Rencana awal Lucien adalah menggunakan versi piano Simfoni Takdir untuk memicu inspirasi Viktor, bahkan membiarkannya langsung melengkapi melodi dan menyempurnakan detail sebelum mengaransemennya menjadi simfoni. Dengan cara ini, keterkejutan yang ditimbulkannya hanya akan terbatas pada beberapa orang seperti Viktor, Loth, Rhine, tanpa diketahui banyak orang yang mungkin akan menganggapnya sebagai monster. Belajar musik kurang dari dua bulan sudah bisa menulis komposisi seperti ini - dalam Sejarah Musik Benua yang pernah dibaca Lucien, hal seperti ini benar-benar belum pernah terjadi.
Pada saat seperti ini, Lucien tidak punya pilihan lain selain menyetujui tanpa ragu: "Baik, Tuan Viktor."
Seperti yang pernah dikatakan Viktor sebelumnya, seorang jenius tidak memerlukan alasan. Dalam hal ini, orang-orang paling hanya akan menuduhnya menjiplak, sama sekali tidak akan menghubungkan identitasnya sebagai Penyihir Gelap atau mengaitkannya dengan Setan maupun Iblis, karena kedua hal ini tampak seperti kutub yang berlawanan.
Dalam literatur agama yang banyak terdapat di perpustakaan musik, musik digambarkan sebagai harta berharga yang dianugerahkan Tuhan Kebenaran kepada umat manusia, senjata untuk memotivasi manusia di masa sulit. Hanya ada catatan tentang Penyihir Gelap atau Setan yang "menganugerahkan" kekuatan dahsyat, suara merdu, atau keterampilan bermusik, namun tidak pernah ada kasus pemberian bakat menggubah musik secara langsung - apalagi musik yang sarat dengan energi positif tentang perjuangan melawan kesulitan dan kegelapan.
Dan dari bacaan-bacaan perjalanan dan literatur agama selama ini, serta pergaulan dengan Loth, Felice, Herodotus, Lucien secara samar menyadari adanya jarak antara Gereja dan bangsawan. Meski Loth dan yang lain tetap taat, penuh rasa hormat pada Tuhan Kebenaran, namun dalam percakapan santai sering muncul ungkapan seperti "urusan agama milik Tuhan, urusan bangsawan milik Raja". Jika di Alto yang kekuasaan Gerejanya kuat saja demikian, bagaimana dengan negara lain?
Oleh karena itu Lucien menyimpulkan, tanpa bukti konkret, Gereja tak mungkin sembarangan menggunakan sihir ilahi untuk memeriksa setiap orang terhormat. Terutama mengingat Asosiasi Musik memiliki hubungan erat dengan kalangan bangsawan maupun Gereja.
Satu-satunya kekhawatiran adalah, jika diundang untuk pertunjukan atau pesta di kemudian hari, ketika ada tokoh penting hadir, pemeriksaan mungkin tak terhindarkan sebagai pencegahan terhadap pembunuh.
Namun jika sebelumnya sudah menjadi musisi yang sangat berpengaruh, berstatus tinggi, dan terkenal, pemeriksaan yang dihadapi pasti akan menjadi sekadar formalitas dan longgar, mudah diatasi. Tentu saja, jika tokoh penting tersebut sendiri memiliki kekuatan yang luar biasa, pemeriksaan juga akan sangat sederhana bahkan mungkin tidak ada sama sekali.
Rhine mengambil bulu angsa dan setumpuk kertas putih dari meja tulis, lalu berjalan menghampiri piano dan menyerahkannya kepada Lucien.
Meletakkan kertas putih di atas rak partitur, Lucien baru saja hendak mulai menulis dengan bulu angsa ketika tiba-tiba bersin beberapa kali. Tubuhnya yang lemah merasakan dingin menggigil, gemetar tak tertahankan. Percikan air hujan dari rambutnya mengenai kertas putih akibat gerakan bersin, membentuk noda-noda air yang merembes.
Viktor baru menyadari kondisi Lucien yang basah kuyup: "Lucien, kamu tidak membawa payung?" Felice sedikit memerah wajahnya karena kemeja pendek linen Lucien menempel ketat di tubuhnya, memperlihatkan bentuk tubuh kurus namun atletis hasil latihan beberapa bulan terakhir.
"Sudah, tapi hujan di luar sangat deras dan aku berlari ke sini." Lucien tidak mengatakan bahwa dia langsung berlari kehujanan.
Viktor terlihat haru dan tersentuh: "Lucien, di ruang istirahat ada beberapa set pakaianku. Postur tubuh kita mirip, cepat ganti baju. Kamu terlihat akan sakit."
"Cepatlah, Lucien. Serahkan urusan menulis partitur padaku. Aku akan mencoba merekonstruksinya secara utuh." Rhine juga mendesak Lucien sambil mengambil bulu angsa dari tangannya.
Dalam gerakan ini, jari-jari Lucien dan Rhine bersentuhan sebentar. Lucien merasa agak aneh karena suhu tubuh Rhine ternyata lebih dingin sedikit daripada dirinya yang basah kuyup. Sepertinya fisiknya agak istimewa?
※※※
Di ruangan lain dalam ruang istirahat, Lucien mengeringkan rambut dan tubuhnya, lalu mengenakan kemeja putih Viktor, jas hitam, celana ketat hitam, dan sepatu kulit. Seketika ia merasakan kehangatan dan kenyamanan.
Kemudian Lucien merapikan pakaiannya di depan cermin. Ia terkejut menemukan bahwa dirinya yang pertama kali mengenakan setelan formal ini, meski tinggi badannya biasa saja, dengan rambut dan mata hitam yang memberikan kesan tampan nan anggun. Namun bukan kesan lemah, melainkan ketampanan yang tenang dan berwibawa.
"Lucien membuka pintu kamar dan keluar. Rhine yang sedang merekonstruksi partitur musik terlihat tenggelam dalam alunan nada, tidak bereaksi sama sekali. Viktor yang berbalik badan mulai mengamati Lucien dari ujung kepala hingga kaki, lalu mengangguk puas: "Bagus, benar-benar pemuda yang tampan."
Melihat penampilan Lucien seperti ini, sisa-sisa keraguan terakhir di hati Felice, Loth, dan Herodotus akhirnya benar-benar menghilang.
Menilai seseorang berdasarkan penampilan bukanlah hak istimewa rakyat Bumi.
"Lucien, kemarilah periksa apakah notasi musik yang Tuan Rhine tulis sebelumnya sudah benar," panggil Viktor kepada Lucien.
Saat berpapasan dengan Loth, Lucien mendengar bisikan halus dengan senyum sangat bangsawan, sangat formal, dan sangat sopan: "Lucien, kuharap kita bisa sering berdiskusi tentang musik di kemudian hari."
"Tidak masalah," jawab Lucien dengan sopan yang sama.
Felice mendengar percakapan keduanya, menggigit bibirnya yang merah dengan gigi putihnya, lalu berkata dengan suara rendah yang dihiasi semburat kemerahan: "Lucien, aku meminta maaf atas prasangka sebelumnya. Kuharap kita bisa akur dan berdiskusi tentang musik bersama di masa depan."
Meski sikap pantang menyerah Lucien hari ini dan komposisi yang menyentuh hatinya telah mengguncang jiwa Felice, itu belum sampai membuatnya jatuh cinta. Semburat merah di wajahnya lebih mencerminkan rasa malu dan keraguan.
Hanya Herodotus yang berdiam di sisi lain dengan perasaan campur aduk, menundukkan kepala dan menatap ujung sepatunya tanpa bicara.
Setelah menerima permintaan maaf Felice, Lucien pun mendekati piano dan berdiskusi dengan Rhine serta Viktor tentang masalah partitur musik.
※※※
Pukul tiga sore, melalui tirai hujan yang telah menyusut, Felice melihat kereta kuda Baron Othello memasuki halaman Asosiasi dari balik jendela.
Viktor sambil memberi isyarat pada Lucien untuk merapikan tumpukan partitur itu, berkata dengan gembira: "Sebenarnya bagian melodi yang belum sempat kau gubah, sudah hampir terungkap seluruhnya dalam permainanmu yang penuh emosi tadi. Karena itu aku bisa menyelesaikan sebagian besar dengan cepat. Tampaknya musik benar-benar membutuhkan resonansi emosi, dan kesalehan serta rasa syukur adalah salah satunya. Itulah sebabnya komposisi bertema agama selalu lebih menyentuh hati daripada sekadar menggambarkan keindahan musik."
"Baiklah, meskipun masih ada bagian yang belum sempurna, itu hanya masalah detail kecil. Bisa didaftarkan dulu ke Asosiasi. Untuk anggota dewan Othello, kurasa dia tidak akan bisa menolak komposisi sehebat ini. Pasti Yang Mulia Putri Mahkota juga tidak keberatan mengganti repertoar."
Permainan piano Lucien tadi adalah luapan emosi yang selama ini dipendam dalam hatinya di bawah pengaruh perasaan marah dan kecewa. Kerinduan pada keluarga, kesedihan atas segala yang hilang, perlawanan terhadap berbagai rintangan dan kesulitan yang dihadapi, serta tekad pantang menyerah semuanya tercurah dalam permainan pianonya. Seandainya bagian melodi yang sengaja tidak disempurnakan itu sudah pernah ia latih sebelumnya, mungkin Lucien akan memainkannya dengan penuh penghayatan. Meski begitu, banyak melodi lahir secara spontan dari jemarinya—kurang halus dan belum sempurna, tapi cukup memberikan inspirasi bagi Viktor untuk menyempurnakannya.
Di bawah pimpinan Viktor, Lucien mengikutinya ke sebuah ruangan di lantai tiga. Di sana duduk seorang pria tua berkacamata dengan rambut sudah memutih seluruhnya. Dengan mata abu-abu pucatnya, ia memandang Viktor dan Lucien lalu berkara datar: "Viktor, sudah selesaikah simfonimu?"
"Joseph, bukan aku, tapi muridku Lucien. Dia menciptakan karya yang luar biasa, jadi kubawa dia untuk mendaftarkan karyanya." Viktor menjawab kemudian memperkenalkan, "Ini Tuan Joseph, kritikus musik senior yang telah mendengar hampir semua karya musik termasuk musik elf. Dia juga seorang calon pastor yang akan memverifikasi orisinalitas karyamu dan memberikan cap waktu dengan kekuatan Tuhan. Segala kemiripan melodi yang muncul setelah tanggal ini akan dianggap plagiat."
Joseph memandang Lucien yang tak dikenalnya dengan tatapan penasaran, "Sudah berapa lama belajar musik darinya? Bisa menciptakan karya secepat ini, bakatmu benar-benar istimewa." Ia mengambil partitur itu, menyetel kacamatanya, lalu mulai memeriksa dengan seksama.
"Hmm, tiga bulan." Viktor mengusap keringat dingin yang sebenarnya tidak ada, menghitung sejak Lucien mulai belajar literasi dan membulatkan angkanya.
Joseph mengeluarkan suara "Ah" dan mengangkat kepalanya dari partitur: "Tiga bulan?" Kemudian buru-buru menunduk lagi membaca partitur dengan sikap tidak percaya, sambil berpikir dengan perasaan geli dan kesal, "Viktor, kau sedang mengerjaiku ya?"
Viktor tidak menjawab, hanya menunggu di samping dengan senyum sambil menunggu Joseph selesai membaca.
Senyum di wajah Joseph perlahan menghilang, digantikan ekspresi serius. Kemudian ia mulai mengetuk irama sambil bersenandung tanpa suara mengikuti melodi.
Ekspresinya segera berubah dramatis, seolah tenggelam dalam dunia musik. Tangannya bahkan tak bisa menahan diri untuk menggenggam, melepaskan, mengayun, dan berkedut, persis seperti seorang dirigen yang penuh gairah.
"Bersenandung sendiri jauh lebih cepat daripada pertunjukan resmi. Lebih dari sepuluh menit, Joseph menghela napas panjang dengan lega dan semangat yang terinspirasi, lalu berkata pada Viktor: 'Ini benar-benar karya agung. Mengingatkanku pada pertempuran melawan makhluk kegelapan dan makhluk jahat saat membantu Ksatria di Pegunungan Kegelapan dulu. Di saat-saat yang sangat berbahaya itu, jika bukan karena kami mengingat ajaran Tuhan dan tidak menyerah dalam situasi terjepit, Viktor, kau tidak akan mengenaliku. Ini adalah komposisi megah tentang keteguhan melawan kejahatan tanpa kompromi dan pantang menyerah.'"
"Tunggu, kau bilang ini digubah oleh muridmu?" Joseph teringat percakapan sebelumnya, tiba-tiba berdiri. Kacamatanya meluncur dari hidung, jatuh ke meja dengan suara pecah yang nyaring: "Dia baru belajar musik selama tiga bulan?!"
Ekspresinya terdistorsi oleh keterkejutan yang luar biasa.
"Seperti yang kamu lihat." Viktor menceritakan perjalanan hidup Lucien menurut pemahamannya sendiri, akhirnya membuat Joseph bisa menerima. Ia mengambil kacamata sambil melambaikannya: "Baiklah, kehadiran jenius selalu untuk menghancurkan akal sehat, keyakinan, ehm, dan kacamata kita. Setidaknya menurutku ini bukan plagiat. Selain tidak ada melodi yang sama dengan karya lain, musik ini sesuai dengan semangat keteguhan dan perjuangan yang kamu tunjukkan, Lucien."
"Tapi agar orang lain tidak meragukanmu, Lucien, kamu perlu menghasilkan karya musik setiap satu sampai dua tahun yang tidak jauh kalah dari karya ini. Selain itu, sehari-hari juga harus menunjukkan bakat yang sesuai dengan kejeniusanmu." Dengan pengalamannya sendiri, Joseph yang sangat menyukai karya ini merasa tidak akan ada musik yang lebih baik dari ini.
"Satu dua tahun lagi, aku mungkin sudah tidak di sini. Sepertinya tidak perlu menyalin banyak..." Lucien memperhatikan Joseph menggunakan sihir ilahi untuk menyalin partitur dan membuat cap waktu.
“Ada judul untuk komposisi ini? Sekarang sudah menjadi tren untuk memberikan nama pada karya musik sendiri.” tanya Joseph secara santai setelah selesai.
“Sebut saja ‘Takdir’.”
※※※
Setelah menyelesaikan pendaftaran dan meninggalkan Joseph yang masih asyik mengagumi partitur, Viktor kembali mengantar Lucien ke depan kantor anggota dewan Othello.
“Mungkin ekspresi anggota dewan Othello nanti tidak akan jauh lebih baik dari Joseph.”
Saat mengetuk pintu, tiba-tiba Viktor tersenyum dengan keceriaan dan kejenakaan yang belum pernah terlihat selama beberapa bulan terakhir.
