Christophorus diam-diam memandangi Lucien yang berdiri memberi hormat di tengah gemuruh tepuk tangan bak gelombang laut. Setelah lama, akhirnya ia tersenyum: "Saat Viktor dan Rhine memodifikasi piano, aku langsung merasa ini adalah instrumen musik baru dengan volume yang megah, kualitas suara yang penuh, serta kontras dinamika yang tajam. Tapi aku tak pernah mencoba menciptakan komposisi untuk alat baru ini. Tak terpikir olehku bahwa teknik dan melodi yang tak bisa diekspresikan di harpsichord maupun clavichord justru bisa dimainkan dengan leluasa di piano. Adaptasi Lucien tadi secara kreatif memasukkan banyak teknik biola, sangat menantang, seolah mustahil dikerjakan manusia biasa."
"Tapi bagi Ksatria, hanya perlu latihan beberapa waktu saja." Verdi lebih terkejut pada cara piano bisa dimainkan seperti itu, bukan pada tingkat kesulitan teknik Lucien, sehingga kekagumannya cepat menghilang.
Natasha melirik Verdi dengan ekspresi setengah tersenyum: "Revolusi teknik penjarian memang tidak berarti bagi kita, tapi musisi biasa lainnya mungkin membutuhkan adaptasi panjang. Karena yang Lucien tunjukkan bukan hanya kecepatan jari yang memukau, tapi juga perluasan lebar jangkauan nada dan kontras dinamika dalam penulisan Sonata piano, membuat komposisi yang dimainkan satu piano pun memiliki warna simfonik layaknya sebuah kelompok musik. Hehe, rasa ingin tahu dan keyakinanku terhadap 'Pathétique' Lucien semakin besar."
Ucapannya yang sederhana membuat para bangsawan di sekelilingnya yang kurang paham musik mengerti bahwa pembaruan alat musik pasti membawa perubahan pada komposisi lagu, sementara Lucien telah berada di depan semua orang.
"Aku menahan rasa ingin tahuku dan tidak melihat partitur
Lucien, tapi dari yang Viktor ceritakan, Lucien memang melakukan perubahan besar dalam genre, struktur, teknik, dll. dari sonata piano. Hehe, rupanya aku memang sudah tua, fokus menggubah dan tidak mempelajari piano dengan serius." Christophorus berkelakar dengan humor.
Adipati Woriot ikut tersenyum: "Mungkin aku juga sudah tua. Saat mendengar penampilan Lucien yang penuh aura megah tadi, tidak semangat seperti anak muda, malah merasa terlalu kuat dan agak sulit beradaptasi. Tentu saja, ini tidak mengurangi keunggulan komposisi piano adaptasi Lucien dalam melodi dan teknik, tapi aku lebih berharap sonata karyanya sendiri ini bisa memberikan pengalaman berbeda."
Ayah berkata demikian, Natasha mengerutkan hidungnya tanpa membantah, diam-diam berpikir: "Penampilan sebelumnya benar-benar sangat memukau dan penuh aura! Aku harus segera mempelajari teknik penjarian Lucien!"
Sementara Felice dan John melihat Lucien naik panggung tiga kali berturut-turut tanpa kehilangan momen, dengan lagu-lagu pilihan yang mendapat sambutan sangat meriah, mereka mulai sedikit lega. Selama sonata piano terakhir ini disambut baik, konser musik Lucien akan berakhir dengan sukses.
※※※
Di alun-alun kota, Pierreau yang berambut hitam dan bertubuh ramping terpaku menatap panggung di balik dinding kristal, mendengar gemuruh tepuk tangan yang seolah-olah bisa menerbangkan atap, berbisik dengan sedih: "Seharusnya tidak seperti ini, tidak seperti ini! Penjarian dan teknik permainannya semua salah!"
“Tapi begitu mengingat diriku sendiri tadi menyelami melodi piano yang penuh semangat gila dan pertunjukan penjarian yang romantis nan bebas, Pierreau semakin tak bisa menerima dan membenci dirinya sendiri. Seolah hanya dengan mencaci diri sendiri, ia bisa meyakini bahwa seni permainan ayahnya adalah benar dan abadi.”
“Benar, benar, benar! Komposisi piano sebelumnya hanya tumpukan teknik belaka, tanpa tema dan makna seperti yang ia usung sendiri. Pasti bahkan dirinya sendiri tak bisa menerima penjariannya! Pasti begitu!”
Pierreau yang masih tertegun tak menyadari Lucien kembali muncul di panggung, duduk kembali di depan piano dengan mata terpejam mempersiapkan emosi.
Piola, Lily, dan penonton di alun-alun tiba-tiba hening, menanti lagu terakhir dari konser Tuan Ivens.
“Mampukah ini menggantikan simfoni untuk mengakhiri konser dengan klimaks yang sempurna?”
※※※
Lucien duduk di depan piano dengan tenang merenung, menyadari bahwa dengan kekuatan calon ksatria, teknik memainkan "Pathétique" tidak menjadi masalah. Namun alasan mengapa bagian pertama "Pathétique" menjadi yang paling sulit di antara ketiga bagian adalah karena mengandung emosi dan pemikiran yang sangat intens. Tanpa penjiwaan emosi, yang tercipta hanyalah rangkaian not mekanis yang pucat, mudah dibedakan kualitasnya oleh pendengar.
Peristiwa-peristiwa menyedihkan dan menekan mengalir satu per satu dalam benak Lucien:
Wajah dan suara orang tua, rasa sesal yang tak tertanggungkan karena takkan bisa bertemu lagi;
Ketakutan, gemetar, kepasrahan dan kebencian saat dipaksa Pastor Gereja masuk ke saluran pembuangan;
Amarah terpendam saat dikeroyoni preman geng hitam;
Kesakitan, penyesalan diri dan kebencian saat mengetahui keluarga Joel diculik anggota sekte sesat;
Kedukaan mendalam dan kemarahan membara saat melihat tiga jari terputus itu;
……
Semua ini berkumpul menjadi beban kesedihan yang berat di hati Lucien, dan yang paling menekannya adalah berada di Kota Nyanyian Suci Alto ini!
Saat meditasi, selalu khawatir Night Watchers lewat di luar rumah dan mendeteksi gelombang energi spiritual yang tidak biasa;
Saat melakukan eksperimen di laboratorium sihir, takut gerakan terlalu mencolok sampai ketahuan orang;
Berlatih sihir harus terus memperhatikan untuk tidak meninggalkan jejak yang terlalu jelas;
Dalam pertemuan komunitas sihir harus menyembunyikan identitas asli, takut ada penindas atau mata-mata Gereja;
Saat aktif sebagai "Professor" atau menyelamatkan sandera, setiap langkah penuh bahaya seperti berjalan di tepi jurang, sedikit lengah bisa menjadi korban ritual darah atau tiang hukuman bakar, sangat tegang, terhimpit dan gelisah;
Baru pada saat ini, Lucien menyadari bahwa lubuk hatinya dipenuhi berbagai emosi tertekan negatif, lalu mengalirkannya keluar, mempersiapkan letusan.
Pedal diinjak sepenuhnya, lengan Lucien menghantam kelompok nada dari lubuk hati itu dengan keras!
Dengung! Senar di dalam piano seakan bergetar hebat! Membuat orang terkejut!
Kemudian melodi rendah dan suram mengalun perlahan, membawa nuansa tragis yang sangat kuat!
Ini adalah tekanan dan kesedihan dari lubuk hati Lucien, jeritan batin untuk melepaskan belenggu dan hidup tenang!
Baru di pembukaan saja, Adipati Woriot sudah merasakan atmosfer tragedi yang pekat, bagaikan awan hitam kelam sebelum hujan deras musim panas, bagaikan batu berat di dalam hati, bagaikan kerinduan pilu yang tak terucapkan.
Perasaan seperti ini tidak hanya dirasakan oleh Sang Adipati. Baik bangsawan maupun rakyat biasa yang memiliki pengalaman hidup kaya, semua merasakan hal serupa. Mereka terpengaruh oleh gema emosi yang dipancarkan Lucien melalui musik.
Natasha seolah kembali ke musim dingin tahun itu, langit Alto yang jarang ditutupi awan kelabu pekat membuat hati merasa sangat tertekan, seolah dapat memprediksi akan terjadi hal buruk.
Christophorus teringat istri yang mendampinginya hampir lima puluh tahun namun lebih dulu pergi, mengingat anaknya yang hancur di bawah tekanan ketenaran dirinya. Anak itu lebih memilih berdagang penuh risiko di luar sana, menghadapi Kobold dan Gnoll yang ganas, daripada melangkahkan kaki ke ruang musik.
"Terlalu banyak kesedihan dalam hidup, tapi yang mampu kuingat jelas hanyalah senyummu, Winnie." Viktor menutup mata, mendengarkan dengan tenang perkembangan intro tragis yang perlahan mengalun.
Saat melodi seperti ini terdengar di telinga Felice, secara alami dia teringat pada malam jamuan makan ulang tahun ketika mendengar kabar sakit Pangeran Hain yang tak bisa hadir, membangkitkan rasa sakit dan kesedihan.
John di sebelahnya mengepal erat tangannya, dalam duka yang penuh tekad ingin memberantas kejahatan dalam kegelapan hingga tuntas!
Di alun-alun kota, Piola, Sharon dan lainnya teringat pada ketidakmulusan jalan musik mereka, perjalanan panjang yang melelahkan menuju Alto.
Lily dan Sara mungkin yang paling memahami perasaan Lucien yang tersirat dalam melodi - bahaya yang ada di mana-mana, tekanan yang tak terelakkan.
Banyak lika-liku dalam hidup, setiap orang memiliki Pathétique mereka sendiri!
Rentetan not cepat yang mengalir deras mengakhiri bagian pembuka, lagu beralih ke tempo cepat. Melodi penuh semangat yang menantang kegelapan bagai ombak menghantam karang, membangkitkan perasaan motivasi.
Melodi sesekali kembali menjadi ringan dan ceria, menampilkan harapan indah akan kehidupan.
Namun pengulangan tema tragis dari introduksi membuat pendengar, meski mendengar melodi kuat yang penuh semangat dan jernih ini, tetap tak mampu menghilangkan kesedihan dan penderitaan dalam hati. Sebaliknya, dengan staccato pada tema, mereka merasakan tekanan yang terpendam, seperti ada perasaan mual dalam kesunyian yang ingin meledak dalam perlawanan.
Bahkan melodi ringan itu, dalam tekanan berat seperti ini, terasa sangat muram.
Tekanan semakin membebani. Menyaksikan kedua tangan Lucien yang gesit dan berirama memainkan teknik sulit, Adipati Woriot merasa seperti akan tersedak - sama perihnya saat mendengar putra sulungnya gugur di Benteng Utara, sama putus asanya saat menyaksikan sang istri yang mengorbankan masa depannya demi cinta mereka menghembuskan napas terakhir.
“Setelah ini aku tidak akan bisa bertemu kakak lagi, Keluarga Violet harus kujaga sendirian.” Natasha berbisik lirih mengingat kesedihan dan keteguhan di musim dingin suram saat mendengar Benteng Utara jatuh, mengulang sumpah yang diucapkannya sambil menggenggam erat tangan kanan ibunya di ranjang sakit, "Ibu, aku pasti akan menjadi ksatria sejati!"
Wajah Pangeran Verdi berubah-ubah, jelas menyimpan kepedihan dan tekanan tersendiri.
Di kursi bawah, Markus yang duduk diam lama memandangi jari-jari Lucien yang menari-nari, perlahan menundukkan kepala dan menghela napas panjang.
Silvia memandang dengan ekspresi muram dan sedih, matanya seolah tertuju pada ruang VIP di lantai atas.
Dan di Alun-alun Kota, Pierreau tak lagi bisa menahan emosinya dalam musik ini, tiba-tiba menangis tersedu-sedu penuh kekecewaan dan kesedihan yang tertekan. Dalam hatinya ia sangat sadar bahwa seni bermain ayahnya mungkin benar-benar akan tergantikan oleh teknik permainan piano Lucien: "Maafkan aku, Ayah! Maafkan, aku terlalu gagal!"
Lily dan Sara dalam penekanan yang mereka rasakan, juga merasakan keteguhan hati dan pantang menyerah yang tersembunyi dalam musik Lucien.
Bagian pertama perlahan memasuki akhir, melodi semakin tegas dan penuh kekuatan. Para pahlawan dengan aura sedikit tragis tapi tidak menyedihkan, maju tanpa ragu menyerbu kegelapan dan kejahatan.
Lucien berpikir setelah hari ini ia bisa pergi ke tempat yang aman untuk mempelajari sihir, memikirkan imbalan atas keteguhan menghadapi kesulitan, kehendaknya semakin kuat. Melodi semakin berdaya, terang telah di depan mata, kemenangan telah di depan mata!
Kemudian beberapa not tinggi dan penuh semangat yang tegas seperti pedang menebas baja terdengar, seolah atmosfer tragis dan suram telah tercerai-berai sepenuhnya, segala tekanan dalam hati terlampiaskan.
Semua orang perlahan menghela napas panjang, seolah tubuh dan jiwa mereka telah dimandikan oleh musik, membuang segala emosi negatif.
Lalu bagian kedua dimulai, melodi yang seperti nyanyian bagai sinar matahari hangat menyinari hati setiap penonton, jernih dan berkilauan. Harmoni multi-suara menciptakan kehangatan yang indah, menghibur jiwa semua orang.
Saat semua telah pulih dari Pathétique, musik memasuki bagian terakhir. Melodi miring seperti tetesan hujan bergemericik, Christophorus dan para musisi serta rakyat biasa kembali menyaksikan kedua tangan Lucien bergerak di piano dengan kecepatan tak terbayangkan, meluncurkan not demi not yang memancarkan vitalitas meluap dan semangat menggebu, penuh atmosfer ceria.
Sekali lagi gerakan tangan yang memukau dan menghentak, sekali lagi teknik permainan yang megah dan dahsyat! Emosi semua orang kembali terbawa, menari-nari mengikuti alunan musik, menjadi liar bersama melodi!
Setelah rangkaian not-not seperti tetesan air, Lucien menekan dengan kuat, sebuah aksen khas meledak dengan penuh tenaga, mengakhiri seluruh komposisi lagu.
Ekspresi dan daya tarik mencapai puncaknya pada momen ini. Perasaan tertekan di hati Sang Adipati dan yang lain sepenuhnya terlampiaskan. Mereka semua berdiri dari kursi, memberikan tepuk tangan bagai guruh kepada Lucien yang sedang membungkuk hormat di panggung.
Di Alun-alun Kota, selain tepuk tangan, terdengar pula sorak-sorai gila!