Di atas fragmen Bumi yang hancur, meski langit dan tanah pecah berkeping, medan perang tak pernah berhenti.
Prajurit dari berbagai dunia berkumpul membentuk kerumunan manusia yang bergelombang, tanpa henti dijadikan bahan bakar meriam di medan perang, berevolusi menjadi batu giling daging dan darah.
Cahaya panggilan terus-menerus menyala, legiun tak terhitung membentuk formasi lapisan, berjaga di sekitar Enam Tingkatan Tertinggi Menara Babel, mati-matian menahan serangan ofensif yang terus dilancarkan dari depan.
Aliran cahaya menyala-terang terus menyala dan padam, setiap kali berupa serangan intimidasi skala besar yang menyelimuti puluhan li. Dalam situasi dimana kekuatan tempur elite sudah sepenuhnya tak seimbang, legiun 【Cross】 terus mundur.
Meski menggunakan proyeksi Menara Babel, tetap tak bisa memperbaiki posisi inferior.
Hanya dalam hitungan menit puluhan Prajurit Samsara gugur, sementara jumlah legiun yang dipanggil sudah tak ada yang sanggup menghitung lagi.
Daging dan darah menyelimuti setiap inci Bumi yang hancur berkeping-keping. Jika bukan karena 'Sun Wukong' di luar angkasa yang masih menahan naga iblis bintang sembilan dengan gigih, tekanan berbentuk salib akan meningkat dua kali lipat lagi.
Sun Wukong yang membawa senjata lubang hitam terus menerus menciptakan riak merah darah di tengah formasi perang. Setiap penyebaran gravitasi mengerikan mengubah segala sesuatu menjadi hancuran yang terdistorsi.
Di depan barrier, Otolia yang telah menerima warisan dari Xiao dan sepenuhnya menjadi 'Ksatria Abu-abu' sejati, mengendarai kuda perang 'Jenova' dengan tubuh terselimuti 'Baju Malapetaka', menggunakan tombak iblis 'Fenrir' di tangan dan 'Pedang Tianqi' di pinggang untuk membantai semua musuh, berdiri bagai tulang punggung utama yang kokoh menghadang kerumunan orang.
Dengan tombak-pedang-zirah-kuda lengkap, Otolia yang telah membuka kekuatan tempur sepenuhnya benar-benar menjelma menjadi valkyrie 'Valkyrie' yang memanen nyawa di medan perang, menjelajahi wilayah kekaisaran tak terbatas dengan kuda perangnya.
Senjata Wilayah Dewa - 'Amarah' terbuka. 'Panah Shiva' di ujung jari Chen Jingmo menerjang dengan kegilaan bagai gelombang, membentuk kombinasi terbaik dengan Otolia berkat daya adaptasi tak tertandingi.
Setelah mendapatkan pasokan energi dewa tak terbatas, Chen Jingmo sepenuhnya memperlihatkan kengerian 'Senjata Wilayah Dewa' di hadapan semua orang.
Dalam pertempuran melawan Li Chunyang, ia berhasil mengatasi batasan sebelumnya yang hanya bisa memanifestasikan satu senjata. Kini, ia mampu mengubah kotak iblis 'Pandora' menjadi inti tak tergantikan yang mengendalikan semua Senjata Wilayah Dewa - 'iri hati', sekaligus menggerakkan semua senjata wilayah dewa yang diturunkan dari 'Delapan Pikiran'.
Ketika menyadari bahwa serangan berulang dengan 'amarah' tidak banyak mempengaruhi situasi, ia mulai mengganti mode serangan.
Yang muncul di tangannya sekarang adalah senjata berbentuk pedang-meriam - 'Ratapan'!
Alasan berbentuk pedang-meriam adalah karena bagian ekor pedang berat sepanjang 1 meter ini menampakkan lubang seperti meriam saat dibalik.
Cahaya darah merah menyala mengembang dari ekor setelah pembentukan ulang senjata, berubah menjadi laras meriam merah sepanjang 5 meter.
Mode meriam, penyebaran selesai.
Selanjutnya, adalah gelombang energi dahsyat yang menyembur darinya!
Sungai Kematian merah berubah menjadi aliran cahaya yang merampas nyawa segala sesuatu, menerobos medan perang, mencabik-cabik celah besar di kerumunan yang maju berulang kali.
Dengan penyebaran Sungai Kematian, seluruh darah di medan perang terkumpul menjadi cadangan energi tak terbatas, mengalir tanpa henti dari 'Ratapan'.
Di bawah efek 'Penggerak Jiwa' yang dibawa oleh 'iri hati', tembakan meriam berjarak 5 kilometer terus-menerus menghancurkan Bumi.
Di setiap tempat yang dilalui, segala benda terkoyak oleh tembakan meriam yang seperti cakar tajam, tanah gosong seketika dipenuhi jejak-jejak mirip cakaran.
Chen Jingmo dan Otolia yang sangat peka terhadap jejak aura kehidupan sengaja menyerang aura terkuat dalam kerumunan. Demonstrasi mereka diikuti orang lain, membuat Prajurit Samsara yang bersembunyi di legiun mendapat 'perlakuan khusus'.
Hanya dengan kerja sama beberapa orang, serangan Legiun Maha Tahu yang unggul terputus, situasi mulai berkembang menuju kebuntuan.
Di dalam Menara Babel, ahli barrier kelas dunia terus membangun barrier baru dengan mempertaruhkan nyawa untuk menahan energi dewa.
Enam Tingkatan Tertinggi di tangan Bai Shuo terus berevolusi dan dibangun kembali, membentuk pertahanan tak tertembus. Situasi medan perang sementara terkunci dalam stalemate.
Sayangnya, ini hanyalah ilusi semata.
Petarung terkuat lawan belum bertindak, sementara pihak kita sudah kewalahan. Bai Shuo di Menara Babel berkali-kali batuk darah, keretakan pada Roda Fu Dewa semakin jelas.
Jika tidak segera beristirahat, Bai Shuo pasti akan kehabisan tenaga hingga titik darah penghabisan.
Di langit, Dewa Api Iblis tersenyum mengerikan sambil mencincang atmosfer yang mulai sirna, menghantam Menara Babel bagai meteor.
Sekali serangan, semua pertahanan terakhir berbentuk salib akan dihancurkan!
"Eksistensi tak terhitung mengkristal menjadi api Hukuman Surgawi, bersama Dewa Api Iblis yang turun dari langit, menghantam barrier berbentuk lingkaran. Seketika Enam Tingkatan Tertinggi retak membentuk celah."
Di tengah teriakan keras ribuan orang, Dewa Api Iblis memegang Kobaran Kutukan Langit, tersenyum dingin turun dari angkasa:
"Erangan kesakitan terbaik, jeritan yang lebih putus asa!"
Boom!
Enam Tingkatan Tertinggi yang dibangun kembali hancur berkeping-keping di bawah energi dewa Sang Pelampau. Bai Shuo di Menara Babel menggigit gigi, bergemam menelan darah segar yang naik ke tenggorokannya.
"Ayo! Siapa takut! Laozi membunuh Sang Pelampau semudah menyembelih ayam!"
Ia berteriak, mengabaikan tubuh yang pecah, bersiap mencabut Pedang Kekuasaan Raja dengan kegilaan sama-sama binasa.
Di medan perang, ular raksasa duniawi 'Jörmungandr' menerjang dengan gelombang kematian tak berujung. Tubuh tanpa tandingnya sepenuhnya melingkupi Menara Babel. Tanpa menyerang, tapi memberikan tekanan tak tertandingi.
Dewa Api Iblis berlari kencang dalam darah-api, memegang Hukuman Surgawi tertawa lebar: "Putus asalah, berteriaklah, eranglah! Inilah suara yang pantas bagi medan perang!"
"Putus asa nenekmu tua!"
Pupil mata Bai Shuo berkilat merah darah, melepaskan diri dari ikatan Index. Dari dadanya mengeluarkan Moon Clock, bersiap terjun kembali ke medan tempur.
"Perlengkapan seperti ini tidak masalah? Kapten."
Suara tenang terdengar dari tempat yang jauh, masuk ke telinga Bai Shuo: "Butuh bantuan?"
"Liang Gongzheng?" Bai Shuo bersandar di dinding, tersenyum: "Sangat kuharapkan."
Di tepi medan perang yang jauh, Liang Gongzheng mengangkat kepala memandang arah Menara Babel, menyaksikan siluet yang dibelit aura kematian abu-abu kehitaman, berbisik: "Tugas mengalahkannya, memang harus kuserahkan padamu."
Mata Bai Shuo terbuka dengan susah payah, tiba-tiba ia tertawa rendah: "Ini adalah takdir yang kupilih saat mewarisi energi dewa, mana bisa kuserahkan ke orang lain?"
Liang Gongzheng mengangguk nyaris tak terlihat: "Kalau begitu, kuserahkan padamu."
Seketika, ia melangkah keluar dari alam Kekosongan, berjalan di medan perang. Segala pecahan batu dan darah segar yang dilaluinya hancur berkeping-keping tak kasat mata, terlempar ke langit lalu berubah menjadi awan hitam pekat dalam vakum yang dingin.
Sementara di permukaan Bumi, arena 'Turnamen Bela Diri' dari enam jam sebelumnya perlahan menampakkan wujudnya yang rusak.
Hampir bisa disebut reruntuhan, semua bangunan telah hancur total, hanya tersisa patung-patung batu yang terkubur dalam debu dan tanah.
Ia menatap wajah mengerikan patung batu itu, serpihan abu batu terus mengelupas dan beterbangan diterpa angin topan dari hisapan kosmos.
Shenlong yang tersegel dalam patung batu dan dilupakan semua orang akhirnya membuka pupil matanya lagi, memandang ke bawah pada pemohon yang seolah tak pernah bergerak dari posisinya, menunggu keinginan terakhirnya.
Liang Gongzheng mengangkat kepala, kedua telapak tangan perlahan membentang, di udara terpapar citra dalam Menara Babel, serta 'Bai Shuo' yang melayang di tengah hampa.
"Sudah siap? Selanjutnya..." suaranya bergema di telinga Bai Shuo.
Bai Shuo dalam citra itu tampak tertegun, kemudian menyemburkan tawa penuh pencerahan.
"Ha, jadi begini rencanamu?" Ia mengangguk sulit, menampakkan senyum keanehan: "Ayo, semuanya datang... Bagaimana tahu berhasil tanpa mencoba?"
Dalam Menara Babel yang terus berguncang, pola mandala di bawah kaki Bai Shuo membentang, Enam Tingkatan Tertinggi memperluas diri ke segala arah dengan esensi paling murni.
Berdiri di tengah hampa, Bai Shuo perlahan mengangkat kepala, rambut yang meresap semburat merah menyala berkibar di langit diterpa aliran deras energi dewa.
"Mari! Kalau kau percaya padaku sepenuhnya, akan kuperlihatkan!"
Persiapan? Hal semacam itu sudah tak diperlukan lagi.
Tapi, Liang Gongzheng... Langkah terakhir ini, teruskanlah hingga tuntas!
Di hadapan senyuman itu, Liang Gongzheng terdiam sejenak, lalu menunjukkan senyum penerimaan sebelum mengangguk perlahan.
Bai Shuo, kukenalimu sebagai kaptenku, dari awal hingga akhir.
Aku tak sanggup, tapi kau bisa. Jika itu dirimu, pasti berhasil.
Jadi, buktikanlah padaku!
Seketika, Liang Gongzheng mengangkat kepala, menyatakan permohonan terakhir pada dunia:
"Dengan mandala ini sebagai dasar, panggillah Menara Babel turun ke sini, tembus porosnya!"
Suara Liang Gongzheng bergemuruh di telinga semua orang, dalam arus kacau ruang-waktu yang tiba-tiba muncul, bisikan yang menggema ke seluruh dunia menyebar ke segala penjuru.
Di dalam Menara Babel, Bai Shuo melayang di udara, di bawah latar mandala berlapis-lapis, tertawa lebar sambil membentangkan lengannya: "Dengan ini sebagai wadah, manifestasikan 'Jalan Pendakian Dewa' yang mengatasi segel para dewa!"
Di ruang imajiner yang jauh dan tak terjangkau, Tuhan Sihir di medan perang tiba-tiba menunjukkan ekspresi terkejut.
Di sampingnya tiba-tiba muncul kitab kuno berdebu yang melayang, menara penembus langit pada sampulnya melepaskan energi sihir samar namun dahsyat berlapis-lapis.
Dengan pencerahan, memandang buku sihir yang telah menyertainya bertahun-tahun, Tuhan Sihir menunjukkan senyum.
"Jika memang berguna..." ujarnya perlahan sambil mengangkat buku sihirnya di udara, jari renta mengelus menara pendakian dewa yang tergambar dengan darah segar di sampulnya, "...ambillah."
Seketika, buku sihir yang ditulis dengan darah rekan seperjuangan dan dirinya sendiri dilempar tanpa ragu-ragu ke langit, meledakkan energi sihir dahsyat yang menerjang seluruh dimensi.
Dengan ini sebagai perantara, Menara Penembus Dewa yang sejati termanifestasi!
Sepenuhnya mengkhianati aturan yang ditetapkan Kehendak Akhir, kitab kuno itu menusuk langit, menghilang dalam badai dimensi berlapis-lapis.
Seketika, menembus nyata dan maya, Menara Langit yang menuju tingkatan tertinggi para dewa, Turun!
Cahaya api gemilang melesat menembus lapisan demi lapisan ikatan dimensi bersama permohonan Liang Gongzheng, jatuh dari langit!
Seketika menusuk bagai pedang panjang menembus segala penghalang, menembus proyeksi diri di dimensi ini, menusuk ke jantung menara dari lencana salib terbalik, menerobos ke bawah lapis demi lapis hingga lapisan terdasar.
Salib terbalik hitam berapi tiba-tiba membengkak, energi dewa dahsyat membuat seluruh dimensi terguncang.
Inilah 'Menara Babel' sejati yang menembus inti bintang dan membuka jalan menuju status dewa!
Energi dewa tak terbatas meledak dari tubuh menara, memanifestasikan lautan rune tak terhitung di langit, menerjang 10.000 li bagai gelombang pasang.
Di ruang inti terdalam, cahaya api tak terbatas menyapu ke segala penjuru. Index bertumpu pada tongkat sihirnya, menahan gempuran energi dewa mengerikan dan kobaran api ilahi, matanya membelalak melihat mandala di kedalaman cahaya yang perlahan pecah, dan siluet yang mirip jenazah tertembus pedang cahaya api.
"Bai Shuo!" Seketika ia memahami niat gila Bai Shuo, meneriakkan dengan seluruh kekuatan: "Berhenti naik! Apakah kau begitu... begitu ingin mati?!"
Samar-samar, pada wajah cangkang bagai reruntuhan itu, tersungging senyum tipis.
Babel, maknanya adalah kekacauan!
Pada seketika itu, 'Menara Babel' yang sejati: 'Kitab Segala Fenomena - Gulungan Kekacauan', berubah menjadi pedang cahaya api tak tertembus yang menusuk dari luar langit, menembus poros planet, melubangi inti terdalam Enam Tingkatan Tertinggi, sekaligus memakukan Bai Shuo yang berdiri di atasnya tanpa bisa ditolak!
Atau lebih tepatnya, dia dengan sukarela membiarkan diri ditembus oleh pedang Cross Terbalik yang menembus langit dan bumi serta melintasi alam dewa-manusia ini.
Hingga detik terakhir, dia tetap berdiri di pusat gravitasi 'kembang mandrake', dengan senyum keanehan penuh harap, membentangkan kedua lengannya, memeluk cahaya yang menembus segalanya ini.
Pedang Cross Terbalik yang Membakar yang terjalin dari rune-rune rumit dan aturan-aturan itu, setelah menembus lapisan ruang angkasa bertubi-tubi, langsung menusuk tengkorak Bai Shuo tanpa perlambatan sedikitpun!
Menembus raga, menembus jiwa, menggunakan tubuh Bai Shuo sebagai poros untuk menembus Enam Tingkatan Tertinggi, duri monster itu menusuk hingga ke kedalaman paling ekstrem.
Dengan ini sebagai poros, Bai Shuo dan Menara Babel dipaksa menyatu sepenuhnya, tak terpisahkan.
Seketika, energi dewa tak terbatas tunduk pada Bai Shuo, senjata raksasa yang menembus inti bintang menjadi tubuh barunya. Meski tanpa kendali Aaron, Menara Babel mulai berubah di bawah keinginan Bai Shuo.
Tapi satu-satunya konsekuensi dari tindakan ini adalah langsung dihancurkan oleh 'Kekuasaan Misteri' di intinya!
Seketika, tanpa ampun, tanpa pengecualian atau kemungkinan bertahan. Dari nyawa, eksistensi, jejak, hingga Fu Dewa—semua ditelan oleh kekuasaan misteri yang tak terbatas, berubah menjadi bagian yang tak mencapai sepersepuluh ribu darinya.
Di luar cahaya api, Index menatap kosong pada suara yang seakan terbuat dari tumpukan pasir, perlahan runtuh dan sirna. Suara rendahnya berdesahan, "Dasar menyebalkan, benarkah kau... ingin mati?"
Pada akhirnya, Bai Shuo mengangkat sudut mulut dalam senyum samar, seolah sedang menyampaikan sesuatu.
Seketika, cahaya api yang menyala-nyala mengandung 'Kekuasaan Raja' meledak dari cangkangnya, mengubah setiap molekul dalam tubuhnya menjadi abu.
Cangkang Bai Shuo sirna.
Membakar habis jasad dengan cahaya api, membersihkan jiwa dengan kekuasaan Raja.
Cangkang melayang seperti abu dalam cahaya api, hanya jiwa yang dipenuhi kegagahan seketika yang bertahan sementara dalam terjangan energi dewa.
Siluet manusia samar melangkah keluar dari cahaya api. Kegagahan merah menyala mengelilingi jiwa tanpa goyah oleh upaya breakthrough kekuasaan Raja, terkikis dengan cepat.
Melihat Index untuk terakhir kali, Bai Shuo mengangkat kepala. Dengan mata jiwa, ia menatap langit. Seketika, jalan keemasan terbentang dari cahaya tertinggi dalam keinginannya, hingga ke bawah kakinya.
"Inikah... Jalan Mendewasa?"
“Melihat jalan berapi di hadapannya, Bai Shuo menunjukkan senyum keanehan.”
“Kekuatan sejati Menara Babel, Jalan Mendaki Status Dewa.”
“Legenda mengatakan di zaman purba, ratusan magis berkumpul membentuk perkumpulan magis bernama 'Babilonia'.”
“Dengan target mencapai tingkatan tertinggi dewa abadi, mereka mengorbankan jerih payah semua makhluk hidup, akhirnya menemukan metode untuk mengubah orang biasa menjadi dewa.”
“Mereka mengerahkan budak dan ternak tak terhitung, dengan kata-kata memerintah gunung dan sungai, menggunakan energi sihir membangun menara 'kekacauan' putih murni.”
“Itu benar-benar keajaiban paling megah di dunia, menara putih murni yang megah melesat ke atas, hari demi hari merambat ke awan, menusuk Kerajaan Dewa.”
“Wahai para dewa, kami akan melangkah ke aula-Mu, berbagi Takhta-Mu, menciptakan cahaya kejayaan kami sendiri.”
“Para magis bersorak-sorai sambil membaca mantra demikian, bergerak maju menuju negeri dewa di ketinggian.”
“Akhirnya, karena kelancangan manusia biasa, murka ilahi turun.”
“Hari kemurkaan Dewa Tertinggi dimulai sejak pagi hari, kobaran api jatuh dari langit membakar menara, Thunder meledak keluar awan berubah menjadi pedang kegagahan ilahi yang membantai semua Pengkhianat.”
“Dalam dunia yang terbakar, menara 'kekacauan' penembus langit itu bererangan kesakitan sambil runtuh, Bumi pecah membentuk jurang dan celah, api neraka membakar dunia.”
“Kemudian hujan darah turun selama tujuh hari, puncak gunung tertinggi dunia pun tenggelam sepenuhnya, semua api pemberontakan akhirnya padam.”
“Demikianlah, Zaman Keemasan yang gemilang hingga menyamai para dewa pun mencapai penghabisannya.”
“Yang tersisa hanyalah sebuah bahtera yang terombang-ambing dalam angin topan dan ombak lautan, serta selembar perkamen kulit kambing yang ditulis dengan darah penuh amarah.”
“Niat pemberontak terdalam dalam jiwa manusia membuatnya bertahan, sementara jalan menuju puncak tertinggi tak pernah terputus!”
“Inilah mantra inti tak tergantikan Menara Babel, juga kekuatan terhebatnya - Jalan Mendaki Status Dewa yang termanifestasikan melalui api kemurkaan dewa dan kekuasaan Raja!”
“Jika melangkah ke dalamnya, seseorang bisa mencapai pintu dewa tertinggi, namun juga harus menanggung kobaran api murka ilahi dan kutukan.”
“Sejak Menara Babel berdiri, selain 'Tuhan Sihir', tak pernah ada seorang pun yang berhasil mencapai status dewa melalui metode ini.”
“Kini, jalan menuju keilahian telah terbentang di hadapan Bai Shuo.”
“Dia menatap Index untuk terakhir kalinya, menyungging senyum keanehan, tanpa lagi menyisakan rasa takut.”
““Yang tak terbatas meluap mengalir, seluas samudera, hanya cahaya di dasar laut yang tetap abadi!””
“Jiwa Bai Shuo berbisik mantra, mengingat siluet tubuh mencekam terakhir dalam ingatan, pemandangan mandrake yang menembus langit dan bumi, serta kegagahan yang menerjang alam semesta tak terbatas.”
“Sambil terus melantunkan, dia melangkahkan kaki sambil tersenyum ke jalan agung yang terbentang di depannya!”
※※※
“Saat cahaya api membara menyembur dari salib terbalik api hitam pekat, menerangi langit, sorak-sorai kegembiraan bergema di atas Bumi.”
““Perhatikan baik-baik, Guru!””
Liang Gongzheng mengangkat kepala, mengintai takhta bayangan di ruang imajiner, mengembangkan lengan di atas tanah gosong, tertawa histeris: "Ini kartu truf terakhirku!"
