Setelah memperkenalkan Markus, Viktor kembali tersenyum menunjuk Lucien: "Dia adalah Lucien Evans yang sering kusebutkan padamu, pencipta Simfoni Takdir."
"Selamat siang, Tuan Markus." Lucien ikut berdiri mengikuti Viktor, memberikan penghormatan dengan anggukan kepala.
Markus tersenyum penuh kesombongan: "Halo Lucien, panggil saja aku Markus. Saat di Kerajaan Syck, aku sering mendengar reputasimu. Setiba di Alto sebenarnya ingin langsung mengunjungimu, tapi Guru Viktor melarangku mengganggu persiapan konser pertamamu."
Pada frasa "konser pertama" tersebut, tekanan suara Markus sedikit lebih berat, seolah secara tidak sadar ia menganggap Lucien yang belum memiliki pengalaman konser tunggal belum pantas menyandang gelar "musisi".
Lucien menjawab sopan: "Markus, aku juga sering mendengar Guru Viktor menyebutmu sebagai musisi berbakat yang telah memiliki banyak pengalaman konser di usia 24 tahun."
“Bisa memiliki begitu banyak pengalaman konser, terutama karena tur ini mendapat banyak undangan dari para bangsawan.” Ini adalah hal yang paling dibanggakan Markus, senyumnya menjadi sedikit lebih cerah, lalu duduk di sisi lain Viktor sambil memamerkan pengalaman konsertnya kepada Lucien, serta pengetahuan tentang berbagai negara - seperti Kerajaan Syracusia yang menjunjung cinta dan terbuka penuh semangat, Kekaisaran Suci Heilz yang ketat dan kolot, atau Kerajaan Syak yang bersemangat dan memuja para pejuang.
Lucien sangat tertarik dengan hal-hal semacam ini, sehingga dengan santai menyetujui pembicaraan Markus, membuatnya terus berbicara tanpa henti.
Saat aula mulai tenang dan konser akan segera dimulai, barulah Markus berhenti bercerita, diam-diam berpikir: "Lucien tidak sombong dan dangkal seperti yang kubayangkan, sepertinya cukup mudah diajak bergaul..."
Awalnya, Markus merasa sangat senang dan memberikan doa tulus ketika mengetahui melalui "Ulasan Musik" dan 《Symphony Herald》 di Kerajaan Shaq bahwa gurunya Viktor telah sukses mengadakan konser di Aula Himne Suci sekaligus melatih seorang musisi jenius. Namun seiring dengan membaca teliti kedua koran tersebut, menyaksikan pujian terang-terangan bahkan penghargaan tertinggi yang ditujukan pada Lucien dalam setiap ulasan, serta semakin banyaknya orang di sekitarnya yang membandingkannya - sesama murid Viktor - dengan Lucien, timbangan di hati Markus mulai tidak seimbang, seolah digerogoti oleh ribuan tikus yang menggerogoti jiwanya.
"Mengapa tidak menunggunya sukses menyelenggarakan satu konser dulu baru membandingkan? Bukankah banyak bintang jatuh seperti meteor yang dulunya dianggap jenius?" Begitu Markus teringat pandangan aneh orang-orang dan bisikan-bisikan yang mungkin terjadi, sedikit simpati yang baru tumbuh pada Lucien langsung lenyap. Seharusnya posisi sebagai Penasihat Musik Istana Kerajaan Shaq menjadi puncak kariernya, namun karena ketenaran Lucien dan perbandingan yang terus-menerus dari orang lain, hidupnya terasa seperti siksaan bagai seorang pecundang sejati, "Lagipula dia malah menyiapkan komposisi piano solo dengan asal-asalan untuk konser sepenting ini! Sungguh terlalu arogan dan sembrono! Dia pasti akan menuai kegagalan yang pahit!"
Permusuhan Markus terhadap Lucien tersembunyi sangat dalam, Viktor tidak menyadarinya. Melihat orkestra simfoni telah siap, Christophorus yang tua tapi bersemangat berdiri di depan panggung dengan mengenakan tuksedo hitam, dia pun duduk tegak seperti semua orang, menunjukkan rasa hormat pada Christophorus dengan sikap fokusnya.
Di Alun-Alun Kota, Felice, Loth, serta penonton seperti Piola dan Grace semuanya menahan napas, menunggu dimulainya konser dengan penuh rasa hormat.
Bahkan Adipati Woriot, Putri Natasha, Pangeran Michel, dan tokoh-tokoh bangsawan tertinggi lainnya juga menyatakan penghormatan mereka.
Ketua Asosiasi Musik Alto, musisi paling terkenal dan berwibawa di seluruh benua, legenda musik yang masih hidup, akan memulai konser terakhir dalam hidupnya!
"Para wanita sejati, Tuan-tuan, terima kasih telah menghadiri konser saya. Sudah lima puluh sembilan tahun sejak saya memulai perjalanan musik ini. Kemampuan saya untuk tetap berdiri di sini di usia tujuh puluh tahun, selain dukungan kalian, juga karena stimulasi dari seorang bakat luar biasa. Jalan yang dia buka telah membangkitkan kembali gairah saya dalam mencipta musik, seperti seorang pemuda delapan belas tahun."
"Kita akan menua, akan menghadapi maut, tapi musik tidak. Musik tidak akan pernah mati."
Christophorus menyampaikan pidato perpisahan yang singkat untuk konser terakhirnya, lalu membalikkan badan di tengah gemuruh tepuk tangan. Tangan kanannya yang memegang tongkat konduktor dan tangan kiri yang kosong sama-sama diangkat perlahan, mengawali alunan musik.
Tiga simfoni sebelumnya merupakan pilihan dari banyak karya Christophorus di masa lalu. Satu penuh intensitas, satu megah dan mulia, satu hangat dan anggun, sarat dengan suasana kebahagiaan. Di bawah arahan dirinya sendiri, kelompok musik memainkan ketiga simfoni ini dengan sangat menonjol, membuat "tamu-tamu" di Aula Himne Suci dan ribuan penonton di Alun-alun Kota terbuai.
Ini adalah lagu yang telah dipentaskan selama bertahun-tahun, didengar dari generasi ayah ke anak. Ini adalah kenangan banyak orang tentang kehidupan masa lalu. Inilah tenaga karya klasik!
Saat jeda singkat antar bagian simfoni dan istirahat panjang antar simfoni, seolah seluruh Alto bergemuruh dengan letusan tepuk tangan yang dahsyat.
Usai tiga simfoni, Christophorus yang terlihat lelah berkata: "Selanjutnya murid saya Silvia akan membawakan Sonata piano karyanya. Saya akan mempersiapkan simfoni keempat."
Melihat Christophorus turun, para bangsawan dan musisi di Aula Himne Suci terlihat agak muram, seolah kehilangan sesuatu, sementara di Alun-Alun Kota lebih banyak terdengar decak kagum.
"Benar-benar karya klasik, Tuan Christophorus pantas dijuluki legenda musik yang masih hidup." Piola tersenyum kepada Sharon.
Sharon mengangguk serius: "Aku tumbuh besar dengan mendengarkan tiga karya tadi. Bisa menghadiri konser Tuan Christophorus secara langsung adalah kehormatan terbesar dalam hidupku."
"Musisi besar yang layak disebut 'Master' sangat langka dalam sejarah, tapi kurasa Tuan Christophorus pantas mendapatkan gelar itu." Grace dan yang lain penuh rasa hormat dan kekaguman.
Silvia yang mengenakan gaun malam putih bersih bagaikan malaikat turun ke bumi, berjalan ke panggung dan duduk di depan piano. Kedua tangannya yang jenjang nan indah menyentuh tuts piano, memulai pertunjukannya.
Ini adalah perkenalan dan bantuan dari gurunya terhadap dirinya.
Sonata tiga bagian dengan struktur cepat-lambat-cepat yang indah dan memukau, dipadukan dengan kecantikan dan aura Silvia yang tiada tara, membuat semua orang kembali terbuai.
Lucien menutup matanya dan mendengarkan dengan tenang, dalam hati merasa sedikit menyesal. Sonata piano Silvia masih belum sepenuhnya lepas dari pengaruh dan batasan musik serta alat musik masa lalu, belum memanfaatkan keunggulan piano yang memiliki jangkauan nada luas dengan kontras dinamika yang jelas. Karyanya bagus tetapi masih terjebak dalam gaya lama.
Namun untuk pertama kalinya tampil di Aula Himne Suci, karya dan penampilannya yang seperti ini sudah cukup baik.
Sonata yang berdurasi lebih dari sepuluh menit berakhir. Silvia menerima tepuk tangan meriah yang membuatnya sangat tersentuh, berulang kali menyingsingkan gaunnya untuk membalas salam penonton.
Di tengah tepuk tangan, Lucien tiba-tiba merasakan sorotan mata tertuju padanya. Ia menoleh balik dan bertatapan langsung dengan mata ungu Natasha yang berbinar.
Natasha mengangguk dengan senyuman cerah. Lucien memahami maksudnya - ucapan terima kasih atas bimbingannya dalam adaptasi piano, komposisi, dan permainan Silvia.
"Pantas disebut musisi tercantik." Pikiran ini spontan muncul di benak puluhan ribu pria dan wanita di Alun-Alun Kota saat Silvia tampil.
※※※
Christophorus yang telah beristirahat kembali ke panggung. Setelah membungkuk hormat, ia berbalik dengan wajah serius dan mengayunkan tongkat konduktor.
Dua not pembuka yang kuat dan jelas langsung membangkitkan semangat semua pendengar. Melodi yang berkembang kemudian menciptakan sensasi berada di medan pertempuran dengan aura megah.
Ketika suara terompet yang lantang seperti tanduk berbunyi, semua orang seolah terbakar semangatnya. Di depan mata mereka terhampar lukisan perang megah nan agung, di bawah pimpinan para pahlawan, Pastor, Ksatria, dan lainnya bersatu bagai gelombang pasang maju ke medan tempur. Mereka memenggal kepala Raksasa, menghancurkan menara Penyihir Gelap yang jahat, membinasakan Iblis dan Setan yang turun ke dunia.
Diikuti oleh bagian musik yang penuh kesedihan dan duka, seolah meratapi para pahlawan dengan melodi yang indah dan menghibur. Kemudian berkembang menjadi bagian yang penuh vitalitas, diakhiri dengan melodi kemenangan epik yang heroik, megah, dan penuh semangat.
Saat simfoni yang berdurasi lebih dari empat puluh menit ini berakhir, barulah Viktor dan yang lainnya tersadar dari keterpesonaan. Mereka serentak berdiri memberikan tepuk tangan yang paling meriah kepada Christophorus.
Ini adalah tema musik! Ini adalah simfoni yang luar biasa, yang sungguh unggul!
Di masa senja hidupnya, Christophorus ternyata masih mampu melampaui batas diri, tidak hanya menerima konsep musik baru yang dibawa Lucien, tetapi juga menciptakan karya yang abadi!
"Sang Maestro, Tuan Christophorus benar-benar layak disebut maestro!"
Piola yang tak bisa menahan kegembiraannya mengumumkan kepada rekan-rekannya, ini adalah komposisi yang paling menyentuh hatinya sejak Simfoni Takdir. Saat ini, ia dipenuhi rasa hormat yang mendalam pada Christophorus, bahkan ingin mencium punggung tangan sang maestro.
Sharon, Grace, dan yang lain juga tidak bisa mengendalikan diri, menjawab dengan suara bergetar halus: "Sang Maestro tak pernah mengecewakan!"
"Dia telah menunjukkan kepada kita epos Perang Fajar yang heroik!"
Adipati Woriot berdiri dari kursinya sambil bertepuk tangan, Natasha berdiri bertepuk tangan, Michel, Verdi, Hien dan semua orang berdiri bertepuk tangan, tepuk tangan yang menggila, tepuk tangan yang berkepanjangan bergema di Alto, ini adalah penghormatan terakhir terhadap penampilan agung seorang legenda musik!
"Para wanita sejati dan Tuan-tuan, konser saya telah berakhir, ini adalah konser terakhir dalam hidup saya, dan besok akan menjadi konser pertama dalam hidup Lucien Evans, seorang bakat luar biasa yang membawa konsep musik baru, diadakan di sini."
"Terakhir, pertama, kebetulan yang begitu ajaib, mungkin ini adalah cara Tuhan memberitahu kita bahwa musik tidak akan pernah berhenti."
Seiring ucapan Christophorus saat penghormatan penutup, semua pandangan di Aula Himne Suci tertuju pada Lucien.
Ini adalah pujian sekaligus harapan yang mendalam dari sang maestro. Dari kata-katanya, jelas terlihat ia berharap Lucien menjadi legenda musik masa depan yang memimpin perkembangan musik. Lalu, bagaimana performa Lucien besok?
Bahkan orang asing yang tak ada hubungannya pun merasakan tekanan besar saat ini, tekanan yang tak tertahankan.
Lucien yang sudah berdiri memberikan tepuk tangan membungkuk dalam-dalam dengan penuh rasa hormat dan terima kasih kepada Christophorus.
