Suara Lucien terdengar seperti berasal dari dalam jurang, menjawab dengan gemetar: "Pierreau, apakah kau melihat tiga wanita yang bersama Nyonya Sylvie?"
Sekarang saat mengingat kembali, Lucien menyadari dirinya tak bisa mengingat wajah kedua wanita itu dengan jelas. Hanya tatapan penuh canda dari wanita bertopi hitam yang menoleh terakhir kali, serta pupil biru gelap yang menakutkan dan berbahaya, masih terpatri dalam di benaknya.
Kekuatan dahsyat seperti ini hanya pernah Lucien temui dalam berbagai novel fantasi di Bumi. Untungnya mereka tidak berniat menyakitinya, kalau tidak mungkin jiwanya sudah hancur hingga mati, atau kesadarannya lenyap menjadi idiot.
Pierreau menggelengkan kepala, menandakan dia tidak melihat, tapi dia segera menebak kemungkinan yang dialami Lucien, lalu menghela napas: "Nyonya Sylvie berteman baik dengan banyak putri bangsawan. Mungkin kamu melihat salah satunya, itu seorang ksatria yang telah membangkitkan kekuatan darah. Karena kamu menatap tak sopan ke kaki Nyonya Sylvie, dia sedikit menekanmu dengan aura-nya."
"Ah, sayang Nyonya Sylvie berasal dari kalangan biasa. Jika tidak, mungkin dia sudah menjadi istri seorang bangsawan. Tapi dia juga bukan target yang bisa kita harapkan, kita yang bahkan belum lulus ujian musisi. Kecuali jadi musisi sehebat dia, atau musisi terkenal yang akan tercatat dalam sejarah, musisi agung!"
Sejak kemunculan Ksatria pertama, setelah akumulasi waktu yang tak terhitung, manusia menemukan bahwa meskipun manusia tidak mungkin seperti makhluk kuat seperti Naga, di mana keturunan mereka akan semakin kuat seiring bertambahnya usia, kekuatan darah harus melalui latihan dan usaha keras untuk dapat terpicu. Namun jika dua Ksatria atau keturunan Ksatria menikah, anak mereka biasanya lebih mudah memicu kekuatan darah dibandingkan orang biasa.
Kekuatan adalah jaminan status. Selama ratusan tahun terakhir, para bangsawan demi keturunan mereka selalu memilih untuk menikah dengan bangsawan berdarah unggul atau keturunan Ksatria. Kecuali beberapa tokoh seperti Romeo yang rela mengorbankan segalanya demi cinta, hampir tidak ada kasus pernikahan dengan perempuan biasa.
Tanpa menghiraukan keluhan Pierreau, Lucien berasumsi dalam hati: "Dibandingkan dengan Sir Wynn yang pernah dideskripsikan John dan kusaksikan sendiri, dua wanita itu mungkin lebih kuat. Jangan-jangan... Putri Natasha yang disebut-sebut sebagai teman Nyonya Sylvie? Dan wanita paruh baya yang menakutkan itu pastilah pengawalnya yang kuat?"
Natasha hanyalah selangkah lagi menuju Ksatria Langit tingkat enam. Wajar saja jika pengawalnya minimal juga memiliki kemampuan setara Ksatria Langit.
Namun setelah menganalisis, Lucien tersenyum kecut: 【Untuk apa aku memikirkan ini? Peduli amat dengan putri atau jagoan, apa hubungannya denganku.】
Pierreau di sampingnya, setelah menghela napas, tiba-tiba melontarkan: "Lucien, belajarlah piano dengan tekun. Meski takkan bisa mengalahkanku, ingatlah: hanya musik yang benar-benar menjadi milikmu sendiri."
※※※
Lucien yang kelelahan mental berjuang bertahan sampai siang, menolak ajakan Pierreau untuk makan siang bersama dan berlatih alat musik di ruang piano lantai empat, memilih pulang untuk menambah waktu tidur sejam.
Saat turun perlahan lewat tangga, Lucien melihat Alena sedang berbincang riang dengan pria muda berambut pirang mengkilap yang mengenakan pakaian bangsawan mewah, bertubuh tinggi dengan fitur wajah yang tajam dan tampan.
Seolah melihat kedatangan Lucien, bangsawan muda itu dengan penuh wibawa tersenyum berpamitan pada Alena, lalu melewati Lucien sambil menaiki tangga.
Lucien yang sudah cukup akrab dengan Alena bercanda: "Alena, apa itu orang yang kamu sukai?"
Alena mengusap wajahnya, menoleh ke arah tangga, dan setelah melihat bangsawan muda itu sudah naik ke lantai atas, barulah berbisik pelan, "Mana mungkin dia orang yang kusukai. Itu adalah McAnz Griffiths, playboy terkenal di Asosiasi, murid anggota dewan Othello, dan ahli waris kedua keluarga Griffiths. Oh iya, dia sepupu Loth, teman sekelasmu Lucien. Ahli main harpsichord dan biola. Aduh, senyum palsu ini bikin pipiku sakit semua."
"Kenapa harus senyum palsu? Tidak bisakah sekadar menyapa dengan sopan?" Lucien yang awalnya hendak pergi setelah bercanda, menjadi penasaran dengan jawaban Alena.
Alena berkata dengan rasa jijik yang mendalam: "Karena kelakuannya yang tidak pantas, reputasinya di kalangan pribadi sangat buruk. Beredar kabar pernah ada gadis biasa yang menolaknya beberapa kali, akhirnya dia... Bagaimana mungkin gadis biasa seperti kami bisa menghadapinya? Untung dia orang yang cukup sombong, merasa pesona dan statusnya tak mungkin ditolak gadis mana pun. Selama kita tidak memprovokasinya, tidak bersikap dingin, membuatnya merasa istimewa dan ingin menaklukkan, tidak ada masalah. Lagipula dia sangat sibuk, sering dikelilingi banyak gadis naif yang haus pengakuan. Mana ada waktu khusus memperhatikan gadis biasa."
Hak istimewa bangsawan di dunia ini terutama sangat kuat.
"Tapi Alena, caramu ini hanya menghindari bahaya sementara. Jika suatu hari dia tiba-tiba tertarik, bukankah kamu dalam bahaya? Emosi dan pikiran setiap orang bahkan tak bisa dikendalikan oleh diri sendiri." Lucien berkata dengan sedikit kekhawatiran.
Alena menggelengkan kepala dengan pasrah: "Hanya bisa bertahan hari demi hari. Tapi dia datang ke Asosiasi dengan jadwal teratur, kebanyakan situasi bisa dihindari lebih awal. Casey, hmm, dia sudah tidak tertarik pada Casey, malah takut Casey mengejar-ngejarnya. Hehe, orang seperti dia yang berpotensi mewarisi gelar bangsawan, mana mungkin menikahi gadis biasa?!"
"Kalau begitu masih lumayan." Lucien mengangguk, "Lagipula dengan usiamu, paling dua tiga tahun lagi akan menikah."
Dari obrolan sebelumnya, Lucien tahu Alena dua tahun lebih tua darinya, hampir dua puluh tahun. Di Alto, bahkan di kalangan rakyat biasa dunia ini, itu termasuk pernikahan terlambat. Saat dia menikah dan punya keluarga sendiri yang harus diurus, pasti akan mencari pekerjaan yang lebih ringan, tidak perlu kerja dari pagi sampai malam.
Alena mendengar kata "pernikahan", tiba-tiba menghela napas penuh kesedihan dan keraguan: "Lucien, menurutmu setelah melihat begitu banyak anggota kelas atas yang berwibawa di Asosiasi, menyaksikan kehidupan mewah mereka, dan bertemu dengan musisi-musisi muda berbakat ini, apakah aku masih ingin kembali ke kehidupan lamaku? Masih bisakah aku menikah dengan sembarang orang?"
Begitu wawasan seseorang terbuka lebar, ia takkan pernah rela kembali ke kehidupan biasa yang dulu.
"Lalu apa rencanamu?" Tanya Lucien dengan penuh perhatian, mengingat mereka bisa dibilang teman yang cukup akrab.
Alena tertawa kecil, suaranya kembali manis: "Mungkin akan mencoba mencari suami di antara musisi muda atau pemuda berpotensi menjadi musisi berbakat. Hehe, sebenarnya kalau Mekanz tidak begitu playboy dan licik, menjadi selir seorang bangsawan mungkin juga pilihan yang baik."
“Baiklah, cukup bercanda. Aku beri tahu rahasia, Lucien, aku sudah menabung banyak keping perak. Aku berencana seperti kamu, menjadi murid seorang musisi, belajar musik, nanti jadi pemusik yang kompeten, bahkan komponis. Hmm, Nyonya Silvia adalah idolaku! Dia cantik, berbakat musik, bisa mengatur hidupnya sendiri. Di usia 24 tahun belum menikah, tapi para pria di Asosiasi tidak menganggapnya aneh, malah menganggapnya sebagai dewi musik yang fokus pada seni. Banyak yang diam-diam menyukainya, kecuali Mr. Viktor tentu saja.”
Istri Viktor telah meninggal hampir sepuluh tahun, tapi dia belum pernah menikah lagi. Dia tetap berfokus pada musik, perasaannya pada mendiang istri sangat jelas terlihat oleh semua yang tahu.
“Haha, Alena, kamu punya pemikiran dan cita-citamu sendiri itu bagus. Jadi, sudah menentukan akan belajar musik dari musisi atau guru musik siapa? Nyonya Silvia?” Lucien mengapresiasi gadis yang berusaha meraih cita-cita dengan jalan benar.
Alena mengangguk: "Paling ideal dari Nyonya Silvia, tapi beliau jarang menerima murid, mungkin agak sulit." Matanya yang hijau jernih menatap Lucien sambil bercanda: "Atau mungkin, ketika Tuan Lucien sudah menjadi musisi hebat, mau menerimaku sebagai murid?"
"Boleh saja, kalau aku benar bisa menjadi musisi," balas Lucien sambil ikut bercanda.
Alena lalu membuat gestur tinjukan: "Makanya, Lucien harus semangat! Aku yakin kamu bisa!"
※※※
Karena urusan burung gagak itu, Lucien tidak menghadiri beberapa pertemuan magang sihir berikutnya. Ia hanya mengubur jurnal 《Okultisme》 yang sudah dibaca dan dicatat di suatu tempat, lalu memberi kode rahasia agar Smile yang mengambilnya.
Dan dari tanda yang ditinggalkan Smile, terlihat jelas mereka sangat kecewa. Pada tanda waktu dan lokasi biasa, mereka sengaja menambahkan gambar yang mirip dengan "menantikan kehadiran Profesor".
Namun Lucien sama sekali tidak goyah. Bahan sihir yang diperolehnya terakhir kali, selama tidak bertarung dengan orang lain, bisa bertahan hingga tiga bulan. Selain itu, pemahaman tentang aplikasi sihir tingkat pemula dan pengetahuan dari jurnal Okultisme masih membutuhkan beberapa minggu untuk dikuasai dan dilatih agar benar-benar tercerna. Karena itu, ia tidak terburu-buru untuk menghadiri pertemuan.
Perlahan-lahan, ketika energi spiritual Lucien sudah mampu melepaskan sembilan sihir tingkat pemula secara berturut-turut - jarak untuk menjadi magang sihir resmi dengan variasi kecil pada jiwa sudah sangat dekat - persiapan konser Viktor di Aula Himne Suci hanya tersisa satu bulan lagi.
Karena simfoni keempat yang juga merupakan karya terakhir Viktor belum menemukan inspirasi untuk digubah, menjelang konser, kondisi mentalnya semakin tegang dan cemas. Bahkan metode mengalihkan perhatian dengan mengajar murid tidak lagi efektif, hingga memaksa siswa seperti Anne yang belum resmi belajar musik darinya untuk menghentikan pelajaran selama sebulan.
Sedangkan Lucien, Loth, Felice, dan lainnya yang masih belajar instrumen, partitur, serta teori musik darinya, jelas-jelas menyadari bahwa Mr. Viktor menjadi semakin pemarah. Seringkali ia tak bisa menjaga sikap lembut dan elegan, bahkan terlihat seperti di ambang kehancuran.
Brak! Pintu ruang piano tertutup di depan Lucien dan Felice. Dari dalam terdengar teriakan Viktor yang meluapkan emosi, disertai suara pecahan barang seperti botol tinta dan benda-benda di meja yang dihempaskan ke lantai.
“Jika Mr. Viktor terus seperti ini, mungkin tidak akan pernah menemukan inspirasi. Kita harus menasihatinya.” Setelah saling memandang, Loth berkata dengan getir.
