“Kamu sudah dewasa, tidak membutuhkanku lagi, jadi aku sangat sedih.” Liang Gongzheng pertama kali menunjukkan ekspresi sendu di depan Ma Liang, tertawa perlahan: “Tapi manusia selalu tumbuh dewasa, kamu sudah bukan anak kecil yang butuh perlindunganku sejak lama.”
Ma Liang melihat kondisi Liang Gongzheng, tiba-tiba menyadari apa yang akan terjadi, menggelengkan kepala dengan cemas: “Kakak Adil, tinggallah. Aku akan mengangkatmu sebagai Penasihat Kekaisaran. Asal kau setuju, seluruh dunia akan kubagikan untukmu.”
Di bawah sinar bulan, Liang Gongzheng menggeleng perlahan, siluetnya semakin samar, bagaikan kabut yang menyebar yang akan segera menghilang.
“Maaf, aku juga punya hal yang harus kulakukan. Lagipula, bagaimana mungkin aku merebut milikmu?” Untuk terakhir kalinya ia mengangkat tangan, menepuk bahu Ma Liang: “Jangan sedih. Karena kau menolak Kotak Sinar Bulan, aku akan mengganti hadiah lain, meski mungkin akan membuatmu pusing...”
Dalam keheningan, Liang Gongzheng berbalik perlahan, menuju tempat dimana sinar bulan paling terang, secara bertahap sirna:
“Selamat tinggal, Ma Liang.”
Ma Liang berdiri di tempatnya, keras kepala menolak mengucapkan perpisahan terakhir, tangan yang terulur ke depan akhirnya terjatuh tak berdaya.
Setelah cukup lama, suara sendu akhirnya terdengar.
“Selamat tinggal, Kakak Adil.”
Dunia yang hening dan kosong perlahan menghilang, dari tenggorokan Ma Liang akhirnya keluar desahan tertekan.
Dalam nyala lilin yang kembali terang, ia menundukkan kepala perlahan, bahunya gemetar, butiran air jatuh ke tanah tanpa suara.
“Kalian, mundurlah.” Ia mempertahankan ketenangan suaranya: “Kami, ingin menyendiri sejenak.”
Para pengawal yang seperti terbangun dari mimpi mundur dengan hormat ke kejauhan, hanya satu orang yang terakhir pergi menoleh dengan gelisah.
Seperti halusinasi, ia mendengar pemilik dunia ini sedang menangis.
Segera, ia mengusir halusinasi tersebut, menundukkan kepala dengan hormat dan diam.
Karena, Kaisar tidak mungkin menangis.
Tak ada yang tahu, aliran air mata itu disebabkan oleh kepergian orang yang selama ini membiarkan Kaisar menangis.
Untuk tidak kembali selamanya.
※※※
Di Gunung Bunga dan Buah yang telah pulih ke kejayaannya, tubuh Sun Wukong dipenuhi gerombolan monyet kecil nakal.
Mereka mencengkeram ekor Sun Wukong, bergelantungan di lehernya, atau menarik rambut di kepalanya, bermain dengan riang gembira.
“Kalian monyet kecil harus lebih serius!” Sun Wukong berusaha mengembungkan pipi dan melototkan mata, tapi tak ada efek yang memuaskan, monyet-monyet kecil malah semakin gaduh.
Pada akhirnya, bahkan Raja Kera Agung pun hanya bisa tersenyum getir pasrah, bergulat dengan gerombolan bajingan kecil itu untuk menunjukkan siapa Raja Kera Tampan sejati.
Setelah cukup lama, ia melepaskan monyet kecil yang masih bersemangat bermain di kepalanya, berbisik pelan: “Gua harus pergi, tapi sungguh berat meninggalkan kalian bocah-bocah kecil ini.”
“Dengarkan, setelah gua pergi, kalian jangan sampai mencoreng nama Raja Kera Agung gua, paham tidak?”
Sekelompok monyet kecil memandanginya dengan tatapan polos, lalu kembali bergulat dengan rekan-rekannya hingga berguling-guling.
Benar, mereka tetap tidak mengerti.
“Sudahlah, anggap gua tidak bicara.” Sun Wukong menggaruk kepalanya kesal: “Dasar anak-anak nakal, bahkan perkataan gua pun tidak didengar.”
Di sampingnya, seekor monyet kecil yang duduk tenang menarik-narik bulunya sambil menatap ke atas, tenggorokannya mengeluarkan suara berderit-derit.
Dengan hati-hati mengangkat monyet kecil yang baru lahir itu, Sun Wukong tiba-tiba tertawa lebar: “Rupanya ada juga yang paham.”
Cuit... cuit... monyet kecil itu mengibas-ngibaskan cakarnya sambil berseru.
“Kau juga ingin punya nama?” Sun Wukong tertegun: “Tapi... gua tidak bisa memberi nama.”
Monyet kecil itu mengerang kecewa dan meringkuk membentuk bola.
Monyet itu menggaruk dagunya dengan wajah kesulitan, akhirnya melihat jam di pergelangan tangannya, lalu berseri-seri menekannya dan menghubungi Bai Shuo: “Hei, kau bisa memberi nama tidak?”
“Memberi nama?” Bai Shuo yang sedang mempelajari diagram segel energi di perpustakaan istana langit mengangkat kepala bingung: “Untuk siapa kau memberi nama?”
“Tentu saja untuk pengikut-pengikutku...” Sun Wukong menaruh monyet kecil di kepalanya untuk diperlihatkan ke Bai Shuo: “Bantu buatkan nama yang gagah dong?”
“Dahi...” Bai Shuo juga tertegun di sana, memberi nama benar-benar bukan keahliannya.
“Sun Wufan...” Suara tiba-tiba terdengar dari sudut paling pinggir, berasal dari Liang Gongzheng.
Belakangan ini hatinya selalu murung, setiap hari berjuang melawan game Contra dan Super Mario di konsol merah-putih, saat ini tanpa mengangkat kepala menyebut nama yang terdengar aneh.
Bai Shuo yang pusing memikirkan nama, secara refleks mengangguk: "Hm, nama ini bagus, kita sebut Sun Wu... Tunggu! Namanya apa!?"
"Sudah begitu saja." Monyet itu memutus komunikasi sebelum Bai Shuo bereaksi, tertawa lebar sambil mengangkat bayi monyet di tangannya: "Sun Wufan, namamu Sun Wufan!"
"Mirip dengan nama gua, harus jadi monyet yang hebat ya!" Sun Wukong mengetuk kepala bayi monyet itu: "Mengerti tidak?"
Setelah mendapat jawaban positif, Sun Wukong menggantungkan Sun Wufan kembali ke dahan pohon, mengambil Ruyi Jingu Bang di sampingnya, lalu pergi sambil tertawa.
Saat turun dari Gunung Bunga dan Buah, ia melewati tempat dulu sering bermalas-malasan. Tumpukan buah-buahan di sana telah menghilang dimakan waktu.
Sebatang pohon persik tumbuh subur, dahan-dahannya penuh dengan persik merah terang.
Sun Wukong memetik sebuah persik, menggigitnya lalu tersenyum penuh kenangan: "Kali ini manis rasanya."
“Sampai jumpa.” Ia melambaikan tangan ke arah pohon persik itu, perlahan menjauh, dan menghilang di ujung jalan.
Setelah berpamitan pada guru, senior, dan monyet-monyet nakal itu, Sun Wukong kembali menjadi kera tanpa ikatan, memulai perjalanan baru.
Lama setelahnya, mungkin bertahun-tahun kemudian, orang masih mengingat era gemilang itu.
Perubahan dan pembaruan luar biasa di segala bidang, orang itu benar-benar mewujudkan janji saat penobatannya, mengubah dunia di tangannya setelah 20 tahun.
Zaman keemasan dengan pertanda baik surgawi dan kedamaian sejagat itu meninggalkan legenda-legenda untuk generasi penerus.
Dalam legenda: ada rusa sembilan warna membawa ganoderma untuk Junwang yang tekun, pelajar bertemu kembali gadis berbaju putih di tepi Danau Barat dalam gerimis, juga kisah pelajar compang-camping menginap di Kuil Lanruo...
Tepat di tahun itu, seseorang datang dari Suiye di perbatasan ke Chang'an, mengenakan pedang dekoratif, melantunkan puisi memukau, bersenandung dengan anggur.
"Dipanggil Kaisar pun tak naik kapal, menyebut diri dewa anggur semata."
Penyair yang dijuluki 'Dewa Turun ke Dunia' ini hanya tinggal beberapa tahun di Chang'an yang gemuruh.
Menolak hadiah Kaisar, ia hanya mengambil gerobak dan perahu, lalu menghilang ke perbatasan.
"Dulu seberkas jiwa Tai Bai bereinkarnasi, kini Sang Dewa Puisi akhirnya mewujudkan keinginan yang telah ditunggunya selama seribu tahun, berjalan di atas Bumi yang tak lagi membutuhkan penjagaannya dengan senyum penuh antisipasi."
"Pada akhirnya ia tak mengecewakan pria yang dulu memimpin istana langit maju selama ribuan tahun. Mungkin di saat mabuk berat, ia akan mengangkat gelas anggur ke arah bulan purnama, menuangkan secangkir anggur tipis untuk orang yang telah lama mati itu."
"Yang Mulia Kaisar, biarkan aku mewakili-Mu menyaksikan dunia manusia ini!"
Gulungan Penaklukan
