerintah dunia, ini lebih tepat disebut dekrit resmi yang telah dicap dengan segel kekaisaran.
“Raja Sihir dan Tuhan Kematian-Kehidupan setelah puluhan tahun menempa dan meluluh, akhirnya menggunakan reruntuhan terakhir Tuhan Langit Berbintang, menciptakan 'Takhta Bintang' ini.”
Setelah mengkonsumsi 'Takhta' utuh terakhir itu, cahaya bintang tak terbatas berubah menjadi pedang pembunuhan.
Di dalam bilah pedang, Takhta Bintang mengukirkan perintah paling polos sekaligus langsung: "Dengan takhta Tuhan Segala Fenomena Langit Berbintang yang tak terbatas, kuberikan kematian padamu."
Siapa yang memegang pedang ini, menguasai Takhta Bintang terakhir.
Tapi bagi kedua dewa, masalah sebenarnya justru muncul setelah penyelesaian...
"Barang ini bagus sih... Tapi masalahnya..." BOSS memegang dagu: "Kita berdua tak bisa memakainya, anak-anak nakal di bawah pun hampir tak ada yang bisa menggunakannya. Masak harus dipamerkan lagi di 【Perpustakaan Segala Fenomena】?"
"Pui! Berani kau bicara!" Tuhan Kematian-Kehidupan yang lupa hal ini menyeringai: "Pedang Desamurain yang kau buat dulu mana?!"
BOSS yang merasa karya besarnya diremehkan tak terima: "Ada apa? Pedang itu bagus! Di seluruh dunia tak terbatas ini tak ada pedang yang lebih tajam darinya!"
"Lalu? Kau terus menambahkan 'mantra ketajaman luar biasa', sampai sekarang belum ada sarung pedang yang bisa memuatnya! Bahkan gagang pedang pun tak ada..." Tuhan Kematian-Kehidupan ingin membalik meja: "Penipuan! Ini mah!"
"Baiklah." BOSS pasrah: "Lalu, yang ini bagaimana?"
“Beri padaku, kebetulan anak nakal di rumahku yang suka cari masalah sudah lulus, anggap saja sebagai hadiah kelulusan.” Tuhan Kematian-Kehidupan berkata dengan santai.
“Apa anak itu menyinggungmu?” BOSS kelopak matanya berkedut: “Atau kau ingin mengganti murid?”
“Omong kosong! Kau pikir muridku sama seperti sampah-sampah bawahanmu?! Bisa diganti seenaknya?!” Tuhan Kematian-Kehidupan mulai memukul meja: “Baru setengah dewa sudah bisa mengumpulkan total enam miliar jiwa pasukan, anak yang luar biasa!”
“Ini bukan Louguan seperti terakhir kali, Pedang Kekuasaan Raja... Bisakah dia menahannya?”
Tuhan Kematian-Kehidupan yang sebenarnya juga ragu-ragu memaksakan muka, menepuk dada: “Aku saja tidak khawatir, ngapain kau sok peduli?”
Maka, kepemilikan Kekuasaan Raja Langit Berbintang pun ditetapkan.
Bai Shuo tentu tak tahu pedang ini punya cerita rumit sebelum jatuh ke tangannya, nyatanya sekali tusukan saja hampir mengeringkan energinya.
Kalau sampai dua kali... Ngawur, ini benar-benar jalan buntu.
Tapi, sekali tusukan langsung melumpuhkan Sang Pelampau... Bahkan Bai Shuo harus mengakui, sensasi ini benar-benar asyik.
Jiwa pria secara alami memiliki kerinduan abadi terhadap senjata berlabel 'barang berbahaya' semacam ini, apalagi yang sekelas senjata pemusnah massal.
Rasa puas Bai Shuo saat ini bagai Pak Presiden yang memegang kotak hitam kecil di tangan, membawa perasaan 'siapa berani membuatku marah, akan kubunuh dengan pedang'. Ia tak bisa menahan tawa terkekeh.
Baru pada saat ini, suara petunjuk Dewa Utama berbunyi: "Prajurit Samsara tujuh bintang Bai Shuo membunuh 'Sang Pelampau' Buddha melebihi level, memperoleh gelar 'Jalan Surga Takdir'."
Bai Shuo tertegun sejenak, tak menyangka tiba-tiba mendapatkan gelar seperti ini, dengan prefiks 'Jalan Surga' yang paling termasyhur di dunia tak terbatas.
Yang terkait dengan gelar ini semuanya adalah petarung pemberani tak tertandingi di Ruang Dewa Utama, minimal sudah menjadi Prajurit Samsara bintang sembilan. Kesulitan memperoleh gelar semacam ini sungguh luar biasa. Bai Shuo yang pernah menyelamatkan enam miliar manusia hanya mendapat gelar bantuan 'Penjaga Ras Manusia'.
Secara ketat, gelar milik Bai Shuo hanyalah satu karakter 'Takdir'. Justru karakter inilah yang membuatnya benar-benar bingung.
Dengan bingung ia membuka kolom gelar di jam tangannya, akhirnya menemukan penjelasan gelar baru ini. Tapi hanya ada satu kalimat membingungkan:
"Menjelma Prinsip 'Jalan Surga dan Takdir', menganugerahkan Akhir Segala kepada semesta."
Setelah berpikir cukup lama, Bai Shuo hanya bisa memahami secara samar: "Takdir?"
Suara serak tiba-tiba terdengar dari tengkuknya: "Hei, bajingan! Jangan mencolek barang gua pakai milik gua... Gua bakal marah!"
Bai Shuo yang merasa situasi tak baik menoleh ke belakang, lalu melihat...
Liang Gongzheng memegang Jarum Dewa Samudra di tanah, dengan penasaran mencolek Sun Wukong yang tergeletak sambil menggaruk rambutnya terkagum-kagum: "Mirip banget sama gorila."
"Hei, gua beneran bakal marah nih!" Sun Wukong membelalakkan matanya, berharap bisa menakuti Liang Gongzheng.
"Hmm?" Liang Gongzheng jongkok penasaran, matanya juga dibelalakkan maksimal seperti dua orang yang sedang adu siapa bisa membuka mata lebih lebar, tak berkedip sama sekali saat menatap monyet itu.
Untuk pertama kalinya monyet itu merasakan kepasrahan total. Andaikan orang ini tiba-tiba tak muncul membantu barusan, pasti sudah dipukulinya pakai tongkat... Eh, tapi tongkatnya malah ada di tangan orang itu.
Akhirnya Sun Wukong yang sudah kehabisan akal hanya bisa terbaring di reruntuhan sambil mengerang pasrah: "Siapa bisa mengusir orang aneh ini..."
Bai Shuo berjalan tertatih mendekatinya, duduk berseberangan dengan Liang Gongzheng: "Lama tak jumpa, ke mana saja?"
"Sebenarnya tak terlalu lama. Cuma aku terus diajak main kartu sama si gay mati itu." Liang Gongzheng berhenti sejenak, menggaruk kepala dengan ekspresi kompleks: "DVD playernya masih ada?"
"Aku ingin pulang."
"Masih disimpan baik-baik. Jingmo yang menyimpannya, dijamin tak ada debu sedikitpun."
Bai Shuo tertegun sejenak, lalu tertawa bersemangat sambil menepuk bahunya: "Kalau kau kembali, aku akan menukarkan satu set perangkat 3D untukmu, itu bagus banget buat nonton film."
"Jangan bohong ya?" Liang Gongzheng tak percaya memegang tangan Bai Shuo: "Satu set lengkap? Bisa mainin game 'injak jamur' nggak?"
"Bisa juga main Roh Dou Luo." Bai Shuo menahan tawa, mengangguk serius: "Aku juga bisa ajari caranya nge-cheat 30 nyawa."
"Deh! Emang kau yang paling ngerti!" Liang Gongzheng menepuk keras bahunya sambil mengeluh pasrah: "Si gay sialan itu cuma ngasih PS3 buat ngebujuk, ngira aku nggak pernah main!"
