Lucien membungkuk memberikan penghormatan penutup ke arah depan panggung dan ruang VIP, namun tepuk tangan yang bergemuruh seperti gelombang tak kunjung mereda, memaksanya untuk terus memberi penghormatan berulang kali, berulang kali membungkuk, persis seperti saat Christophorus mengakhiri pertunjukan kemarin.
Rakyat biasa di Alun-alun Kota yang tak memiliki kekuatan darah maupun anugerah Tuhan menyadari tepuk tangan tak lagi cukup mengekspresikan kegilaan dalam hati. Kesedihan terpendam selama ini berubah menjadi sorak-sorai, teriakan pedih, dan luapan emosi yang meledak-ledak.
Sedangkan di Aula Himne Suci, orang-orang kelas atas yang memiliki identitas dan status meski tidak sampai sefanatik itu, tepuk tangan mereka tetap bergemuruh tak kunjung henti dengan intensitas yang belum pernah terjadi sebelumnya. Karena bahkan para Ksatria yang telah mengaktifkan kekuatan darah dan memiliki kehendak kuat saat menghadapi musuh, mereka tetaplah manusia biasa bukan Tuhan. Mereka masih memiliki kisah hidupnya sendiri, duka, sukacita, cinta, ikatan keluarga, kesedihan, dan kebencian. Begitu musik menyentuh bagian paling lembut dalam hati, resonansi emosi pun tercipta, membuat mereka tak kuasa mengekspresikan gejolak perasaan dengan penuh gairah!
Musik yang benar-benar indah dan berasal dari jiwa tak pernah membeda-bedakan kelas sosial, ras maupun iman.
Hanya para umat fanatik paling taat yang telah menyerahkan segalanya untuk Tuhan-lah yang terlihat relatif tenang.
Menyaksikan Lucien meninggalkan panggung setelah tak terhitung kali penghormatan penutup, para penonton di Alun-alun Kota baru perlahan-lahan tenang. Lelah setelah meluapkan emosi dan kedamaian hati muncul bersamaan.
"Meski kalah dibandingkan semangat kokoh dalam 'Takdir', sonata piano ini adalah yang terbaik yang pernah kudengar, baik struktur maupun melodinya." Piola menghela napas melihat dinding kristal berangsur menghilang, "Dua karya ini memancarkan keyakinan Tuan Ivens yang pantang menyerah menghadapi kesulitan, bahaya, tekanan maupun kesedihan."
Senyum Sharon menghapus kesedihan sebelumnya: "Sonata piano masa lalu, baik dari segi makna intrinsik maupun ekspresi musikal, memiliki jarak yang sangat besar dengan karya Tuan Ivens ini. Bisa dibayangkan, sonata-sonata di masa depan akan menjadikan 'Pathétique' sebagai model. Jika kami tidak datang ke Alto, bagaimana mungkin kami bisa menerima begitu banyak konsep musik baru dengan cepat ini?" Perjalanan panjang tujuh bulan seolah mendapatkan imbalan yang melampaui harapan pada saat ini.
Pantas saja setiap Festival Musik Alto selalu menjadi perayaan musik yang megah!
Grace menatap tak berkedip ke arah dinding kristal yang telah menghilang: "Selain itu, Tuan Ivens membuat permainan piano itu sendiri menjadi seperti seni. Aku sudah memutuskan untuk belajar piano."
“Tetap belajar di Alto?” Piola bertanya ragu-ragu pada Grace, “《Ulasan Musik》《Symphony Herald》di Stuurk hanya bisa dibeli oleh bangsawan kelas atas dan musisi. Kini kita hanya perlu pulang ke kampung halaman, dengan memanfaatkan konsep, struktur, dan teknik yang dipelajari dari konser Tuan Ivens hari ini, pasti bisa menjadi kelompok musik yang populer, bergabung dengan orkestra simfoni sejati, dan menapaki jalan musik kita sendiri.”
“Kalau tetap di Alto, berapa banyak uang yang bisa Grace hamburkan untuk mencari guru? Lagipula di Alto terlalu banyak musisi dan pemain musik yang hebat. Kita bukan Tuan Ivens, di sini sama sekali tidak ada kesempatan untuk menjadi terkenal.”
Green yang selama ini diam menyela sebelum Grace sempat menjawab: “Ikutlah kami pulang, Grace. Fantasi kita itu kan dapat bimbingan dari Tuan Ivens. Setelah direvisi sesuai saran beliau dan dipublikasikan, kita pasti langsung terkenal di Stuurk.”
Meski diam, bukan berarti Green tidak memiliki pikiran tersendiri. Hal yang bisa membuatnya terkenal cepat dengan bantuan musisi, dia tidak akan melewatkannya.
Walau merasa agak tidak enak, Piola, Sharon dan yang lain tidak membantah ucapan Green, bahkan jantung mereka berdebar-debar penuh harap.
Ekspresi Grace terus berubah, akhirnya teringat keluarga di kampung halaman dan masa depan indah yang digambarkan Green, dia menghela napas: "Kalau begitu kita beli edisi terbaru 《Ulasan Musik》 dan koran lainnya, pasti ada diskusi tentang teknik penjarian piano dan genre Sonata di sana."
Yang lain mengangguk serius. Koran-koran ini tidak hanya mewakili masa depan musik mereka, tapi juga bisa dijual kembali untuk mendapat uang tidak sedikit.
Lily dan kakaknya Sara menyelami emosi tertekan yang baru saja meluap itu cukup lama, akhirnya saling memandang lalu berbalik menuju gerbang kota.
“Saat kita menjadi resmi… akan melakukan perjalanan ke berbagai penjuru benua, pasti menemukan tempat belajar yang nyaman, tak lagi tertekan dan menderita.” Sara menepuk bahu adiknya.
Lily mengangguk serius: “Tak kusangka Tuan Ivens juga punya banyak penderitaan, sepertiku bisa merasakan jiwanya. Tapi dia begitu teguh dan gigih, takkan pernah menyerah menghadapi kesulitan. Kita harus seperti dia!”
Siluet kedua kakak beradik itu perlahan menghilang di kerumunan. Di sisi lain, Mekanz dan Pierreau berjalan lunglai seperti kehilangan jiwa.
※※※
Di belakang panggung Aula Himne Suci, Lucien membuka kancing teratas kemejanya lalu memeluk Rhine: “Terima kasih atas bantuanmu. Tanpa itu, konserku takkan sukses seperti ini.”
Lalu berbisik pelan: “Tuan Rhine, sekarang bisakah kau beri tahu lokasinya?”
Rhine menepuk bahu Lucien sambil tersenyum dan menjawab dengan suara yang tak terdengar oleh orang lain: "Menurutmu, apakah lokasi dan suasana seperti ini cocok untuk membahas masalah ini? Besok malam aku akan menemuimu."
Kemudian suaranya meninggi: "Selamat Lucien, melalui konser ini kau telah menunjukkan arah perubahan kepada semua orang dan meraih kesuksesan besar. Kau akan menjadi musisi terkenal yang otentik dan berwibawa."
Pemain cello Thomas, setelah Rhine dan Lucien berpisah, juga memeluk Lucien: "Tuan Ivens, dulu sudah kukatakan bahwa Tuan pasti akan menjadi musisi paling terkenal di seluruh benua. Tapi tak kusangka kesuksesan ini datang secepat ini. Selamat, Tuan akan menjadi legenda musik di masa depan."
Setelah mengucapkan terima kasih kepada kelompok musik, di pintu sudah menunggu seorang pelayan ksatria yang bertugas mengundang Lucien ke ruang VIP.
Di dalam hati Lucien merasa agak cemas: Di hadapan seorang Pastor Suci, mampukah aku menyembunyikan identitas sebagai Penyihir Gelap?
“Jangan khawatir, kamu memiliki darah Moonlight yang bisa menutupi keunikan jiwa Penyihir Gelap.” Rhine berpura-pura merapikan alat musik sambil melewati belakang Lucien, suaranya hampir tak terdengar, “Kecuali dia sudah mencurigaimu dan langsung menggunakan sihir ilahi untuk pemeriksaan.”
Setelah mendapat konfirmasi dari Rhine, Lucien kembali tenang dan mengikuti pelayan ksatria menuju ruang VIP para petinggi.
※※※
Meski hanya berdiri di depan ruang VIP dengan jarak beberapa langkah dari Salder, Lucien bisa merasakan jelas kehangatan cahaya suci yang memancar – di hadapannya duduk seorang Santo Roh sejati.
“Untunglah garis keturunanku tidak bersifat kegelapan dan aku tidak mengkhususkan diri pada Ilmu Sihir Kematian. Jika tidak, pancaran jiwa Salder saja sudah akan melukaiku parah.” Kekuatan sihir Lucien kini telah berkembang pesat dibanding sebelumnya, membuatnya semakin menyadari kedalaman kemampuan Salder yang bagai samudra tak terjangkau.
Setelah memberikan salam kepada para tokoh penting, Adipati Woriot sendiri yang mendekati Lucien, memegang kedua tangannya dan menepuk-nepuk: "Musikmu, permainanmu, semuanya memiliki kekuatan yang menyentuh hati. Aku sangat menyukainya. Hehe, jika kau bukan penasihat musik putriku, pasti akan kutunggu untuk menjadi penasihat utama di istana. Kuharap kau bisa terus menggubah lagu indah seperti ini. Selama kau bisa mempertahankan level seperti ini, di masa depan kau pasti akan menjadi maestro di bidang musik."
Natasha langsung memberikan pelukan ksatria kepada Lucien, lalu berbisik di telinganya: "Lucien, ide brilian apa lagi yang kausembunyikan? Hal baik harus dibagi dengan sahabat!"
Dia jelas masih kesal karena tidak bisa menunjukkan pesonanya di depan Silvia dengan cara bermain seperti itu.
"Sepertinya sudah tidak ada lagi." Jawab Lucien agak canggung, tidak mungkin mengaku bahwa dirinya sebenarnya masih seorang magang sihir.
"Lalu Natasha melepaskan Lucien, dengan senyum yang jarang terlihat tenang: "Pertunjukanmu barusan mengingatkanku pada banyak hal yang kukira sudah bisa kulupakan. Terima kasih, Lucien. Meskipun itu menyedihkan, tapi tetap berharga."
Christophorus berjalan mendekati Lucien sambil tersenyum, menatapnya selama puluhan detik sebelum akhirnya memeluk dengan ramah: "Era ku sudah berakhir, tapi kau membuatku melihat datangnya era yang sama sekali baru."
"Hidupku juga demikian, terima kasih atas pujiannya, Tuan Ketua." Jawaban Lucien mengandung makna ganda. Kehidupannya juga akan mengakhiri segmen lama dan memulai perjalanan baru.
Christophorus menyingkir memberi jalan pada Lucien sambil terkekeh: "Aku mewakili 'Ulasan Musik' dan 《Symphony Herald》 untuk memintamu menulis artikel secara berkala. Selama itu adalah tulisan kritik musikmu, pasti akan dimuat di halaman depan."
Dua surat kabar musik paling terkenal di benua ini adalah milik Asosiasi Alto. Hanya musisi sejati atau orang dengan identitas terhormat yang bisa mengirimkan tulisan. Jika artikel berhasil dimuat di kedua surat kabar ini, imbalannya bervariasi antara satu hingga lima Emas Taler tergantung popularitas dan halaman.
Saat itu, Lucien telah berada di depan Uskup Salder. Dengan susah payah mempertahankan ketenangan, ia mencium punggung tangan Salder menggunakan tata cara Ksatria: "Kehadiran Anda di konser saya adalah kehormatan terbesar."
Salder mengangguk, mata keruhnya setengah terpejam: "Aku telah mendengar semua tentangmu. Aku mengerti kesedihan dan penderitaan dalam hatimu. Tapi kau memiliki jantung yang tangguh, sehingga bisa mencapai pencapaian gemilang ini. Ingatlah, pemuda: Kesulitan adalah ujian Tuhan. Tanpa melewatinya, seseorang takkan bisa bersinar sepenuhnya. Semoga Tuhan memberkatimu."
Setelah meninggalkan Salder, Lucien tetap tidak bisa bersantai. Di hadapan seorang legenda, perubahan emosi sekecil apapun pasti akan terdeteksi!
Setelah ucapan selamat sederhana dan serius dari Verdi, Pangeran Michel tersipu-sipu memeluk Lucien: "Selamat, Tuan Ivens. Anda kini telah menjadi musisi ternama. Atas nama Istana Tiria dan pribadi saya, saya mengundang Anda. Kapan pun Anda mengunjungi Tiria, Anda akan disambut dengan sangat meriah."
"Terima kasih, Yang Mulia Pangeran. Jika ada kesempatan, saya pasti akan mengunjungi Tiria," jawab Lucien penuh rasa terima kasih.
Selanjutnya, Lucien menerima banyak undangan dari tamu-tamu lain di ruang VIP, berasal dari berbagai negara di benua.
Lucien tidak menolak semua undangan ini, hanya menyatakan perlu pertimbangan. Karena rute perjalanan baru bisa ditentukan setelah mengetahui lokasi markas besar Majelis Sihir. Undangan-undangan ini akan menjadi alasan untuk keberangkatan nanti.
Keluar dari ruang VIP, Lucien melihat para penonton di Aula Himne Suci mulai berangsur-angsur membubarkan diri, ruangan yang semakin kosong. Keriuhan di luar telah mereda, senyap seperti malam. Ia menggelengkan kepala sambil tersenyum:
Saatnya untuk turun panggung, Lucien si musisi.
