Meletakkan gumpalan kertas di meja, Lucien mengeluarkan kertas surat dari peti dan membentangkannya. Tampak beberapa baris kata berwarna hitam telah tertoreh:
"Tampaknya Anda telah menerima hadiah kami, Tuan Ivens. Tiga jari itu adalah peringatan agar jangan melakukan tindakan bodoh. Setiap gerak-gerikmu telah kami pantau dan kendalikan. Kekuatan kami melampaui imajinasimu, lebih legendaris daripada dongeng penyair pengembara di kedai minum. Sekarang, remukkan 'Bola Panorama' dan saksikan apa yang ingin kau lihat."
Saat Lucien mengambil bola kecil berwarna hitam pekat, dia sudah merasakan kandungan kemagnetan di dalamnya, dan menyimpulkan itu adalah alat perekam gambar. Karena itu tanpa ragu dia menghancurkannya.
Asap hitam menyebar keluar, berkumpul di depan Lucien, dan perlahan membentuk gambar stereoskopik dinamis hitam-putih.
Orang-orang dalam gambar itu adalah Joel, Elisa, dan Evan. Mereka berada di dalam sebuah pondok kayu sempit, duduk mengelilingi satu-satunya meja kayu berwarna cokelat.
Evan terlihat mengantuk dengan mata setengah tertutup dan kepala sering mengangguk. Sementara Joel dan Elisa tampak muram, luka di tangan mereka dibungkus dengan perban putih. Melalui jendela kecil pondok, terlihat kegelapan pekat di luar dengan beberapa bintang berkelap-kelip samar di angkasa, sementara bulan perak sepenuhnya tertutup kegelapan.
Gambar dinamis ini berlangsung selama satu menit penuh.
"Beberapa baris kata asli di surat menghilang, muncul tulisan baru: 'Tuan Ivens, Anda sudah melihat mereka masih hidup, kan? Kedepannya, setiap malam ketika muncul cuaca dan pemandangan yang berbeda, kami akan merekam segmen pemandangan untuk Anda, sehingga Anda bisa menilai tanggal setiap rekaman melalui hujan, angin, kilat, tingkat kecacatan bulan perak, dan jumlah bintang. Lihatlah, reputasi kami selalu terjaga baik.'"
"Ini membuatku lebih tenang. Oh ya, jika selama ini John kembali, bagaimana harus kuberitahu dia?"
Lucien mengangguk menjawab, di benaknya sudah muncul dengan tenang sebagian kecil langit berbintang yang terlihat melalui jendela kecil gubuk tadi. Kemudian membandingkannya dengan banyak bagan bintang dalam catatan sihir penyihir yang digambar di musim dan tempat berbeda, untuk mengidentifikasi bintang-bintang mana saja. Dengan tingkat kecerahan bintang sebagai catatan ketinggian bintang, juga merekam dan mengukur sudut pandang dari jendela kayu, posisi awal beberapa bintang di langit, serta perubahan posisi mereka selama pergerakan satu menit dalam rekaman.
Sihir Astral adalah aliran sihir yang paling dalam dipelajari oleh Lucien!
Pengetahuan tentang astrologi, dengan pengalaman mendengar pertukaran para murid sebelumnya, Lucien hampir sepenuhnya menguasai tingkat pemula. Belum lagi pengetahuan astronominya yang melebihi sihir kuno.
"Saya sangat puas Anda bisa proaktif menanyakan cara menanganinya. Sepertinyā Tuan Ivens mulai menerima takdir Anda. Jika John kembali, katakan langsung padanya. Saya yakin dia takkan mempertaruhkan nyawa ayah, ibu, dan adiknya. Oh ya Tuan Ivens, besok ke Istana Latasha harap berhati-hati."
Lucien bertemu Putri Natasha di Istana Latasha setiap Selasa dan Kamis pukul 11 pagi untuk mendiskusikan musik. Jika sang putri membutuhkan, Lucien bisa dipanggil kapan saja, tentu dengan bayaran tambahan.
Kata demi kata muncul dan menghilang hingga surat itu tak lagi berubah. Lucien melipatnya, membungkus kembali tiga jari yang terputus itu, lalu menaruhnya kembali ke dalam kotak.
※※※
Lucien yang pikirannya penuh dengan bagan bintang, perlahan berjalan menuju Asosiasi Musik.
"Baru kemarin mengajukan permintaan, hari ini sudah menerima bukti visual dan jari. Bisa disimpulkan secara dasar bahwa keluarga Paman Joel berada di desa sekitar Alto, kota kecil, hutan, atau bahkan tempat tersembunyi di dalam kota Alto sendiri."
Dengan kesimpulan ini, banyak bagan bintang dalam catatan penyihir bisa dieliminasi. Lucien segera mengidentifikasi beberapa bintang melalui perbandingan data bagan bintang yang digambar di Alto, perhitungan awal orbit dan kecepatan gerak. Selanjutnya dengan merujuk katalog bintang, data berbagai bintang yang sudah diketahui dikumpulkan. Berdasarkan posisi relatifnya semalam, sudut pengamatan, dan perhitungan lainnya, akhirnya diperoleh hasil awal:
"Lokasi pondok kayu itu berada di sebelah barat Alto, dengan jarak sekitar 20 kilometer, yaitu di sini di pedalaman Hutan Hitam Mezere." Di peta survei sederhana sekitar Alto yang dilihat Lucien dari data perpustakaan musik, ia menandai posisi pondok kayu itu dengan margin error kecil, "Dalam radius 200 meter di area ini."
"Semoga ketika melihat pemandangan itu lagi nanti, mereka masih berada di pondok kayu yang sama. Dengan begitu aku bisa memperbaiki data menggunakan bulan perak dan fenomena alam lainnya." Tabel bintang dari Bumi tidak berguna di sini. Lucien menggunakan tabel bintang dan bagan astrologi kuno yang dipakai oleh penyihir Astral zaman dulu, yang pasti memiliki sedikit kesalahan. Untuk mendapatkan akurasi penuh, diperlukan metode koreksi tambahan.
Namun dalam radius 200 meter, menemukan pondok kayu sudah relatif mudah. Karena itu, perasaan Lucien mulai sedikit bergelora dan bersemangat. Satu-satunya masalah adalah kekuatannya yang masih kurang. Bahkan musuh yang mengawasinya saja jauh lebih kuat. "Tanduk Perak" yang berani melakukan beberapa aksi berturut-turut di Alto yang dikendalikan Gereja, pasti memiliki kekuatan yang tidak lemah. Meskipun tokoh-tokoh penting sekte sesat sibuk dengan urusan besar lain dan tidak bertugas menjaga keluarga kecil seperti Joel, Lucien memperkirakan setidaknya ada musuh setingkat pendeta resmi.
"Benar-benar setiap langkah terasa sulit." Lucien menahan gejolak emosi, dalam hati menghela napas pelan.
Meskipun sejak menemukan masalah, dalam kondisi tenang, setiap langkah penanganan Lucien sudah merupakan yang terbaik yang bisa dilakukannya - berhasil menguji banyak hal dan menentukan lokasi pengurungan keluarga Joel - tapi menghadapi musuh sekuat ini, semua itu masih jauh dari cukup!
※※※
Setibanya di Asosiasi, dua gadis yang tidak terlalu dikenal Lucien sedang berjaga di lobi hari ini. Salah satunya berdiri dan sedikit membungkuk: "Selamat pagi, Tuan Ivens. Tuan Hank berpesan, jika Anda datang, silakan menemuinya di kantornya. Beliau telah menyiapkan ruang istirahat khusus Anda."
Lucien awalnya ingin mencari ruang musik yang sepi, tetapi memiliki ruang istirahat sendiri tentu lebih baik. Maka ia langsung naik ke lantai tiga menemui Hank, dan dengan panduannya, menemukan ruang istirahat khusus di lantai tiga.
"Ivens, tempat ini akan menjadi milikmu mulai sekarang, kecuali kamu maut, atau bergabung dengan asosiasi musik negara lain." Hank membuka pintu ruang istirahat, menunjuk ke ruangan yang dihiasi mewah.
Bangunan Asosiasi Musik Konser sangat besar, atriumnya bahkan mencakup sebuah taman. Di lantai tiga selain kantor, terdapat 70-80 ruang istirahat seperti ini, sementara di lantai dua hampir setengahnya adalah ruang istirahat. Mengingat musisi Alto sangat populer di berbagai negara di benua ini, banyak yang menerima undangan untuk pindah setelah menjadi terkenal, sehingga sekitar setengah ruang istirahat masih kosong.
Karpet tebal berwarna kuning tua, meja kayu merah, lemari pakaian, meja teh, satu set sofa yang dibungkus sarung kain biru tua indah, patung-patung hiasan dan lampu minyak yang artistik, sebuah kamar kecil dengan tempat tidur yang setengah terbuka, serta piano warna krem - inilah ruang istirahat yang hanya dimiliki para musisi. Asosiasi Musik Alto telah memperlakukan Lucien layaknya seorang musisi sejati.
Lucien tersenyum sopan, "Terima kasih, Tuan Hank. Saya sangat puas."
“Ini yang seharusnya saya lakukan, Ivens. Panggil saja saya Hank.” Hank tersenyum lalu berbalik pergi.
Masuk ke ruang istirahat, Lucien mengunci pintu rapat-rapat, sengaja melepaskan emosi yang sebelumnya ditahan - kesedihan dan kemarahan setelah melihat tiga jari terpotong.
Setelah mondar-mandir gelisah di ruangan itu beberapa kali, Lucien tiba-tiba duduk di depan piano warna gading, menekan tuts dengan keras sambil memainkan Simfoni Takdir - satu-satunya komposisi yang saat ini bisa ia mainkan dengan lancar.
Melodi yang bergelora mulai bergema, sementara Lucien memanfaatkan suara keras ini untuk menutupi suara lain sambil bergumam pelan:
"Bajingan-bajingan ini... berani menyandera Paman Joel dan keluarganya... memaksaku mendekati Yang Mulia Putri Mahkota."
……
Ucapan-ucapan ini terus meluncur dari mulut Lucien dengan iringan musik, bukan sekadar pelampiasan emosi melainkan upaya menguji kemampuan pengawasan lawan.
Setelah selesai bermain, Lucien berdiri dan menarik napas panjang. Bahkan jika mereka benar-benar mendengarkan, ini bisa dijelaskan sebagai pelampiasan emosi untuk menghindari masalah di hadapan Putri besok.
Saat kembali ke rumah di Distrik Adejiang tengah hari, Lucien lega menemukan surat hanya berisi: "Meluapkan emosi melalui musik adalah pilihan yang baik, Tuan Ivens."
Mungkin mereka ingin menunjukkan kemampuan memata-matai segala gerak-gerik Lucien melalui pengingat ini, membuatnya takut dan tidak berani punya pikiran lain.
Tapi bagi Lucien, ini justru berhasil menggali informasi penting!
※※※
Pukul dua sore tepat, Lucien tiba di rumah Viktor.
Butler Elsa meski tak bicara apapun, sorot matanya penuh rasa terima kasih saat memandang Lucien. Menemani Viktor melewati separuh hidupnya, ia sangat bahagia melihat tuannya bisa sukses mengadakan konser.
Tiga siswa biasa yaitu Leni, Collin, dan David yang terus belajar langsung berdiri menyapa saat melihat Lucien masuk: "Selamat siang, Tuan Ivens."
Meskipun kabar tentang Lucien belum menyebar di kalangan rakyat biasa dari para musisi, ketiganya sudah mengetahui hal itu melalui percakapan Felice dan Anne sebelumnya. Perasaan terkejut dan tidak percaya membuat mereka secara refleks memperlakukan Lucien yang status sosialnya telah berubah drastis dengan cara yang sama seperti memperlakukan Viktor. "Hanya satu bulan tidak bertemu, dunia ini sudah menjadi begitu asing?"
Loth tersenyum dan berdiri memeluk Lucien: "Sampai sekarang, aku masih sulit percaya semua ini nyata."
Felice pun mendekat dan berbisik di telinga Lucien: "Semuanya berjalan lancar. Besok sekitar jam ini, aku akan menyerahkan Moonlight Rose () padamu."
"Terima kasih, Felice." Lucien berterima kasih dengan tulus ikhlas.
Adegan ini membuat Loth bergumam dalam hati, "Kapan mereka menjadi begitu akrab? Apakah wanita memang lebih ahli dalam mendekati pria dibanding pria sendiri?"
