\"Dengan nama Penguasa 'Abadi' - Pembawa Langit, bukalah 'Istana Perang'!\"
Sayap besi bertulang-belulang mengembang dari punggung Prajurit Samsara, suara dingin seperti mayat hidup bergema: \"Bangkitlah! Prajurit Abadi! Yang Tak Tergulingkan yang Tertidur!\"
Gemuruh terdengar, di balik pintu perang seolah ada kekuatan dahsyat yang mendorong pintu ruang-waktu berat. Dalam suara parau dan melengking, pintu baja raksasa tiba-tiba terbuka.
Seiring perubahan situasi, Dewa Utama mulai mengubah lingkungan sekitar, memperluas arena pertarungan hingga akhirnya seluruh arena berubah menjadi dataran kecil.
Dan pandangan Bai Shuo telah tertarik pada aliran baja yang membanjir keluar dari pintu.
Benar, itulah yang sesungguhnya, sejati, aliran baja!
Seiring terbukanya pintu, ribuan bentuk manusia logam muncul di bawah sinar matahari. Mereka memiliki penampakan luar seperti manusia, menyimpan teknologi perang yang jauh melampaui dunia nyata, namun terlihat seperti arwah yang tersusun dari 'jenazah' dan 'tulang-tulang'.
Benar, arwah.
Arwah baja dari angkasa luar dan liang kubur!
Mereka adalah 'Fear the Dead' dari dunia Warhammer. Dibawah bujukan 'Keabadian', mereka mengganti tubuh rapuh daging-darah dengan badan logam hidup yang abadi. Esensi kehidupan digantikan oleh biomekanik, sementara rasionalitas mereka terserap oleh kebencian dan kecemburuan tak berujung terhadap makhluk hidup.
Kota-kota baja yang pernah menduduki planet-planet adalah kuburan mereka. Planet tak terhitung di Galaksi hancur karena kebangkitan mereka.
Mereka adalah 'Ahli Bela Diri Abadi', 'Gema Kebencian Tanpa Jiwa', 'Yang Tak Terhindarkan'...
Di bawah perintah 'Pangeran Makam', mata mereka menyala dengan cahaya hijau pucat yang sama. Arwah baja yang haus perang dan pembunuhan bangkit dari tidur panjang, melangkah ke dunia asing, mengeluarkan langkah kaki serempak bagai gemuruh Thunder!
Membawa ‘Pistol Gauss Pemisah’ dan ‘Pemancar Partikel’, roh baja yang kekar seperti raksasa bahkan menggendong senjata mengerikan bernama ‘Meriam Penghancur Tesla’ di luar baju zirah mereka.
Ahli seni bela diri roh angkasa dan yang abadi membentuk formasi sempurna, berjalan keluar dari pintu perang diiringi gemuruh petir. Niat membunuh yang dingin bagai ombak lautan mengunci Bai Shuo.
Ratusan ‘Pangeran Roh’ mengayunkan telapak tangan logam, terangkat ke udara oleh sasis pengusir. Mereka memandu pergerakan tentara.
‘Bahtera’ perang bernama ‘Hari Penghancuran’ perlahan muncul dari ruang angkasa seiring gerak pasukan, melayang di udara.
Membanjir keluar dari balik pintu – puluhan ribu? Ratusan ribu? Jutaan? Atau...
Pada akhirnya, jumlah musuh yang tak terbendung dan pasukan kerangka baja yang memenuhi cakrawala akan mencincang pertahanan psikologis semua lawan.
Siapapun musuhnya, bagi roh malang yang terikat pada tulang-belulang baja ini, perang antara yang hidup dan mati akan kembali dimulai – hingga berhenti saat kematian!
Seketika, Bai Shuo merasakan setidaknya ribuan senjata menguncinya. Peringatan aneh dari niat membunuh ini membuat bulu kuduknya berdiri bagai ditusuk jarum.
Di hadapan gelombang baja tak berujung, Bai Shuo perlahan mengangkat telapak tangan, pasrah menggaruk kepala: "Kau berani bandingkan jumlah pasukan?"
"Maksudku sebenarnya... soal jumlah pun aku tak takut!"
Dalam cahaya barrier yang tiba-tiba menyala, Bai Shuo berkata dengan serius dan khidmat.
Sebuah jari panjang menjulang sunyi dalam pandangan musuh tak terhitung, menunjuk ke langit.
Bai Shuo menarik napas dalam, dalam cahaya barrier yang menembus langit, membaca mantra: "Jiwa-jiwa, kembalilah! - Jalan Raksasa Pembunuh, terkembang!"
Sekejap jentikan jari, cahaya barrier yang murni ternoda menjadi merah darah mencekam!
Di bawah kaki Bai Shuo, cahaya bergelombang bagai lautan, dalam dan luas, membawa niat membunuh garang tak bertepi.
Persis di bawah kakinya, pasukan jenazah dan monster mengerikan muncul dari cahaya warna darah, mengangkat senjata dengan sorak dan tubuh masih meneteskan darah segar.
Hantu pemburu nyawa mengerikan berbaju zirah besi hitam menunggangi Chitu darah segar, menyeret tombak persegi raksasa yang tak utuh, maju dengan senyum dingin.
Sejauh mata memandang, kerangka baja tak terhitung bagai rumput!
Seluruh arena besar yang megah kini terbagi rapi menjadi dua dunia berbeda di bawah kekuatan kedua belah pihak. Satu sisi adalah 'medan perang kuburan' yang ditenun oleh kebencian para arwah baja, sementara sisi lainnya... adalah dunia merah menyemburat tempat Raksasa Pembunuh tak terhitung jumlahnya melangkah keluar dari lautan darah sambil tertawa riang!
Dalam cahaya warna darah yang bergelombang bagai lautan, monster-monster mengerikan tak terhitung jumlahnya membentuk formasi lapisan berbeda, melangkah keluar dari medan pertempuran abadi menuju panggung baru.
HELLSING yang mempersembahkan pesta dari anyaman darah segar dan pertarungan membunuh, 'Dynasty Warriors' yang meraih nama tak tertandingi melalui kepala musuh, keadilan hati, dan ambisi, 'ular raksasa tak tertandingi' tempat dewa dan iblis berkumpul, para pahlawan unik berlari kencang di padang gurun dunia...
Sepanjang perjalanan, Raksasa Pembunuh yang dikumpulkan Bai Shuo dalam Jalan Neraka terus berkembang dari dasar 'Raja Abadi - Alucard', menyatu dengan jiwa-jiwa pahlawan jendral perang yang gugur dalam 'Operasi Penumpasan Ular Besar', prajurit berpengalaman ratusan pertempuran, delapan ratus pejabat langit yang mengorbankan diri menjaga Dharma dari istana langit...
Jumlahnya telah mencapai tingkat yang membuat bahkan Bai Shuo sendiri terkejut, sementara hati yang penuh pertarungan abadi mereka telah berubah menjadi niat membunuh garang yang mengikis dan mentransformasi seluruh dunia menjadi 'medan perang' melalui tempaan pembunuhan tak berujung di Jalan Raksasa Pembunuh.
“Kumpulan Raksasa Pembunuh ini mendambakan pembunuhan dan perang, melampaui diri mereka melalui pertempuran tak berujung, mengukirkan prinsip ‘kuat memangsa yang lemah’ dalam jiwa mereka. Ada yang berpegang pada kebenaran, ada yang menyimpan ambisi, atau hanya memiliki keinginan polos untuk menghancurkan semua musuh hingga mencapai batas kematian. Di dunia Jalan Raksasa Pembunuh, mereka terus bertarung dan membunuh tanpa henti.”
Kini, Bai Shuo akhirnya membuka pintu raksasa merah menyala itu, mendambakan ‘pembunuhan baru, perang baru, dan kematian baru’. Para Raksasa Pembunuh menjawab panggilan, menanti dengan hati berdebar dan gejolak semangat yang tak terbendung untuk komando serangan dari ‘pendiri negara’.
Seketika, merah garang bagaikan darah segar menyapu bumi dan langit, memandang musuh dari atas seperti monster, menorehkan warnanya pada cangkang baja mereka.
Dalam sekejap, pertarungan dua pihak berubah menjadi pemandangan mengerikan dua pasukan yang berhadapan.
Di pusat Jalan Raksasa Pembunuh, dikelilingi formasi lapisan tak terbatas, pupil mata Bai Shuo seolah berputar aliran api keemasan. Pandangannya menembus benteng baja, menyaksikan wajah mengerikan musuh, lalu menggerakkan jarinya perlahan.
“Jangan buru-buru, belum selesai.”
Sepertinya menyadari perbedaan ketinggian dengan musuh, ia mengangkat kepala melihat benteng baja dan tiba-tiba berkata: “Posisi ini... agak terlalu rendah...”
“Kalau begitu tinggikan sedikit saja.” Bai Shuo tersenyum mengangkat telapak tangan, ruas jari saling bergesekan, suara nyaring terdengar menyebar dalam dunia yang hening:
“Jalan Hewan, Berkembang!”
Seketika, ringkikan naga-ular bergema dari kedalaman laut darah, membawa sifat garang dan keserakahan abadi, ular raksasa duniawi dari masa lalu pun sadar.
Lautan darah merah menyemburat langsung bergelora sepuluh ribu zhang, ular hitam mengerikan memanifestasikan diri dari barrier, muncul dari dasar lautan darah, mengangkat tubuh Bai Shuo dengan tengkorak raksasanya, menggelung dengan aura garang yang siap menelan langit dan bumi, memandang dari atas benteng baja menjulang di kejauhan.
Bayangan siluman tak terhitung muncul dari kedalaman laut darah, jumlah mengerikan Jalan Raksasa Pembunuh yang mencapai batas maksimal kini bertambah lagi, kali ini yang dipanggil adalah siluman mengerikan yang kelaparan!
“Cukup! Serang!” Auman baja mengguncang benteng, sang 'Pangeran Makam' Prajurit Samsara 'Pembawa Langit' yang emosinya membeku selama bertahun-tahun kini terguncang oleh hiruk-pikuk yang menggemparkan.
Dua pasukan berhadapan, jika semangat sudah sepenuhnya tertekan, itu menandakan datangnya 'kekalahan'.
Pembawa Langit yang sampai sekarang bertahan dengan legiun perang sangat paham hal ini, karena itu dia tak bisa lagi memberi Bai Shuo waktu, siapa tahu apa makhluk menakutkan lagi yang akan dipanggilnya?!
Dengan perintahnya, ratusan ‘Pangeran Arwah’ yang melayang di udara mengayunkan tongkat logam di tangan mereka, mengeluarkan perintah serangan di tengah pancaran energi spiritual yang ganas.
Tak ada auman rendah, tak ada ringkikan, hanya deru gesekan baja dan dentuman keras yang mengguncang bumi.
Bayangan ‘Pintu Perang’ tiba-tiba melebar lagi, arwah baja tak terhitung membawa berbagai senjata menyembur keluar, bergerak maju dalam derap langkah kaki yang menyatu dalam ritme yang sama.
‘Bahtera Hari Penghancuran’ yang melayang mulai terisi daya, Yang Abadi melangkah dalam kehampaan, kobaran api hijau pucat di mata mereka dipenuhi amarah dan kecemburuan tak berujung.
Pasukan Hantu Pengembara memulai lompatan ruang angkasa, seketika akan muncul dari dimensi paralel, menerobos kedalaman Jalan Raksasa Pembunuh, memulai pesta perampasan nyawa.
Meriam Raksasa Bahtera, pasukan hantu, laba-laba baja berat, pasukan arwah yang menyelimuti bumi, gelombang kumbang logam yang memenuhi langit - semuanya bergerak maju! Menggilas! Menyerang!
Berbeda dengan gemuruh lawan, formasi Raksasa Pembunuh tetap tenang bagai kehampaan, seolah aliran baja yang menyerbu hanyalah ilusi. Pandangan hantu pemburu nyawa di barisan terdepan masih tertuju pada satu titik udara di depan, tak bergerak bagai patung batu.
Hanya impuls dan hasil membara yang tiba-tiba bagai ombak lautan menembus langit, niat membunuh dan keinginan bertarung mematikan yang mengotori udara dan dunia dengan warna merah yang bisa membuktikan keinginan membakar dalam hati mereka.
Mereka sedang menunggu, menunggu sebuah suara.
Memandang dari atas dunia yang bergerak maju bagai tembok kota baja di kejauhan, Bai Shuo menunjukkan senyum dinanti sambil mengangkat telapak tangannya lagi.
Kali ini, gerakan tebasan ke depan bagai kapak, suara lantang dan bergelora menggema di dunia:
"Serangan!" Senyum tipis mengembang di wajah Bai Shuo saat menyatakan pada semua anak buah dan musuh: "Segala yang terlihat, hancurkan semuanya!"
Maka keheningan dunia pecah oleh sorak-sorai dan auman, kerumunan merah mengangkat senjata mengerikan yang tak utuh, ringkikan kuda perang, tawa dingin Raksasa Pembunuh, dan raungan jiwa-jiwa pahlawan!
Di hadapan serangan dahsyat bagai langit dan Bumi retak, mereka melangkah maju tanpa gentar, menuju medan perang di belakang halberd persegi raksasa yang diangkat hantu pemburu nyawa!
Disusul 6 juta gelombang jiwa Araya yang menyapu dari barrier, di inti badai dahsyat, Bai Shuo tertawa lebar membaca mantra:
"Jalan Dunia Fana - Takdir Surgawi!"
……
Di luar medan, pria yang memegang pisau buah mengupas apel duduk di tribun penonton, sambil santai menonton siaran langsung berbagai pertandingan dan terus memotong apel di tangannya.
Setelah apel di tangannya selesai dikupas sepenuhnya, barulah ia berbalik dan menyerahkan apel itu kepada gadis di sampingnya: "Mau makan? Manis lho."
"Tidak perlu, simpan sendiri." Gadis berwajah cantik itu memandangnya dengan ketidakpedulian: "Semoga kamu bisa menghabiskan seluruh kotak ini sebelum mati."
"Haha, bagaimana mungkin, pasti masih bisa makan beberapa kotak lagi!" Menanggapi perkataan gadis itu, Wu Dao dengan serius membantah hal yang bukan inti persoalan, lalu berkata: "Tidakkah kamu merasa seorang pria lembut yang mengupas apel untukmu adalah hal yang romantis?"
"Maaf, aku tidak tertarik pada paman paruh baya lajang yang semua anggota timnya sudah mati."
"Haha, memang si Sui Xiang dengan atribut lidah beracun yang paling imut." Wu Dao menggigit apelnya: "Lihatlah, Sui Xiang, itulah musuhmu."
Ia menyesuaikan pertandingan yang ditonton ke arena Bai Shuo, sambil menoleh penuh kekaguman: "Lihat, hebat kan? Pedang Kekuasaan Raja ada di tangannya lho, kekuasaan terakhir gurumu..."
Di bawah pandangan dingin dan penuh amarah Sui Xiang dari masa depan, Wu Dao kembali tertawa lebar, menepuk-nepuk gadis yang disebut 'rekan seperjuangan' tapi tertulis 'musuh' itu, lalu berkata menyemangati: "Semoga kamu bisa melihat kembali Kekuasaan Tuhan Langit Berbintang sebelum dibunuh sampai tak tersisa..."
"Tapi, kamu bisa mencoba membujuk Bai Shuo dengan perasaan dan logika untuk menceritakan urusanmu." Wu Dao menyarankan dengan serius: "Mungkin dia akan penuh haru mengeluarkan Pedang Kekuasaan Raja... lalu memotongmotongmu jadi daging hancur."
Dengan senyuman yang sangat cerah, Wu Dao mengucapkan kata-kata jahat dan dingin: "Lagipula kau adalah sisa terakhir garis keturunan Tuhan Langit Berbintang, kalau mati, bukankah Komandan baru kita akan sangat senang?"
Untuk pertama kalinya dia menunjukkan sisi jahat di hadapan orang lain, tapi justru penampilan seperti ini memberi kesan kontradiktif yang luar biasa.
Meski bahasanya kejam, jika disimak baik-baik, makna tersirat ucapannya jelas ingin menggunakan kekejaman ekstrem untuk membuat gadis itu menyerah dari tantangan sia-sia seperti belalang mencoba menghentikan roda kereta.
Mirai Honoka, gadis beracun dengan tinggi 1,56 meter, bintang Pisces dan ukuran payudara rahasia, Prajurit Samsara tingkat tujuh bintang, murid terakhir Tuhan Langit Berbintang sebelum kematiannya, serta penerus nominal Batalyon 【Maha Tahu】.
Meski Tuhan Langit Berbintang yang memilihnya sebagai magang belum sempat mengajarkan apapun sebelum terluka parah dalam pertarungan kelompok besar oleh Tuhan Kematian-Kehidupan dan 'Raja Sihir', akhirnya dibunuh secara licik oleh 'Penguasa Kekacauan' di takhtanya sendiri, menjadi Penguasa Takhta pertama yang jatuh.
Jadi secara teknis, Mirai Honoka hampir tidak mewarisi apapun dari Tuhan Langit Berbintang, hanya memiliki dasar yang diletakkan sang dewa dan gelar kosong belaka.
Entah mengapa Penguasa Kekacauan tidak mencabut rumput sampai ke akarnya setelah berkuasa, mungkin bagi Bayangan yang Merayap itu, bahkan musuh bebuyutan sekalipun bisa dimanfaatkan?
Jadi, Mikuho di masa depan bisa bertahan hidup, dan didorong oleh kebencian serta amarah, tumbuh hingga mencapai tingkat seperti sekarang.
"Kalau sudah memutuskan untuk menantang 'kalpa' itu, perhatikan baik-baik." Wu Dao menepuk bahu gadis itu dengan penuh makna, berbisik dengan hati yang tak diketahui apakah khawatir atau jahat: "Jika persiapanmu benar-benar matang, mungkin kau bisa sama-sama binasa dengannya..."
Seketika cahaya 'Bintang Salib Selatan' menyala, setajam mata pisau, kebencian tak tersamarkan di mata gadis itu menusuk Wu Dao, membuatnya berdesah dalam hati.
Tidak boleh seperti ini, gadis kecil... Jika kesadaranmu hanya sejauh ini, meski naik ke takhta sekalipun, kau hanya akan jadi boneka Komandan itu.
Bisa hidup dengan roh penuh sudah jadi kebahagiaan tertinggi, mengapa tak menghargainya? Balas dendam itu tak ada artinya, bukan? Mengapa kau tak mengerti?
Karena itu, dia memutuskan untuk mengobarkan api lagi.
"Oh iya," dia tiba-tiba berbalik di belakang gadis itu seolah baru teringat sesuatu, berkata dengan serius dan tulus: "Kali ini Komandan itu sepertinya hanya ingin menjadikanmu sebagai bidak catur untuk menguji kekuatannya. Jadi, sebelum kau digilas menjadi abu, berusahalah untuk menguji semua kekuatannya!"
"Dengan begitu kau bisa mati tanpa penyesalan, bukan? Seperti pepatah 'lebih ringan dari bulu angsa tapi seberat Gunung Tai', aku yakin kau adalah yang di tengah-tengah itu."
Seketika, ia melihat bahu gadis itu gemetar, berbalik perlahan, menggenggam setengah butir apel di tangan, pergi tanpa suara.
Di platform khusus untuk menonton【Batalyon Maha Tahu】yang kosong, air mata mengalir sunyi di pipi Mirai Honoka. Menggigit bibir, ia menunduk membiarkan poni dan rambut panjangnya menutupi penampilannya yang compang-camping.
Lalu ia melihat di sampingnya, sebiji apel yang telah dikupas rapi. Selembar kertas polos terletak di antara apel dan anak tangga, kulit buah yang dipotong dengan lebar dan panjang sempurna tertata rapi membentuk gunung kecil di tempat Wu Dao baru saja duduk.
Berusaha menahan desahan, ia ragu-ragu sejenak sebelum memungut apel itu dari tanah. Saat giginya menggigit, alisnya seketika berkerut.
Terlalu asam, sama sekali tidak enak.
Asam sampai terasa pahit, tapi pria itu menyantapnya dengan lahap. Mungkin bagi dirinya... inilah rasa sejati yang bisa dicicip dari kehidupannya?
Ringan seperti bulu angsa, berat seperti Gunung Tai... yang manakah dirinya? Wu Dao juga ingin tahu jawabannya.
……
Di arena pertarungan, perang telah memasuki fase penghabisan. Di atas Bumi yang ambang kehancuran, bertumpukan serpihan mekanik tak terhitung. Gumpalan daging dan darah bercampur dengan minyak hitam mesin, menciptakan warna-warna aneh yang menjijikkan.
Aliran baja yang memenuhi langit dan bumi telah hancur di hadapan monster mengerikan Jalan Raksasa Pembunuh. Gerombolan monster itu dengan penuh kepuasan memeluk musuh dalam sikap saling binasa, hingga tubuh mereka dan lawan berubah menjadi pecahan yang tak bisa bergerak lagi.
Kerangka baja yang membawa senjata teknologi beragam, bahtera penghancur yang terbang di udara... semuanya diseret ke neraka oleh gerombolan monster tak kenal nyawa itu.
Hingga gugur dalam pertempuran sampai orang terakhir, hantu pemburu nyawa yang babak belur itu masih tegak berdiri di atas reruntuhan baja sambil tertawa histeris. Bendera perang berdarah di tangannya berkibar-kibar dalam angin kencang.
Mereka adalah cap yang diukirkan Bai Shuo di Jalan Raksasa Pembunuh dengan mencontoh bayangan jiwa pahlawan, menyedot darah segar dan semangat bertarung dari medan perang. Satu-satunya makna eksistensi iblis-iblis hidup ini adalah bertarung hingga jari terakhir hancur menjadi lumpur.
