Memegang dompet di tangan, merasakan beratnya, perasaan Lucien sedikit bersemangat dan berdebar-debar. Persis seperti di Bumi, ketika menerima gaji bulanan seribu yuan sementara harga rumah juga segitu, tiba-tiba mendapatkan harta lebih dari tiga ratus ribu yuan. Meski Lucien sudah ditempa berbagai peristiwa hingga bisa menjaga ketenangan, tetap mengalami gejolak emosi yang cukup besar. Apalagi uang ini juga mewakili harapan peningkatan kekuatan perlindungan diri Lucien dalam waktu singkat.
"Sepertinya aku juga setengah mata duitan," batin Lucien mengejek diri sendiri. Ia berpamitan pada Hank dan menuju perpustakaan musik di lantai dua. Bagaimanapun, sudah lebih dari dua bulan berkenalan dengan Pierreau yang bisa dibilang teman, tentu perlu memberi kabar sebelum meninggalkan perpustakaan.
Hank memperhatikan perubahan emosi Lucien yang berusaha tetap tenang, lalu tertawa sambil menggelengkan kepala dengan wajar. Ia bergumam, "Enak ya masih muda dan berbakat." Jika Lucien sama sekali tidak peduli dengan segunung Emas Taler ini, atau tidak menunjukkan perubahan ekspresi layaknya mayat, barulah Hank akan menganggapnya sangat aneh.
Sebenarnya yang seharusnya diberikan kepada Lucien adalah tiga puluh empat Emas Taler. Namun sesuai tradisi, Lucien dengan bijak tidak bertanya, dan tentu saja Hank juga tidak akan menyebutkannya sendiri.
※※※
Di dalam perpustakaan musik, Pierreau duduk terpaku di balik kabinet kayu, dengan dua lembar koran terbentang di depannya.
"Selamat pagi, Pierreau." Lucien menghampiri dan menyapa.
Pierreau terkejut bagai terbangun dari mimpi, memandang orang di hadapannya dengan bingung: "Lucien..." Begitu menyebut nama itu, wajahnya berubah muram. "Mungkin aku harus memanggilmu Tuan Ivens."
Sikap seperti ini di luar perkiraan Lucien. Setelah lebih dari dua bulan berinteraksi, Lucien cukup memahami karakter Pierreau dan tidak menganggapnya sebagai orang bodoh atau sombong buta. Bahkan jika ada rasa iri di hati, seharusnya tidak diekspresikan secara terang-terangan: "Pierreau?"
"Kalian, mengapa kalian memainkan piano seperti ini? Apakah kalian benar-benar mengerti cara memainkan harpsichord?!" Pierreau berkata dengan nada bergeming, mata coklatnya memancarkan kebencian ke arah Lucien.
Lucien tergerak hatinya, menunduk melihat dua surat kabar yang terbentang di depan Pierreau.
Itulah edisi terbaru 'Ulasan Musik' dan 《Symphony Herald》 yang baru dicetak hari ini, masing-masing memuat ulasan tentang konserto piano Viktor.
Tanpa perlu membaca detail, konten kedua surat kabar yang sebelumnya telah disimpan di perpustakaan jiwa ini secara otomatis membuka halaman artikel terkait.
Dua artikel ini pada bagian belakang membahas teknik penjarian Viktor saat memainkan piano. Satu artikel memuji bahwa ini telah memanfaatkan karakteristik instrumen musik baru yang patut diacungi jempol, sementara artikel lainnya menganggap hal ini melanggar teknik penjarian klasik yang telah terbentuk melalui permainan banyak musisi besar dan pemain profesional selama bertahun-tahun, merupakan pengkhianatan terhadap tradisi dan musik. "Perbaikan" yang dimaksud sama sekali tidak jelas tujuannya.
Meski memahami maksud ucapan Pierreau, Lucien masih belum mengerti mengapa reaksinya begitu keras. Bukankah masalah seperti ini seharusnya hanya menjadi bahan perdebatan para ahli saja?
"Apakah kalian benar-benar memahami seni bermain harpsichord?" Pierreau kembali menuntut jawaban.
“Piano, harpsichord...” Lucien mendengar kalimat ini, tiba-tiba teringat bahwa setelah Pierreau tahu dirinya belajar piano, pernah merekomendasikan sebuah buku 《Seni Bermain Harpsichord》 yang pernah dibacanya. Dengan serius ia memanggil buku ini dari perpustakaan jiwa, memeriksa sampulnya: "Penulis: Antonio Sandoro?"
“Pierreau, siapakah Tuan Antonio Sandoro?” tanya Lucien yang mulai memahami.
Pierreau tertegun sejenak, lalu menjawab dengan penuh kebanggaan: “Dia adalah ayahku, seorang pemain harpsichord yang agung. Aku tak bisa mentolerir kalian merusak seninya.”
Lucien tak ingin berdebat tentang hal ini, tangan kanannya menekan ke bawah: “Standar penilaian teknik penjarian terletak pada ekspresi musikal. Biarkan waktu yang membuktikannya. Sudahlah Pierreau, mulai hari ini aku akan meninggalkan perpustakaan.”
Tapi Pierreau tidak ingin melepas Lucien, berkata dengan sangat menjijikkan: "Aku salah menilaimu, Lucien. Kau orang yang merasa punya bakat musik lalu menyia-nyiakannya sembarangan, tidak menghargai tradisi. Jika kau tidak bisa meninggalkan teknik penjarianmu, kau hanya akan semakin tersesat di jalan yang salah dan kehilangan reputasi sebagai jenius."
Sebenarnya masih ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat sikap keras kepala dan teguh Pierreau, Lucien pun mengurungkannya. Langsung berbalik pergi. Hal semacam ini tidak bisa diyakinkan dengan kata-kata.
"Kukira akan bisa berteman dengan Pierreau." Lucien menghela nafas dalam hati saat meninggalkan perpustakaan musik. Bukan setiap orang baik yang ditemui bisa menjadi teman sendiri. Lebih banyak hanya persinggungan singkat, lalu perlahan menjauh karena berbagai alasan.
※※※
Karena konser kemarin telah berakhir dengan sukses, Viktor mengumumkan bahwa jadwal belajar akan kembali normal dari Senin hingga Jumat. Setelah kesibukan yang panjang, baik Viktor, Loth, Felice, maupun Herodotus semuanya membutuhkan istirahat. Ditambah hari ini adalah hari Minggu yang mengharuskan mereka pergi beribadah ke gereja, ruang musik di lantai empat pun kosong melompong. Lucien yang ingin menemui Felice untuk berdiskusi akhirnya tidak menemui siapa-siapa.
"Mungkin sore ini aku harus mengunjungi rumah Felice di area bangsawan..." Lucien menyimpan dompetnya dengan rapi, serius mempertimbangkan rencana mengunjungi Felice. Dengan alasan yang masuk akal, terburu-buru justru terlihat wajar. "Tapi bagaimana cara meyakinkannya? Menggunakan Emas Taler atau cara lain?"
Dengan pikiran yang dipenuhi kekhawatiran ini, Lucien kembali ke lobi lantai satu. Ia bertanya pada Alena tentang ketersediaan villa taman yang disewakan di Distrik Gisu.
Urusan penyewaan rumah biasanya ditanyakan dan diurus di Balai Kota atau Asosiasi Petualang. Namun karena Distrik Gisu terutama dihuni oleh musisi, pemain musik, dan seniman pertunjukan, maka penyewaan properti di distrik ini dikoordinasi oleh Asosiasi Musik.
Setelah penjelasan dan analisis mendalam dari Alena, Lucien tertarik pada villa taman dua lantai di Gisu No.116. Villa ini milik seorang musisi biasa yang menerima undangan dari seorang Viscount di Kerajaan Syracusia untuk menjadi penasihat musik, sehingga propertinya disewakan melalui Asosiasi. Dengan lokasinya agak terpencil, harga sewanya adalah satu Emas Taler per tahun.
Lucien yang berencana melihat langsung villa tersebut sebelum memutuskan, menyadari waktu sudah hampir pukul sepuluh. Ia memutuskan meninggalkan Asosiasi untuk melanjutkan pengurusan barang-barang tersembunyi di pondoknya, dan akan mampir ke villa itu saat mengunjungi Felice sore hari.
"Selamat jalan, Tuan Ivens." Alena tersenyum manis, sementara Casey membungkuk dengan kaku.
※※※
Baru kembali ke Distrik Adejiang, Lucien langsung menyadari banyak tetangga berkerumun di luar rumah Bibi Elisa, berbisik-bisik seperti saat John resmi menjadi pelayan ksatria dulu.
Karena pagi tadi beribadah, rakyat jelata yang sibuk dari pagi hingga malam ini akhirnya mendapat kesempatan beristirahat sejenak di siang hari.
Setelah energi spiritualnya meningkat, pendengaran Lucien seolah menjadi lebih tajam. Di depan pondoknya, ia menangkap samar-samar kata-kata seperti "Joel", "undangan", "pindah"... Hatinya berdesir, firasat buruk yang tak jelas menghantuinya. Ia pun berbalik menuju rumah Bibi Elisa.
"Hai, Roy, kalian sedang membicarakan apa?" tanya Lucien pada seorang tetangga yang dikenalnya.
"Tetangga bernama Roy ini terlihat jauh lebih tua dari usianya yang tiga puluh tahun karena pekerjaan fisik yang dilakukannya bertahun-tahun. Belum mengetahui kabar Lucien menjadi penasihat musik putri, ia berkeriap, "Lucien, akhirnya Joel beruntung! Sebelum ibadah, dia diundang oleh seorang tuan bangsawan untuk menjadi musisi keluarga di tanah warisannya. Lihat saja dia tersenyum lebar dan buru-buru membereskan barang-barang bersama Elisa dan Evan - pasti bayarannya sangat besar."
"Oh ya Lucien, katanya karena kamu sekarang terkenal jadi musisi, tuan bangsawan itu akhirnya menganggap Joel yang mengajarmu musik sejak kecil sangat berbakat. Makanya dia diundang jadi musisi keluarga," tambah tetangga lain, Bibi Liz yang berusia paruh baya, matanya berbinar-binar memandangi Lucien. "Benarkah? Kamu benar-benar sudah jadi musisi sekarang?"
“Tidak beres!” Lucien mencium bau mencurigakan, buru-buru bertanya, “Bangsawan mana yang mengundang Paman Joel?”
Bahkan jika benar ada bangsawan yang mengundang Joel karena ketenaranku dan posisiku sebagai penasihat musik putri, mereka takkan buru-buru pergi seperti ini. Meski tak sempat memberitahu John yang pagi tadi keluar kota, pasti akan memberi kabar padaku.
Ini sama sekali tidak seperti gaya bertindak Joel, juga bukan tujuan sang bangsawan. Jika tidak memberitahuku, keuntungan apa yang dia dapat dengan mengundang Joel?
Tante Liz dan beberapa tetangga lain serentak menggeleng: "Bagaimana kami berani menanyakan nama Tuan bangsawan? Melihat pakaian resmi yang dikenakannya serta pengawal dan pelayannya, sudah jelas dia seorang bangsawan."
Lucien semakin berpikir semakin merasa ada yang salah, menahan kegelisahan dan kekhawatiran, bertanya dengan tenang: "Tante Liz, apakah kalian melihat jelas wajah bangsawan itu? Dan apakah dia atau Paman Joel meninggalkan pesan atau catatan untukku?"
“Kami mana berani langsung melihat wajah Tuan bangsawan, hanya tahu itu seorang pria tua berambut putih penuh yang sangat berwibawa, mengenakan setelan hitam, bertongkat. Pengawalnya semua pria gagal berusia dua puluhan...” Roy terutama menggambarkan pengikut "bangsawan" itu. Meski deskripsinya detail, jika dipikirkan seksama, sebenarnya mereka tidak memiliki ciri khas yang menonjol, sama seperti puluhan pria gagal yang biasa ditemui sehari-hari di Distrik Pasar, guild petualang, tavern, dan sebagainya.
Tante Liz berpikir sejenak: "Joel menyuruhku menyampaikan padamu dan John, jangan khawatir tentang dia. Sesampainya di sana, dia akan mengirim kabar lewat orang."
"Tidak ada pesan lain?" tanya Lucien menahan gelisah.
"Tidak." Semua tetangga menggelengkan kepala.
Lucien menarik napas dalam-dalam beberapa kali untuk menenangkan diri. Pertama cari dulu apakah ada petunjuk, baru beri tahu John. Pasti ada maksud tertentu di balik ini, pasti mereka meninggalkan informasi.
Pintu rumah Elisa terkunci rapat, namun Lucien memiliki kunci cadangan mereka di rumahnya. Dengan tatapan aneh para tetangga, ia bergegas menuju pondok kecilnya.
Saat membuka pintu pondok, Lucien langsung merasakan keanehan - kepekaan yang muncul dari jiwa dan energi spiritualnya yang kuat.
"Seperti ada yang masuk ke sini. Dia tidak menghapus aura dan jejaknya, hanya membiarkannya menghilang secara alami dengan cepat."
Andai Lucien bukan magang sihir resmi, mustahil ia bisa mendeteksi keanehan ini.
Lucien mengamati lebih seksama, menemukan surat putih tergeletak tenang di mejanya.
