Wajah Andre telah membusuk parah, bau busuk kasar menyebar di udara, masih bisa terlihat sisa-sisa ketakutan dan perjuangan sebelum kematiannya.
Namun selain itu, Lucien tidak menemukan benda atau jejak apapun yang terkait dengan kematian misteriusnya.
"Apakah ini ada hubungannya dengan gerak-gerik Geng Aaron yang belakangan ini tidak mencolok?"
Setelah merenung beberapa menit, Lucien mengambil kain lap untuk membungkus tangannya, lalu menekan mayat Andre ke dalam air dengan kuat. Meskipun tidak tahu bagaimana sebelumnya mayat itu tersangkut di kawat berduri, tapi kali ini tidak akan ada keberuntungan seperti itu.
Mayat Andre mengikuti arus sungai bawah tanah, melewati kawat berduri dan terhanyut ke Sungai Belen. Tentang siapa yang akan menemukannya nanti, itu sudah di luar kendali Lucien.
Setelah melemparkan dompet dan kain lap ke dalam sungai bawah tanah, Lucien berdiri dan berbalik arah. Namun kali ini, Lucien tidak mengambil jalan yang sama saat datang. Di persimpangan sekitar dua puluh meter, dia mengubah arah untuk menghindari bertemu lagi dengan kelompok pengemis. Menurut perbandingan rute yang pernah dilaluinya, jalan ini akan melewati reruntuhan laboratorium sihir penyihir dan kembali ke pintu masuk selokan tempat dia masuk.
Setelah berbelok di persimpangan dan berjalan beberapa meter, tiba-tiba Lucien mendengar suara langkah kaki berat.
Langkah-langkah itu tidak beraturan dan tidak seimbang, bergema begitu jauh dan jelas di dalam selokan yang sunyi dan tertutup. Seolah ada sekelompok besar orang yang mendekat dari kejauhan, dengan beberapa di antaranya memiliki berat badan yang luar biasa besar sehingga menimbulkan efek langkah yang sedemikian berat.
Lucien menegakkan punggungnya, melirik ke kiri dan kanan lorong yang dilaluinya. Tak jauh di depan, ia menemukan sebuah ceruk. Meski tidak cukup besar untuk menyembunyikan tubuhnya, selama orang-orang yang mendekat tidak memeriksa secara detail, tempat ini tidak akan terlihat dari luar.
Menempelkan punggung rapat-rapat ke dinding, Lucien menunggu beberapa menit. Akhirnya rombongan itu lewat.
Mungkin karena selama ini terlalu lancar tanpa masalah, rombongan ini hanya melirik sekilas ke arah lorong persembunyian Lucien sebelum melanjutkan perjalanan.
"Cepat lempar mayat-mayat ini ke bawah. Semoga Tuhan memberkati, biar mereka cepat dimakan ikan paruh runcing." Suara berat bergema di saluran pembuangan yang tertutup dan sunyi. Namun cara bicaranya terdengar sengau, membuat banyak pengucapan kata menjadi tidak jelas.
Lucien awalnya berniat mengambil kesempatan ini untuk pergi, tapi suara itu membuatnya mengerutkan kening: "Kok terdengar familiar, siapa ya?" Pikirannya mulai mengingat-ingat setiap orang yang pernah ditemuinya.
Kemudian suara familiar Lucien lainnya terdengar: "Kenapa pengumpulannya lambat sekali, jangan sampai mengacaukan urusan besar."
"Itu suara pria tua yang mencoba menyebarkan agama." Suara kedua ini langsung dikenali Lucien karena baru saja mendengarnya belum lama ini.
Suara pertama terdiam sejenak, menjawab dengan sedikit ketakutan: "Tenang, dalam sepuluh hari pasti terkumpul, Bos Aaron sudah memerintahkan untuk mengorbankan apapun."
Aaron, Longsan Aaron?
Lucien langsung teringat pemilik suara pertama, Jacksen yang pernah membawa orang merusak rumahnya dan dipukuli bersama John. Cara bicaranya yang pelo akibat kehilangan beberapa gigi karena pukulan Lucien: "Tapi sepertinya Geng Aaron bukan korban, malah seperti kaki tangan kultus sesat. Andre mungkin dihabisi karena menolak menuruti perintah."
Si tua pengkhotbah itu tersenyum seram: "Tolong sampaikan ke Tuan Aaron dan sang 'itu', selama kalian bekerja sama sepenuh hati, kami pasti tak akan mengecewakan. Jangan lihat aku tak punya kekuatan, di bawah cahaya Tuhan, aku hanyalah cacing paling hina. Beberapa imam kami sekuat Uskup kultus sesat Kebenaran. Kalau bukan karena perlu mempertahankan 'itu', kami tak butuh bantuan kalian."
"Baik, akan kusampaikan ke Bos Aaron," jawab Jacksen dengan nada datar.
Setelah beberapa kali bunyi "plung", seseorang berbicara dengan suara gemetar: "Tapi, Kak Jacksen, mencari orang yang hilang tanpa menarik perhatian itu sulit. Dalam 10 hari, mustahil mengumpulkan 50 orang. Entah ke mana pengemis di selokan ini pergi, selain yang termasuk kelompok kalian, tak satu pun bisa ditemukan." Kalimat terakhir ditujukan pada orang tua pengkhotbah.
Orang tua pengkhotbah itu terkekeh: "Tentu saja hanyut ke Sungai Belen, menjadi santapan ikan gabus berparuh runcing."
Jacksen menarik napas pelan: "Skar, jangan khawatir. Bukankah Bos Aaron sudah bilang, apapun akan dikorbankan. Selama kita tidak mengganggu bangsawan, pastor, dan kalangan atas, meski menculik orang lain, dia akan selesaikan dengan semua koneksi dan sumber daya."
"Bos Jacksen, sudah ada target?" tanya Skar dengan ragu-ragu.
Jacksen menyeringai dingin: "Scar, kau sudah melihat dan melakukan begitu banyak hal, masih ingin mundur? Jangan lupa Andre! Soal target, hmph, pipiku masih terasa sakit. Dua bocah brengsek itu dan seluruh keluarganya, tidak boleh dilepaskan!"
Mendengar ini, Lucien hampir tidak bisa menahan amarah. Jacksen yang dendam akan masalah sepele, bahkan ingin mencabut nyawanya dan keluarga Bibi Elisa. Sungguh kejam.
Namun segera Lucien mengendalikan amarahnya. Orang aneh seperti ini sudah sering didengarnya - demi beberapa koin atau cekcok mulut bisa membunuh seluruh keluarga: "Untunglah kudengar. Kalau tidak, aku dan John mungkin bisa menghadapi, tapi Paman Joel, Bibi Elisa, Evan pasti tidak akan selamat."
“Ini harus diselesaikan secepat mungkin.” Lucien merenung dengan tenang, mulai berniat untuk membunuh. Jika membiarkan Jacksen dan kawanannya kabur dari selokan, ke mana dirinya harus mencari mereka? Saat itu terjadi, dirinya tak mungkin bisa berada di dua tempat sekaligus untuk melindungi keluarga Joel. Siapa tahu kapan dan di mana Geng Aaron akan menyerang. "Asalkan membunuh mereka semua, anggota Geng Aaron lainnya takkan mengganggu kami tanpa alasan. Dengan waktu yang tersisa, aku bisa membuat alasan untuk diberitahukan kepada John, agar melalui Sir Wynn masalah sekte sesat ini bisa diselesaikan."
Nantinya, Lucien cukup memberitahu John bahwa dirinya tak sengaja mendengar seorang pengemis menyebarkan ajaran penghinaan terhadap dewa. Pengemis yang tinggal lama di selokan itu akan meninggalkan jejak jika Gereja atau para Ksatria melakukan penyelidikan menyeluruh di selokan. Mengenai alasan yang dibuat-buat, toh semuanya akan mati tanpa jejak sehingga tidak akan ada bukti yang tersisa.
Jika Lucien tidak bertindak sekarang dan langsung melaporkan melalui John, begitu pendeta tua dan para pengemis sekte sesat itu tertangkap, mustahil baginya menjelaskan keberadaannya di selokan.
Lucien semakin tenang, meraba-raba kantongnya untuk memastikan bahan mantra mudah diambil. Memanfaatkan suara percakapan mereka sebagai penyamaran, ia melangkah pelan ke sudut sambil mengintip dengan hati-hati.
Mereka total berjumlah sembilan orang.
Jumlah mereka terlalu banyak. Lucien tidak memiliki keyakinan penuh bisa membunuh semua, bahkan berisiko dibunuh bersama-sama. Tapi kini tak bisa mundur, harus tetap tenang dan mengambil risiko.
※※※
Ska dan dua rekannya melemparkan karung berisi mayat terakhir ke sungai bawah tanah, lalu gemetaran mengaduknya dengan tongkat panjang agar bisa melewati lubang besar yang sengaja dibuat di kawat berduri. Karena campuran perasaan takut, ngeri, dan penyesalan, ketiga preman geng itu tak henti berdoa dalam hati kepada Tuhan Kebenaran, bahkan tak berani menatap mayat itu sebentar pun, seperti menghindari wabah.
Meski mereka semua adalah bajingan yang pernah membunuh, tindakan mencabut jantung manusia hidup-hidup tetap tak bisa mereka terima.
Melirik pria tua pengkhotbah yang misterius dan seram, Ska menahan gemetar di hatinya: "Kakak Jacksen, urusan sudah selesai. Lebih baik kita cepat pergi. Katanya di Sungai Belen banyak hantu air, jangan-jangan masuk ke sini..."
"Baik." Jacksen menatap pria tua pengkhotbah, "Munculnya hantu air di Sungai Belen, apa ada hubungannya dengan kalian? Soalnya sudah banyak mayat dibuang ke sana, waktunya juga cocok."
Pria penginjil menggelengkan kepala: "Kami tidak ingin membuat kegaduhan lain sebelum misi berhasil. Alto adalah pusat barat Kekaisaran Sihir kuno, mungkin ada pancaran energi kematian yang kuat di suatu tempat di Sungai Belen. Intinya, sekte sesat Kebenaran belum menyadari kami."
Jacksen baru saja hendak memerintahkan anak buahnya pergi, tiba-tiba melihat ekspresi ketakutan di wajak Skatha. Dari belakang terdengar suara aneh, serak, pendek namun mendesak.
Skatha melihat, di depan matanya - sekitar dua puluh meter di belakang Jacksen dan pria penginjil, di sudut lorong berdiri siluet hitam yang diam. Hanya separuh tubuh dan wajahnya yang terlihat, samar-samar diterangi cahaya fosfor lumut, memancarkan aura suram, misterius, dan menyeramkan yang sangat kuat.
"Ada hantu di selokan!" Ini adalah ketakutan yang selalu dipendam Ska sejak terlibat dalam ritual pengambilan jantung hidup-hidup oleh sekte sesat - takut dibalas dendam oleh arwah penasaran dan roh orang mati. Namun ia tidak berani meminta pemurnian dari Sekte Kebenaran. Kini, di lingkungan tertutup dengan pencahayaan redup, tepat setelah membuang mayat, semua ketakutan Ska meledak hingga membuatnya membeku di tempat, anggota badan lemas tak berdaya.
Saat Ska melihat siluet hitam itu, sosok misterius nan aneh itu mengangkat tangan kanannya. Debu-debu berpendar menyebar ke segala penjuru, sementara dari mulutnya keluar suku kata aneh yang tidak seperti suara manusia.
Jacksen dan Pria Tua Pengkhotbah langsung berbalik arah setelah mendengar suara itu, menemukan siluet hitam yang menyeramkan. Namun sebelum sempat berlari dua langkah, cahaya di sekitar mereka tiba-tiba padam secara misterius.
“Kegelapan total, tak bisa melihat apapun kecuali si tua penginjil yang masih tenang. Jacksen, Scar, dan yang lainnya dilanda ketakutan ekstrim, mengayunkan pisau belati mereka sembarangan agar tak ada yang mendekat.
Namun lorong itu sendiri sempit, dan mereka berdiri berdekatan. Ayunan liar itu segera mengenai seseorang, membuatnya menjerit kesakitan.
Jeritan itu semakin memicu ketakutan Jacksen dan kawan-kawannya. Terperangkap dalam kegelapan misterius yang mencekam, jeritan sesama membuat mereka semakin panik akan keselamatan diri. Pisau belati pun diayunkan lebih ganas.
"Larangan Cahaya", sihir informal yang menciptakan area gelap seluas 6 meter persegi. Sumber cahaya biasa tak mampu meneranginya. Pada tahap magang sihir, efeknya bertahan satu menit.
“Tenang, tenang, Ou!” Meski si kakek penginjil bahkan tidak mencapai level calon pastor, hal itu tidak menghalanginya mendengar para imam menyebutkan beberapa pengetahuan dasar tentang sihir dan sihir ilahi. Kegelapan aneh ini pasti dibuat oleh orang misterius itu. Pertama, jangan panik. Kedua, perintahkan orang untuk menyerang ke empat arah – kegelapan ini pasti tidak bisa mencakup area terlalu luas. Namun teriakan tenangnya baru saja keluar, tiba-tiba ditikam oleh Jacksen yang panik dengan pisau belati, membuatnya menjerit kesakitan.
Dalam hitungan belasan detik, di dalam kegelapan, dua orang telah tertusuk di titik vital dan roboh. Beberapa lainnya mengalami luka ringan hingga parah di tubuh mereka.
Empat orang termasuk Ska berlari ketakutan ke arah belakang – menuju saluran masuk air. Tapi mereka tidak tahu bahwa dari lokasi mereka saat ini sampai kawat berduri, semuanya tertutup kegelapan.
Jacksen, si kakek penginjil, dan seorang preman geng lainnya justru berlari ke depan – mengejar orang misterius itu.
Karena tidak bisa melihat jalan dalam kegelapan, baru berlari dua langkah dan belum sempat melihat cahaya, seorang pengemis dan seorang preman geng langsung terjatuh ke sungai bawah tanah, menimbulkan suara "plung".
Dan pada saat itu, suara aneh yang menyeramkan itu kembali terdengar.
