Lucien berjalan perlahan mengikuti Natasha menuju sofa di ruang istirahat: "Setelah menderita kerugian sebesar itu, 'Tanduk Perak' masih belum menyerah. Rencana mereka pasti sangat besar. Tapi karena Gereja dan dinas intelijen sudah menemukan jejak mereka, mungkin akan ada masa tenang lagi."
“Tentu saja, Gereja telah memindahkan tim Night Watchers untuk mengejar, bahkan Uskup dan Pastor sebagian dikirim ke kota-kota perbatasan itu, demi memadamkan api sekte sesat. Kegagalan berturut-turut ternyata tidak bisa melumpuhkan anggota sekte sesat 'Tanduk Perak', mereka benar-benar gila dan tak berakal.” Natasha menghela napas halus, wajahnya menunjukkan sedikit penyesalan, seolah karena tidak bisa ikut serta dalam pertempuran.
Lucien tidak menjawab, berpikir dalam hati: "Umat fanatik Tuhan Kebenaran juga tak kalah parah."
"Dan festival musik akan segera dimulai, jumlah orang yang membanjiri Alto benar-benar belum pernah terjadi sebelumnya. Di antara mereka mungkin tersembunyi makhluk dari dunia kegelapan, seperti Penyihir Gelap, pembunuh bayaran, dan sebagainya. Pasukan penjaga kota, dinas intelijen, dan Night Watchers sangat kekurangan personel, sehingga pengawasan di permukaan maupun bawah tanah menjadi sangat sulit. Itulah mengapa aku secara khusus mengingatkanmu, Lucien, untuk sangat berhati-hati dalam beberapa hari terakhir. Hehe, aku masih menantikan konsermu."
"Yang Mulia Putri Mahkota tidak perlu khawatir. Akhir-akhir ini aku terus berlatih dengan tekun untuk persiapan akhir konser. Bagaimana mungkin aku pergi keluar di tengah malam?" Lucien tersenyum menanggapi perhatian Natasha. "Lagipula aku memiliki pedang Waspada. Kecuali 'Tanduk Perak' mengerahkan Ksatria Besar tingkat tinggi, sangat sulit untuk menyergapku. Tapi orang kecil sepertiku, pantaskah mereka mengambil risiko menggunakan Ksatria Besar atau imam di Alto?"
Karena terakhir kali Natasha menangkap seorang imam sekte sesat, Lucien akhirnya memahami pembagian kekuatan internal "Tanduk Perak": pejabat gereja setara dengan pastor, imam setara dengan uskup, Imam Besar setara dengan kardinal, dan orang pilihan Tuhan setara dengan Pastor Suci.
"Benar juga, Lucien. Kamu adalah bintang penutup festival musik. Banyak bangsawan dan petugas gereja memantaumu. Kecuali benar-benar gila, para fanatik Tanduk Perak takkan mengganggumu. Selain itu, tak perlu khawatir, aku sudah menyuruh orang mengawasi pamanmu diam-diam." Kepura-puraan serius Natasha menghilang, digantikan senyum cerah. "Sebenarnya, setelah keluar dari ruang istirahat Silvia, aku dengar kamu sudah sampai di Asosiasi. Jadi aku cari alasan untuk menemuimu. Aku penasaran dengan persiapan konsermu."
Dia sama sekali tidak khawatir Lucien akan gugup atau terbebani meski tiba-tiba menjadi penutup konser musik, karena menurutnya jika posisinya ditukar pasti tidak akan grogi. Apalagi Lucien sebagai "Ksatria berkualifikasi" yang tetap tenang menghadapi ujian sektes sesat dan krisis hidup-mati, pastinya juga takkan grogi!
Lucien memandang ekspresi penasaran Natasha dengan geli. Memang menyenangkan berinteraksi dengannya. Kecuali dalam situasi khusus, sama sekali tak terasa tekanan sebagai Yang Mulia Putri Mahkota, Pangeran Wanita, maupun Ksatria Besar level lima: "Aku sudah siap. Sekarang yang diperlukan adalah latihan dengan kelompok musik, mengingat ini pertama kalinya aku menjadi dirigen."
"Sense musikmu bagus, dan setelah menjadi ksatria, koordinasi serta gerakan tubuhmu pasti mampu meng-handle posisi dirigen. Lagipula kebanyakan dirigen hanya sekadar memberi ketukan dan mengkoordinasi." Jawab Natasha santai, mata ungu indahnya berkilat menatap Lucien, sepertinya sangat ingin mengetahui repertoar konser Lucien lebih dulu.
Di masa lalu ketika tema musik masih jarang, seorang dirigen tidak perlu memahami esensi lagu untuk membuat musik lebih ekspresif.
Lucien memikirkan bahwa jadwal konsernya sudah ditetapkan, dan Asosiasi pasti akan memintanya menyerahkan daftar lagu untuk menghindari masalah. Maka dia tidak menyembunyikannya dari Natasha: "Simfoni Takdir, Serenada Biola G Minor, Kanon D Mayor yang Diadaptasi untuk Piano, Sonata Biola G Minor yang Diadaptasi untuk Piano, serta sebuah Sonata Piano C Minor bertema musik berjudul 《Pathétique》."
"Pengaturan lagu seperti ini aneh," kata Natasha dengan bingung, "Jarang melihat konser yang menampilkan begitu banyak komposisi piano bersifat solo. Simfoni terlalu sedikit, tidak ada konserto, keseluruhan konser tidak cukup megah."
Tepat ketika Lucien hendak menjelaskan, Natasha tertawa sendiri: "Tapi aku sangat percaya padamu, Lucien. Atur saja seperti itu. Hehe, aku tidak sabar menantikan Sonata pianomu. Saat ini format sonata sendiri masih belum matang, apalagi aspek tematiknya. Kuharap kau bisa membuka jalan baru."
Setelah rasa ingin tahunya terpuaskan, Natasha dan Lucien berbincang santai tentang berbagai kejadian menarik di Alto belakangan ini, membicarakan hiruk-pikuk konser-konser sederhana nan unik sebelum festival musik.
Membahas hal ini, Lucien teringat para anggota sekte sesat, alisnya berkerut halus: "Waktu ditemukannya Tanduk Perak benar-benar kebetulan. Bertepatan dengan festival musik, saat Gereja dan Kadipaten sedang kekurangan personel. Jangan-jangan mereka..."
“Meskipun keberadaan Tanduk Perak ditemukan secara kebetulan, kami juga mempertimbangkan kemungkinan mereka sengaja membocorkan informasi untuk melemahkan kekuatan penjaga Alto. Jadi, jika mereka berani berbuat onar selama festival musik, mereka pasti akan mendapat pukulan lebih berat.” Natasha menjawab dengan mata setengah terpejam.
Lucien tidak berkomentar lebih lanjut. Bukan hanya dirinya satu-satunya yang pintar, petugas Gereja dan para Ksatria jelas bukan orang bodoh.
※※※
Setelah Natasha dan Camille pergi, Lucien baru hendak berlatih di aula latihan lantai lima ketika bertemu anggota dewan Othello yang datang sendiri ke tempatnya.
"Belakangan ini dia terus menerus menerima tamu bangsawan dan musisi dari negara lain, sementara dirinya sendiri belum mengaktifkan kekuatan darah. Meski terlihat sangat lelah, dia tetap mempertahankan gaya bangsawan klasik yang kaku. Dengan tongkat hitam di tangan, dia melangkah mantap menghampiri Lucien dan berkata tanpa ekspresi: 'Lucien, apakah lagu untuk konsermu sudah siap?'"
"Mekanz, murid Othello, mendapat banyak pandangan aneh dan kritikan di dalam Asosiasi karena gagal dalam tuduhan terakhir terhadap Lucien. Akhirnya dia mencari alasan untuk kembali ke tanah warisan keluarganya guna menghindari sorotan."
"'Aku memang ingin menyerahkannya kepada Anda, Anggota Dewan Othello.' Lucien kembali ke meja tulis, mengambil bulu angsa, lalu dengan cepat menuliskan daftar lagu dan menyerahkannya kepada Othello."
Othello membaca dengan cermat, alisnya berkerut keras: "Terlalu banyak komposisi piano bersifat solo, ini bukan konser yang sesungguhnya dan megah. Aku tahu bakat selalu punya banyak ide dan eksperimen baru, tapi Lucien, apakah kamu benar-benar yakin?"
Jika ini konser biasa di Aula Himne Suci, Othello sama sekali tidak akan mengurusi repertoar musisi seperti Lucien yang mendapat dukungan Yang Mulia Putri Mahkota. Tapi ini Festival Musik Alto tiga tahun sekali, perhelatan musik seluruh benua. Konser Lucien sebagai penutup acara membuatnya tidak bisa tidak merasa tegang dan khawatir.
Lucien mengangguk mantap: "Aku percaya diri, Yang Mulia Putri Mahkota juga telah menyetujui."
"Baiklah, semoga kamu tidak terbebani." Othello tetap menyiratkan kekhawatirannya yang besar. Dalam hatinya, keputusan Natasha yang langsung menunjuk Lucien untuk mengadakan konser penutup di hari terakhir, ditambah Christophorus yang tidak mencegah, sungguh keterlaluan!
Acara seperti ini membutuhkan musisi yang berpengalaman, terkenal, dan berwibawa dalam konser, bukan mengatur konser perdana seorang jenius sebagai eksperimen. Ini bukan hanya petualangan berisiko untuk Festival Musik Alto, tetapi juga akan membebani Lucien dengan tekanan berat.
Banyak jenius musik yang hancur di bawah tekanan, seperti yang sering disaksikan Othello. Karena itulah dia sangat khawatir, "Meski Festival Musik Alto hanya tiga hari, tamu yang datang pasti tak akan langsung pulang setelah acara. Lucien bisa mengadakan konser setelah festival selesai. Dengan begitu, reputasinya akan tersebar sekaligus mengurangi tekanannya."
Sebagai anggota dewan Asosiasi, Othello berpikir dengan penuh tanggung jawab. Namun sebagai bangsawan yang selama beberapa generasi gagal mengaktifkan kekuatan darah, dia sama sekali tidak berani melawan keputusan Putri. Satu-satunya cara adalah memastikan berulang kali pada Lucien.
Setelah berhasil mengantar Othello pergi, Lucien keluar dari kamar menuju ruang pertunjukan. Sepanjang jalan, semua musisi dan pemain musik yang ia temui menyapanya dengan ekspresi aneh yang tak bisa disembunyikan.
Sama seperti Othello, mereka awalnya mengira konser Lucien akan diadakan setelah festival. Tapi tak disangka justru menjadi penutup megah acara tersebut. Mereka yang tidak mengenal Lucien dipenuhi iri hati, sementara yang mengenalnya sangat khawatir ia tak mampu menahan tekanan ini.
Baru saja naik ke lantai empat, naluri tajam Lucien sebagai ksatria tiba-tiba terpicu. Ia segera menyamping, tepat saat seorang wanita terburu-buru mendekat.
Andai Lucien tidak menggeser tubuhnya lebih dulu, pasti mereka akan bertabrakan.
"Nyonya Silvia, ada keadaan darurat?" ujar Lucien yang kini bisa melihat jelas Silvia berbalut gaun kuning pucuk yang membuatnya terlihat segar dan anggun. Pipinya kemerahan dengan nafas terengah ringan.
"Awalnya Silvia kaget, lalu menepuk-nepuk dadanya sambil berkata, "Tidak ada apa-apa, hanya berjalan terlalu cepat. Lucien, kudengar konsermu di hari terakhir, jangan sampai gugup." Ia tersenyum lembut sambil menghibur Lucien.
Setelah berbincang sebentar, Lucien menggeleng geli melihat Silvia bergegas menuruni tangga. "Nyonya Silvia yang biasanya lembut dan tenang, hari ini begitu tergesa-gesa."
Di lantai lima, kelompok musik tempat Rhine berada yang sudah dijanjikan Lucien telah menunggu beberapa saat.
"Tuan Rhine, semuanya, mari kita mulai." Lucien mengambil tongkat konduktor.
Rhine tersenyum dengan humor, "Karya solomu benar-benar membuat kami penasaran."
Lucien hanya tersenyum tanpa menjawab. Tongkat konduktor bergerak, kelompok musik mulai memainkan lagu.
Setelah satu kali latihan yang dirasa memuaskan, saat Lucien hendak melanjutkan, gerbang ruang konser terbuka. Anggota dewan Othello masuk bersama dua pemuda.
Salah satu yang dikenali Lucien adalah Pangeran Verdi yang pernah dua kali bertemu di Istana Latasha, berambut pendek ungu, tampan dan tenang, langkahnya penuh kharisma seorang Ksatria. Sedangkan yang satunya sama sekali asing bagi Lucien, seorang pemuda muda dan polos, mengenakan jas merah rumit dengan warna mencolok, memiliki wajah pucat dan halus, rambut hitam dan mata abu-abu muda.
"Ini adalah Pangeran Michel dari Kerajaan Syracusia. Karena penasaran dengan Asosiasi kita, beliau meminta Pangeran Verdi untuk mengajaknya berkunjung," jelas Othello dengan gerak-gerik yang sangat sesuai protokol.
Setelah Lucien dan rombongan memberikan salam, Michel berkata agak malu, "Apakah saya mengganggu latihan kalian? Saya hanya ingin melihat-lihat saja, kalian tidak perlu sungkan."
Setelah selesai berbicara, pupil abu-abu mudanya memantulkan bayangan Lucien. Dengan gembira dia berkata, "Tuan Lucien Evans, senang bertemu dengan Anda. Setelah latihan ksatria setiap hari, relaksasi favorit saya adalah memainkan karya Anda 《Untuk Silvia》."
Dengan antusias dan mengabaikan protokol, dia menjulurkan kedua tangannya untuk berjabat tangan dengan Lucien, terlihat sangat puas dengan kunjungannya ke Asosiasi Musik kali ini.
Tangan Michel yang panjang dan ramping ternyata menyimpan tenaga tersembunyi. Tampaknya dia telah mengaktifkan darah bangsawan meski belum dewasa: "Yang Mulia Pangeran, saya merasa terhormat karya saya disukai oleh Anda."
Setelah percakapan singkat, Michel tidak mengganggu latihan mereka lagi dan pergi meninggalkan aula bersama Verdi.
※※※
Senja hari, setelah menerima ucapan selamat dan keprihatinan dari Viktor, Felice, Alena, dan lainnya, Lucien akhirnya bisa menikmati ketenangan. Dia pulang ke villa taman di Distrik Gisu dengan kereta kuda.
“Tuan Deroni?” Lucien yang sedang menikmati pemandangan tunas hijau di tepi jalan, terkejut melihat ayah Silvia, Deroni, sedang berjalan-jalan dan berbincang dengan seorang pria asing.
Pria asing itu berusia sekitar empat puluh tahun, berhidung mancung, rambut cokelat, mata biru tua, tanpa kumis, mengenakan setelan resmi hitam dan kemeja putih berlengan lebar. Seluruh penampilannya memancarkan aura tenang dan misterius yang khas.
Saat pandangan mereka bertemu, Deroni mengangguk dan menunjuk pria di sampingnya, "Ini Rogerio dari Mutiara Laut, kerabat sekaligus rekan bisnisku."
"Halo, Tuan Rogerio." Lucien menyapa dengan sopan.
Rogerio menatap Lucien dengan pandangan yang dalam, tersenyum tipis, "Halo, Tuan Ivens. Bahkan di 'Sturkc' pun, nama Anda sering terdengar."
Setelah bercakap-cakap santai dengan Rogerio tentang kisah menarik Stuurk yang diceritakan Piora dan kawan-kawan siang tadi, Lucien berpamitan dan pulang ke rumah.
Beberapa hari berikutnya, Lucien sepenuhnya menyelami persiapan konser. Tanpa terasa, waktu memasuki bulan April, festival musik benua yang megah - Festival Musik Alto resmi dimulai.
