Preman geng yang berhasil mendobrak pintu rumah Lucien melihat tidak ada reaksi dari dalam. Mereka masuk sebentar lalu keluar melapor ke bos mereka yang berwajah biasa dan tidak mencolok: "Kak Jacksen, tidak ada orang di dalam. Barang-barang rapi semua."
Jacksen tersenyum ramah: "Kami sudah buang banyak waktu mengorek informasi si bocah ini dari Pak Koen. Kukira kita akan terlambat. Hehe, meski Marg dan Andre bodoh dan tidak berguna, setidaknya mereka masih ada gunanya."
Anak buah geng di sekitarnya mendengar dia menyebut Mag dan Andre, seketika teringat pada sosok Mag yang merintih sambil memegang selangkangan. Tanpa disadari, mereka merasakan angin sepoi-sepoi menerpa celana. Sementara Andre yang berdiri di barisan depan diam-diam bersyukur. Jika bocah itu kabur membawa barang dan uang, nasibnya pasti akan sangat tragis. Tentu saja, dibandingkan Mag yang divonis dokter harus istirahat di tempat tidur selama seminggu, keadaannya pasti jauh lebih baik.
"Andre, kau masuk dan cari barang-barang mencurigakan," perintah Jackson.
Andre yang sedang berusaha menunjukkan kinerja baik segera masuk tanpa ragu.
Setelah beberapa menit, Andre keluar dengan ekspresi aneh sambil membawa banyak barang remeh-temeh: "Kakak Jackson, di peti anak ini banyak 'sampah'."
Lucien menghela nafas dalam hati, semua ini adalah barang-barang yang belum sempat diproses. Pada pandangan pertama, pasti langsung dikaitkan dengan sampah. Jika mereka juga tahu bahwa dirinya beberapa hari ini menjual barang di area pasar, maka dengan kecerdasan orang normal, pasti bisa menebak cara untuk menghasilkan uang.
Lagipula, sebagai orang yang sendirian dan takut ketahuan, barang yang dibawa pulang setiap kali sangat sedikit. Hanya bisa mendapatkan koin Fell yang tak berarti. Tapi jika Geng Aaron menguasai tumpukan sampah di tepi sungai, dengan personil mereka serta penguasaan atas area pasar, mungkin ini bisa menjadi "jalan" berpenghasilan besar. Dengan demikian, mereka pasti tak akan melepaskannya. Karena itu, dirinya harus mencari cara lain untuk menghasilkan uang.
Jackson melirik tumpukan "sampah" yang dipegang Andre, menggelengkan kepala dan mencibir: "Kurasa aku tahu dari mana dia mendapatkan Sertum. Ah, Gereja mengolahnya setiap tiga hari sekali, membuat kita tak pernah menyangka bahwa tumpukan sampah di tepi Sungai Berron menyimpan 'harta karun'. Sampah dari istana, distrik bangsawan, perkebunan luar kota, Asosiasi Musisi, Serikat Pandai Besi, Serikat Tentara Bayaran, semuanya dikumpulkan di tepi Sungai Berron. Heh, sampah di mata bangsawan, belum tentu benar-benar sampah."
Sebenarnya sejak mendengar dari Andre dan Magg bahwa Lucien pernah mengirim sampah Asosiasi Musisi ke luar kota, Jackson sudah memiliki dugaan ini. Kini hanya mendapatkan konfirmasi.
Setelah mengucapkan pernyataan ini, Jackson tersenyum ramah: "Terima kasih Lucien, kau telah memberi kami jalan baru yang berkilau oleh pesona uang. Jadi, mari kita ungkapkan rasa terima kasih kita dengan semangat - hancurkan semua barang di rumahnya, temukan uang tembaga Feil dan perak Nael untuk kalian sendiri. Siapa pun yang menemukannya nanti dan 'berterima kasih' dengan baik padanya, bisa datang padaku untuk mendapatkan hadiah besar."
Di mata Jackson, Lucien masih jauh dari level yang perlu ditugaskan orang untuk berjaga. Sebagai geng hitam yang terorganisir, disiplin, dan sesungguhnya, ada banyak urusan yang harus ditangani setiap hari - mana mungkin membuang waktu dan tenaga untuk orang kecil seperti ini.
Para preman bersorak gembira. Andai saja rumah Lucien tidak terlalu kecil dan terbatas daya tampungnya, mungkin mereka semua akan langsung menerobos masuk.
Denting-denting suara pecahan beruntun bergema.
“Dari suara yang terdengar, Lucien yang bersembunyi di dekat sana bisa menyimpulkan: ‘Guci pecah... Meja dihancurkan... Mereka mencari uang yang kusembunyikan...’” Lucien mengepal tinjunya, bergigi gemeretak dalam hati.
Namun Lucien juga menyadari, dengan belasan preman di sana, jika ia mencoba menghentikan mereka hanya akan berakhir dipukuli habis-habisan bahkan dibunuh. Maka sebesar apa pun amarah dan kekesalannya, ia harus menahannya.
Tanpa status sosial, kekuatan fisik, atau kemampuan, mustahil melawan bajingan-bajingan brengsek seperti mereka. Soal hukum? Dari kelancangan mereka saja sudah jelas, hukum takkan berpihak padanya.
“Penyihir itu takkan dibakar hidup-hidup kalau tidak mencuri tulang-belulang di pemakaman.”
“Karena sihir masih ada, makhluk kegelapan, bidah, dan sebagainya juga masih ada, kemungkinan besar masih ada tempat di mana sihir tidak terlalu didiskriminasi atau ditolak. Asal aku berhati-hati dalam mempelajari sihir, setelah memiliki kemampuan untuk membela diri, aku akan mencari tempat perlindungan yang sebenarnya.”
“Risikonya besar, tetapi imbalannya juga besar. Jika ingin kaya dan menikmati hidup, bagaimana mungkin semuanya berjalan mulus tanpa sedikitpun risiko? Bahkan dalam berdagang pun harus tahan terhadap pemerasan bangsawan dan preman, persaingan dari rival, sedikit kecerobohan bisa membuat bangkrut bahkan mati.”
Berbagai pikiran yang selama ini dipendam Lucien akhirnya menerobos sangkar, bergema dalam pikirannya bagai bujukan setan. Membuatnya sama sekali tidak mempertimbangkan: jika benar ada tempat aman untuk belajar sihir, mengapa penyihir itu masih datang ke Alto?
Berbagai pikiran dan keinginan bercampur dalam hati Lucien, namun sebelum dia memutuskan, tiba-tiba terdengar suara Bibi Elisa: "Apa yang kalian lakukan, bajingan-bajingan terkutuk?!"
Pakaian kotor dari Serikat Penenun baru bisa terkumpul jam sepuluh. Setelah mengatur Evan untuk memetik jamur di luar kota, Elisa belum sempat pergi ketika mendengar suara barang-barang dipecahkan.
Dengan sendok kayu panjang di tangan, dia melambai-lambaikannya sambil mendekati preman-preman Aaron, berusaha menghentikan perusakan pondok Lucien.
"Singkirkan dia," kata Jackson menunjuk Elisa.
Dua preman yang tak sempat masuk ke dalam rumah menyingsingkan lengan baju, mendekati Bibi Elisa dengan wajah garang untuk mengusirnya.
Tapi, mereka meremehkan kekuatan Bibi Elisa. Tangan yang bisa menyaingi serangan cakar beruang itu mengayunkan sendok kayu, menghantam dengan keras hingga preman geng yang berjalan di depan terhuyung-huyung dan menjerit kesakitan.
Jackson melirik ke sekeliling, segera dua preman lagi menyusul.
Meski Elisa cukup kuat, berbadan besar dan mengintimidasi, beberapa preman di hadapannya adalah jagal yang hidup dari kepalan tangan. Setelah beberapa kali menahan pukulan di bagian vital, mereka berhasil merontokkan sendoknya.
Pukulan keras menghantam bahu Elisa. Meski dilemahkan oleh lapisan lemak, itu tetap membuatnya menjerit kesakitan. Tapi dia tidak mundur, terus maju sambil berteriak, "Hentikan! Penjaga kota akan segera datang!"
Lucien yang bersembunyi di balik tembok tak jauh dari sana, setelah melihat Bibi Elisa dipukul, akhirnya tak bisa menahan diri dan menggerutu, "Apa aku ini bukan laki-laki?!"
Meskipun karena baru "mengenal" selama beberapa hari, perasaanku terhadap Bibi Elisa dan Paman Joel tidak terlalu dalam, tetapi saat ini Bibi Elisa dipukuli karena berusaha mencegah orang merusak pondokku, sementara aku bersembunyi dan tidak berani muncul. Ini benar-benar hal yang tidak bisa kuterima.
Oleh karena itu, Lucien mengepal tinjunya, melirik ke arah pondok, lalu menggelengkan kepala sambil mengumpat: "Bangsat!"
Kemudian dia melompat keluar, menargetkan Jackson yang hanya tersisa satu orang di sampingnya!
Dengan langkah berat dan cepat, Lucien yang tidak terlalu jauh dari pondok itu hanya membutuhkan beberapa langkah untuk mendekati Jackson, lalu menerjangnya dengan keras.
Baru saat itu Jackson bereaksi, wajahnya menunjukkan keterkejutan saat menoleh ke arah sini. Namun sudah terlambat baginya untuk melakukan apapun, Lucien menghantam tubuhnya dengan keras hingga terjatuh, kedua pria itu pun bergulat di tanah.
Lucien menggunakan tubuh dan tangan kirinya sekuat tenaga untuk menekan kedua tangan Jackson, mencegahnya mengambil pisau yang mungkin ada di tubuhnya. Sementara tangan kanannya berusaha sekuat tenaga meraih tenggorokan Jackson. Asal bisa memegang tenggorokannya dan mengendalikannya, situasi bisa sementara dikontrol.
Tapi Jackson bisa menjadi kepala geng Aaron bukan hanya karena kecerdikan dan kekejamannya. Dulunya dia juga berangkat dari tukang pukul, sehingga berpengalaman. Sambil berguling-guling mengambil posisi, dia menghindari kesempatan Lucien menjepit tenggorokannya. Tangan yang tertekan menggunakan siku untuk melakukan serangan beruntun ke tulang rusuk Lucien.
Tidak ada ruang untuk bergerak, pukulan siku tidak memiliki banyak tenaga, tetapi tulang rusuk sendiri adalah area yang relatif sensitif dan rapuh. Di bawah pukulan berulang Jackson, Lucien kesakitan sampai menggeram, namun Lucien yang pernah mengalami pukulan Gary tahu tidak boleh panik saat ini, harus bertahan. Karena itu menahan sakit dengan keras, akhirnya tangan kanannya menyentuh leher Jackson.
Tepat ketika Lucien hendak mencengkeram dengan keras, tulang rusuk kanannya sakit, seluruh tubuhnya terlempar dan jatuh berat ke tanah.
Dengan mengandalkan pengalaman yang kaya, Jackson akhirnya bertahan sampai preman geng di sekitarnya datang, kemudian menendang Lucien ke samping.
Sementara para preman di dalam rumah, para preman yang menghalangi Elisa juga masing-masing ada yang tiba di tempat.
Lucien baru saja hendak berdiri, hujaman kaki dan tinju bagai hujan lebat menghujani tubuhnya. Tak ada kesempatan melawan, ia hanya bisa dingin memeluk kepala dan melengkung seperti udang, melindungi organ vital sambil membiarkan bagian tubuh lain dihajar para preman.
Terpukul hingga berguling-guling di lantai, sakit yang menusuk jiwa menerpa. Tapi Lucien tetap mempertahankan ketenangan dan posisi bertahan. Jika tidak, nasibnya akan mengerikan seperti Mag yang ditendang di bagian vital.
Di saat itu, Lucien merasakan jiwa seakan melayang, mual ingin muntah. Segala sesuatu di sekelilingnya menjadi samar-samar, suara riuh rendah bagai film goyang yang tak nyata. Teriakan Bibi Elisa terdengar sayup dari dunia lain: "Lepaskan dia..."
Keputusan yang sebelumnya tertunda, akhirnya bulat di tengah situasi ini: "Harus kuasai kekuatan non-manusiawi dan luar biasa, meski itu Sihir!"
“Bahkan harus meminjam uang rentenir, aku harus mengumpulkan cukup uang untuk belajar baca-tulis dalam waktu singkat!”
Jackson melihat Lucien yang terkapar kesakitan, menggerakkan lengannya yang masih nyeri akibat terhimpit tadi, lalu menghujamkan dua tendangan keras. Kepada para preman bawahannya dia berkata: "Cukup, hentikan di sini. Pelajaran sudah cukup. Anak ini punya teman yang merupakan pembantu ksatria resmi Sir Wynn. Tak perlu sampai membunuhnya."
Jika harus membunuh hanya karena masalah sekecil ini, apalagi membunuh teman dekat pembantu ksatria, Geng Aaron sudah lama akan mengalirkan sungai darah di Alto. Namun kenyataannya, Geng Aaron bisa bertahan menguasai Kawasan Gerbang Kota dan sebagian Pasar justru karena mereka tahu batas. Jika tidak, para bangsawan, uskup, dan pastor – penguasa sejati Alto dengan kekuatan mengerikan – pasti sudah melenyapkan mereka. Bahkan kabar tentang hubungan terselubung Longsan Aaron dengan pejabat tinggi pun takkan menyelamatkan.
Para preman berhenti, berdiri mengelilingi Lucien dengan tatapan garang. Jackson memandangi Lucien yang hidungnya mengucurkan darah, mulutnya mengeluarkan darah, tampak linglung. Ia terkekeh, "Sebenarnya aku menghargai kecerdasanmu, tapi dasar anak muda, kau masih terlalu hijau. Hmm, soal urusan luar kota, harap kau jangan serakah lagi. Jika tidak, bukan sekadar dipukuli, yakinlah Marg pasti sangat ingin berdiskusi tentang kehidupan denganmu."
Urusan mengontrol tumpukan sampah di pinggir sungai jelas tak bisa ditutup-tutupi, jadi Jackson tak pernah berniat menghabisi saksi.
Setelah berkata demikian, Jackson melihat Lucien yang wajahnya berlumuran darah menatapnya, menjawab dengan suara serak dan singkat: "Baik."
Ini menimbulkan perasaan aneh dalam diri Jackson, tapi dia tak terlalu memikirkannya. Ia memanggil para preman untuk membawa barang-barang yang belum sempat Lucien urus, serta 45 koin tembaga Fer yang disita dari tubuhnya, lalu pergi dengan penuh kemenangan.
