3 April, Festival Musik Alto.
Di jalanan yang riuh dengan gemuruh melodi, Lucien tak seperti biasanya yang selalu mengenakan setelan resmi atau gaun. Kali ini ia hanya memakai mantau panjang coklat kemerahan, kemeja putih dengan celana panjang hitam dan sepatu kasual, berjalan santai ditemani Evan yang berdandan seperti gentleman kecil.
Joel dan Elisa ingin mengulangi kencan masa muda mereka, sehingga menitipkan Evan kepada Lucien untuk dijaga. Sementara Viktor, karena kedatangan banyak teman bangsawan, musisi, dan pemain musik dari luar negeri, sibuk dengan jamuan, jamuan makan, dan acara resmi selama beberapa hari ini. Felice, Loth, dan lainnya sebagai muridnya tentu dengan senang hati membantu membagi kesibukannya dan menghadiri pertemuan semacam ini. Bagaimanapun juga, jaringan koneksi yang luas sangat penting bagi seorang musisi. Hanya saja, mempertimbangkan tekanan Lucien dalam persiapan konser penutup, mereka semua dengan sepakat tidak mengundang Lucien agar ia bisa fokus mempersiapkan diri.
Natasha, yang harus melayani tamu penting seperti Pangeran Michel sekaligus memperhatikan konser kekasihnya Silvia, sementara melupakan "teman nakal" Lucien. Alena yang sibuk di Asosiasi Musik juga tak bisa bebas, sementara orkestra tempat Rhine bergabung menerima banyak undangan konser hingga dikabarkan tak punya waktu untuk mengisi perut.
Awalnya Lucien mengira setidaknya akan ditemani sahabatnya John, tapi ternyata karena kekurangan personel, John ditugaskan untuk menjaga keamanan jalanan.
"Tak kusangka di festival musik yang romantis ini, aku malah harus menjaga anak." Lucien memandang Evan yang terus mengunyah makanan di tangannya dengan putus asa, lalu mengangkat tangan ke arah John di pinggir jalan, "Ini benar-benar kisah menyedihkan."
Evan yang fokus pada makanannya sama sekali tidak menghiraukan keluhan Lucien, sementara John yang bertugas menjaga keamanan di pinggir jalan tak tahan tertawa terbahak-bahak: "Lucien, bukankah ada beberapa wanita bangsawan yang mengajakmu? Misalnya Noni Yvete dari keluarga Hill."
Setelah setengah tahun menjalani pelatihan intensif dari Sir Wynn, aura John semakin tenang. Rambut pirangnya yang berkilauan tetap terjaga pada panjang yang pas, dipadukan dengan baju zirah keabuan yang membuatnya terlihat tampan dan tegap.
"...Kalau begitu lebih baik aku furus mengasuh anak saja." Lucien menarik Evan yang sama sekali tidak memperhatikan jalan, berpamitan pada John, dan mulai menikmati festival musik.
Setelah festival musik usai akan meninggalkan tempat ini, entah apakah masih mungkin kembali. Oleh karena itu Lucien tidak tinggal di rumah, melainkan turun ke jalanan untuk "benar-benar menjadi" bagian dari perayaan.
Dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya, jumlah pejalan kaki dan seniman jalanan tidak meningkat signifikan karena memang sudah sangat ramai. Perubahan terbesar terlihat pada kelompok musik yang sebelumnya harus menyewa gedung untuk konser, sekarang cukup mengelilingi area kosong di jalanan untuk menuangkan impian musik mereka.
Yang paling memuaskan bagi Evan dan anak-anak lainnya adalah gerai makanan di pinggir jalan yang menjual pai, keju, daging panggang, kue manis, dll. Begitu habis makanan di tangannya, dia akan mengiler sambil melirik ke kiri-kanan, lalu diam-diam mempengaruhi arah langkah Lucien menuju gerai idamannya.
Di tengah jalan, kereta hias yang ditarik makhluk bertanduk empat mirip banteng melintas perlahan-lahan. Di atasnya, kelompok musik ternama memamerkan karya musik mereka.
Dalam atmosfer seperti ini, Lucien menarik Evan berjalan santai. Sesekali melihat aula musik, mereka langsung masuk, mendengarkan sejenak dengan tenang, lalu tersenyum keluar. Kemudian melanjutkan jalan-jalan di jalanan, mengulangi proses sebelumnya. Bertindak sesuka hati, bebas dan lepas tanpa kendala, melupakan semua kekhawatiran dan tekanan.
Di Festival Musik Alto, selain Aula Himne Suci, harga tiket semua aula musik sangat murah. Cuma 4-5 keping tembaga sudah bisa masuk mendengarkan sepanjang siang. Bahkan banyak aula musik yang bisa didengarkan gratis karena "musisi" atau orkestra yang ingin terkenal membayar sendiri biayanya.
Inilah perayaan musik yang benar-benar milik semua orang.
Menjelang siang, Lucien membawa Evan mencari restoran yang ramai tapi tidak terlalu kacau di pinggir jalan.
“Kak Lucien, lihat ini…” Saat hendak masuk, Evan menunjuk tulisan di papan kayu besar di pintu, “Tamuku yang terhormat, untuk merayakan festival musik kita bersama, jika Anda bersedia melakukan pertunjukan musik di restoran ini, kami akan memberikan diskon 50% pada makanan Anda. Dan jika pertunjukan Anda mendapat tepuk tangan meriah dari semua orang, makan siang atau makan malam Anda akan gratis sepenuhnya.”
Di bawah bimbingan Lucien dan John, Evan sudah bisa sedikit mengenali kata-kata.
Lucien tersenyum: “Pemilik restoran ini sangat dermawan. Tapi hanya di tempat seperti inilah kita bisa merasakan atmosfer festival musik sebenarnya.”
Masuk ke dalam restoran, dibimbing pelayan wanita, Lucien dan Evan akhirnya menemukan meja kecil. Area lainnya sudah penuh sesak dengan orang.
Memesan dua porsi steak dengan jus lemon, Lucien duduk di kursinya sambil tersenyum memandang panggung di tengah restoran. Di sana ada seorang pria tua yang sedang berusaha keras memainkan piano. Terlihat jelas bahwa dia belum pernah belajar alat musik ini, not-not keluar secara acak dan benar-benar bisa disebut sebagai suara bising.
Namun pria tua ini memainkannya dengan sangat serius, seolah sedang mengadakan konser pribadinya sendiri.
Saat permainannya selesai, seluruh restoran bergemuruh dengan tepuk tangan meriah, menghargai keberanian dan ketekunannya, serta kegembiraan berpartisipasi dalam festival musik.
"Tuan ini akan menikmati makan siangnya secara gratis!" seru pemilik restoran, seorang pria berkacamata berusia tiga puluhan sambil bertepuk tangan keras. "Siapa berikutnya yang mau tampil?"
Tak ada yang mengejek, hanya dorongan semangat. Suasana seperti ini menular ke banyak orang, sehingga semakin banyak pengunjung yang maju memainkan biola, viola, piano, seruling, dan alat musik lainnya, membuat melodi musik terus bergema di dalam ruangan.
Meskipun tepuk tangan meriah seperti yang diberikan kepada pria tua itu tidak muncul lagi, lebih banyak bersifat dorongan, bagi para penampil, momen seperti ini seolah mereka sedang mengadakan konser sendiri, memperoleh kepuasan besar atas mimpi mereka, ditambah dengan diskon setengah harga makanan, setiap orang merasa sangat puas dan gembira.
Sama seperti Evan, Lucien menikmati steak sambil menyelami suasana riang dan semarak ini, memberikan tepuk tangan yang keras setiap kali penampil selesai.
Kemeriahan restoran ini menarik semakin banyak pejalan kaki untuk datang makan.
Mereka cepat larut dalam atmosfer tersebut, bahkan yang tidak mendapatkan kursi pun rela membawa nampan sambil menonton di pinggir.
Setelah pertunjukan sepanjang pagi, Piola dan Sharon yang sedang mencari makanan akhirnya memperhatikan restoran aneh ini.
"Oi, Piora, naik dan tampil!" Leslie yang sudah paham situasi segera mendorong Piora, sambil sendiri juga ingin mencoba.
Piora tidak menolak. Dengan semangat ia naik ke panggung dan menggesek biola. Sebuah waltz riang nan bersemangat perlahan terungkap dengan melodi yang mengalir, membuat semua orang tak kuasa untuk bersenandung dan bergoyang, mendorong suasana yang sudah meriah menjadi semakin membara.
Tepuk tangan yang bergemuruh menyapu Piora. Ia yang belum pernah mendapat sambutan sehebat ini menjadi terlalu bersemangat sehingga memainkan satu lagu lagi sebelum turun.
"Pemuda tampan ini beserta temannya akan menikmati makan siang gratis!" Pengumuman pemilik restoran yang tepat waktu ini langsung mendapatkan sorakan besar.
Lilith dan Sarah, setelah menikmati festival musik yang meriah di Alto sepanjang pagi, tertarik oleh sorak-sorai yang riuh dan penasaran masuk untuk makan, lalu akhirnya juga ditaklukkan oleh suasana semacam ini.
※※※
Lucien meletakkan pisau dan garpu, memandangi Evan yang sudah tidak sanggup makan lagi, terkekeh: "Sudah kukatakan jangan makan terlalu banyak."
"Tapi, setiap melihat makanan lezat, aku tidak bisa menahan diri." Evan memandang sedih pada steak yang masih tersisa setengah, meminta pelayan untuk membungkusnya, lalu bersemangat berkata: "Kakak Lucien, kamu juga harus naik ke panggung dan memainkan sebuah lagu, jadi kita tidak perlu bayar!"
Menurutnya, sebagai seorang jenius musik, kakak Lucien pasti akan mendapat tepuk tangan yang paling meriah jika naik ke panggung.
“Lucien menikmati pertunjukan para musisi sebelumnya, emosinya semakin terbawa suasana yang hidup. Mendengar saran Evan, hatinya mulai tergoda—di tempat yang tidak mengenal identitas aslinya, tanpa menjiplak karya terkenal, mampukah dia meraih sambutan hanya dengan kemampuan musiknya sendiri?”
Maka Lucien pun berdiri dan berjalan menuju panggung sederhana di tengah aula.
“Oh, ada pemuda tampan lagi yang akan tampil,” sambut pemilik restan terlebih dahulu.
Para tamu lain meletakkan pisau dan garpu sambil bertepuk tangan.
Lily hampir menjatuhkan piring berisi roti, mentega, dan daging panggang saat melihat Lucien naik ke panggung. Ia berbisik ke Sarah: “Tuan Ivens?”
Ia sulit mempercayai matanya sendiri.
“Benar, itu Tuan Ivens. Tapi bukankah dia harus mempersiapkan konser di hari terakhir?” Sarah membenarkan anggapan Lily sambil penuh kebingungan.
“Tidak peduli mengapa Tuan Ivens ada di sini, mendengar beliau memainkan piano sendiri pasti menjadi hal terindah!” seru Lilis dengan semangat.
Di sisi lain, Piola yang telah mengenali Lucien berkata pada Gresy sambil tersenyum, "Itu tuan yang punya pemahaman musik tinggi. Aku penasaran bagaimana permainannya?"
"Seharusnya cukup bagus," jawab Gresy dan Sharon serentak dengan senyuman.
Lucien duduk di depan piano, meletakkan kedua tangannya di atas tuts piano sambil mengingat melodi musik ringan yang pernah digubahnya.
Menggubah musik klasik berskala besar dengan struktur ketat memang belum mampu dilakukan Lucien, namun di waktu senggang ia kerap mencoba menciptakan musik ringan berstruktur sederhana dengan melodi yang mudah untuk relaksasi.
Tanpa membuka perpustakaan jiwa, Lucien mengingat kembali fragmen melodi musik ringan yang pernah didengarnya di kehidupan sebelumnya. Dengan menggunakan pengetahuan musik yang telah dipelajarinya, ia memperluas dan menyempurnakan struktur ringan melodi tersebut, menggubah beberapa melodi semi-orisinal yang tidak terlalu panjang.
Jari-jarinya menekan tuts, melodi menenangkan yang merdu mulai mengalir di tengah keramaian aula.
Seperti angin musim semi yang berhembus melalui pepohonan, seperti gemericik murni air mata air yang mengalir. Keriuhan aula seolah terpengaruh, perlahan mereda. Musik indah yang jernih ini seakan membawa pendengar ke pemandangan alam yang menyegarkan, membuat semua menjadi tenang.
Ekspresi Lucien penuh konsentrasi dan ketenangan. Matanya terpejam perlahan, jari-jarinya menari anggun di atas tuts piano, tubuhnya bergerak lembut mengikuti irama melodi.
Lily melihat Lucien seperti ini, mendengar musik seperti ini, seluruh dirinya menjadi tenang dan bahagia. Dalam hati dia berpikir diam-diam: "Musik ini sungguh luar biasa. Setidaknya, setidaknya dibandingkan simfoni, aku lebih menyukai melodi sederhana yang murni dan indah dari Tuan Ivens ini. Ah, Tuan Ivens yang fokus memainkan piano ini sungguh elegan."
Setelah keriuhan yang sangat intens, selalu ada kelelahan dari dalam hati dan keinginan akan ketenangan. Musik ringan Lucien ini tepat menyentuh jiwa mereka. Seluruh aula tidak ada yang berbicara lagi, hanya melodi piano yang merdu dan indah yang terdengar.
Melodi ini sangat pendek, berakhir kurang dari dua menit. Semua penonton masih menyelami suasana sebelumnya dan belum sadar kembali. Maka tidak ada sedikitpun tepuk tangan, keheningan yang sangat luar biasa.
Lucien cukup puas dengan reaksi seperti ini. Dia cepat-cepat turun dari panggung, menarik Evan, melemparkan satu keping perak ke pelayan, lalu bergegas keluar dari restoran.
Setelah keluar dari gerbang, Lucien baru mendengar tepuk tangan yang meledak tiba-tiba dari dalam restoran, lebih bersemangat dibandingkan sebelumnya.
※※※
"Lupa lagi menanyakan nama Tuan itu." Piolla yang sudah sadar menyalahkan diri sendiri, "Dia pasti seorang musisi yang menonjol."
Sharon masih menikmati permainan sebelumnya: "Melodi tadi sangat indah. Jika dikembangkan, disempurnakan dan ditambahkan struktur, ini bisa menjadi potongan piano yang bagus. Mengapa sebelumnya tak pernah mendengar melodi ini? Hmm, sebelum ke Alto, kita takkan pernah tahu berapa banyak musik yang belum kita dengar."
Dia tidak mengira itu ciptaan Lucien, hanya merasa kota musik penuh kejutan. Bagaimanapun banyak musik baru atau kurang terkenal belum sampai ke "Mutiara Laut" dengan cepat.
"Permainan Tuan itu juga memiliki pesona yang sulit diungkapkan. Warna suara dan kualitas suara pianonya juga sangat menonjol. Aku mulai berpikir untuk meninggalkan harpsichord." Ucap Grace penuh kerinduan.
※※※
“Kak Lucien, kenapa kamu memberi uang?” Evan bertanya dengan bingung sambil menunjuk ke restoran. Ia mendengar tepuk tangan yang sangat meriah.
Lucien hendak menjawab, tiba-tiba mendengar suara gemetar dari belakang memanggil: "Tuan Ivens."
"Kalian? Masih di Alto?" Lucien menoleh dan melihat kakak-beradik Lily dan Sarah yang pernah ia curigai bermasalah.
