Di kota kecil Bon, Lily dan Sara yang tidak bisa tidur dan tidak berani tidur berdiri di jendela menyaksikan jalanan yang sunyi sepi.
“Kakak, katanya sejak Zaman Kegelapan, setiap selang waktu yang tidak tetap di Kota Bon selalu ada orang yang hilang. Apa ini karena Kunci Sihir?” tanya Lily penasaran. Dari informasi yang dia kumpulkan, rentang waktu kejadian orang hilang terpanjang mencapai lebih dari seratus tahun, sementara yang terpendek terjadi berturut-turut selama beberapa tahun. Hal ini membuat kota kecil ini diselimuti aura misterius. Meskipun Gereja telah mengirim Pastor untuk melakukan pemeriksaan, tidak ditemukan bukti apapun. Mereka hanya bisa menduga bahwa ada binatang buas atau monster dari gunung yang diam-diam turun untuk memangsa manusia.
Sara menggelengkan kepala dengan wajah pahit: "Aku juga tidak tahu. Bahkan jenis Kunci Sihir apa yang dimaksud pun tidak jelas, bagaimana bisa menilainya? Tapi kurasa pasti ada hubungannya. Lihatlah rumah kosong itu, awalnya milik salah satu Tuan terhormat di Bon yang menguasai literasi. Namun putri kecilnya yang berusia tujuh tahun hilang pada sore 10 April sepuluh tahun lalu dan tak pernah ditemukan. Akhirnya dia dan istrinya memilih meninggalkan tempat yang menyedihkan ini, pindah ke negara sebelah timur." Ia menunjuk sebuah rumah di pinggir jalan.
"Tanggal 10 April, kebetulan yang aneh ya." Lily menjawab sambil termenung.
※※※
Senyum gadis kecil yang seolah keluar dari foto hitam-putih itu tiba-tiba berseri. Kedua tangannya terbuka hendak memeluk Lucien, polos dan antusias bak anak perempuan yang menunggu ayah pulang. Namun tubuhnya yang melayang dan mata kosong tanpa emosi membuat bulu kuduk Lucien meremang. Mana berani ia membiarkan sosok ini masuk ke pelukannya.
Mantra rumit yang sulit diucapkan terdengar, namun termasuk Lucien tak bisa mendengarnya, hanya bisa memastikan sihir berhasil dilancarkan.
Udara di sekitar gadis kecil mulai kacau, membentuk tali-tali tak kasatmata yang membelenggunya.
Sihir tingkat pemula "Spirit Binding"!
Lucien tak ragu lagi menetapkannya sebagai makhluk jenis arwah atau makhluk astral.
Senyum cerah langsung menghilang, wajah kecilnya berkerut penuh kebencian dan kebengisan. Ia menengadahkan kepala dan membuka mulut mengeluarkan teriakan tanpa suara.
"Pasukan Penyerap Suara" membentuk penghalang transparan yang muncul di depan Lucien, riak-riak halus yang nyaris tak terlihat membuatnya bergetar hebat.
Setelah menggunakan "Spirit Binding", Lucien langsung mempersiapkan sihir ini - pengetahuan tentang cara serangan makhluk arwah penasaran menjadi tenaga penyihir!
Tapi "Pasukan Penyerap Suara" yang baru muncul langsung runtuh total di bawah gelombang yang tampak bergetar sangat lambat!
Teriakan arwah penasaran yang hanya ternetralisir sebagian langsung menghantam Lucien.
Langit berputar, bumi berguncang, kepala pusing dengan "tinnitus", mual ingin muntah. Kaki Lucien seperti menginap kapas sama sekali tak bisa menjaga keseimbangan. Bahkan organ dalam seolah menunjukkan tanda resonansi. Berbagai emosi negatif membanjir: panik, ketakutan, dendam—hampir membuat Lucien tak bisa mempertahankan kesadaran terakhir.
Kulit Lucien yang terbuka memancarkan cahaya "abu-abu keputihan" samar, dengan cepat menjadi kabur dan bergoyang sebelum perlahan stabil.
"Pelunakan sinar bulan" yang tepat waktu membuat Lucien terhindar dari pecahnya organ dalam, gangguan mental, bahkan kematian. Namun pelunakan ini tidak melemahkan serangan "teriakan arwah penasaran", hanya meningkatkan pertahanan organ dalam dan otak yang rapuh. Akibatnya Lucien langsung menderita luka yang cukup serius.
"Ini arwah penasaran setara Ksatria resmi!" Lucien menilai kekuatan dan kategori "gadis kecil" ini dari gelombang serangan tersebut. Kaki kanannya menjejak, berubah menjadi bayangan samar berpendar yang mengitari arwah mengerikan ini ke sisi lain, lalu melantunkan "mantra tanpa suara". "Cahaya Terang" menyala.
Bahkan arwah penasaran lemah sekalipun kebal terhadap sebagian besar kerusakan elemen, mengimunisasi banyak sihir. Hanya cahaya (energi positif), api, gelombang suara yang bisa melukai mereka.
Namun, bola cahaya yang seharusnya terang menjadi pucat kehijauan di dunia Kunci Sihir yang aneh ini, lalu tercemar kabut abu-abu tipis, sama sekali tidak menciptakan sensasi penerangan.
Gadis kecil itu melayang setengah lingkaran setelah mengeluarkan "teriakan arwah penasaran", lalu mengabaikan "Cahaya Terang" dan menerjang ke arah Lucien.
Lucien berada dalam masa recovery setelah menggunakan mantra, hanya bisa menghindar sebagai bayangan samar keabu-abuan sambil mengayunkan pedang "Waspada" ke belakang menuju gadis kecil itu.
Pedang itu menembus tubuh "gadis kecil" tanpa hambatan, tapi tidak menyebabkan kerusakan apapun pada "nya"! Padahal ini adalah pedang bertuah, dengan kekuatan serangan setara ksatria biasa tingkat resmi.
Tak terluka, gadis kecil itu sama sekali tidak menunjukkan kemarahan terhadap serangan pedang dan Lucien, ekspresi wajahnya yang terdistorsi pulih kembali menjadi senyuman.
Lalu tubuhnya menghilang secara transparan dari tempatnya, beberapa detik kemudian tiba-tiba muncul kembali di depan Lucien, masih dalam pose merentangkan kedua tangan.
Lucien yang memiliki kelincahan dan keseimbangan baik serta masih menyimpan tenaga, segera mengubah arah dengan hentakan kaki dan mulai mempersiapkan "Batuk Hofmann".
Serbuk putih berkumpul sedikit demi sedikit, gadis kecil itu kembali muncul secara misterius di depan Lucien. Saat itu "dentuman tanpa suara" menggema, debu beterbangan di jalanan sementara tubuh gadis kecil itu bergetar dalam gelombang.
Ekspresi sedih dan dendam sekaligus muncul di wajah gadis kecil itu, lalu berubah menjadi kebencian total. Ia pertama-tama menengadah dan menjerit tanpa suara, kemudian langsung menerjang Lucien tanpa jeda.
Setelah mengucapkan "Batuk Hofmann", Lucien segera mengubah arah dengan lancar menghindari serangan frontal terganas "Jeritan Arwah Penasaran", lalu dengan cepat melakukan pelunakan sinar bulan.
Namun meski begitu, Lucien tetap terkena dampak serangan "Teriakan Arwah Penasaran" yang meluas, kembali mengalami lemas dan pusing. Tubuh setengah bercahayanya bergelombang seperti ombak, berhenti sejenak di tempat.
Pada saat itulah "gadis kecil" itu menerjang tubuh Lucien.
Kesadaran Lucien mulai mengabur, ia secara abstrak merasakan suhu tubuh, stamina fisik, tenaga, dan daya hidupnya menghilang dengan cepat.
Gadis kecil itu langsung menembus tubuh Lucien dan mendarat di sisi lain. Ia memandangi dirinya sendiri dengan ekspresi tak percaya.
Cincin "Pembalas Es" yang dikenakan Lucien mulai berefek, memulihkan kesadaran dan fokusnya dengan cepat. Tanpa ragu ia mengucapkan mantra.
Angin dingin berhembus, seekor arwah penasaran dengan wajah samar muncul di antara kedua "manusia" itu.
Lucien tidak melepaskan kendali atas mayat hidup tingkat rendah yang dipanggilnya seperti sebelumnya demi fokus pada eksperimen, dan mengarahkannya untuk menerjang "gadis kecil". Jika respons sebelumnya terjadi di luar Kunci Sihir, tentu tidak akan ada masalah dan tidak akan sampai berada di ambang luka parah seperti sekarang. Tapi tempat ini terlalu aneh, seolah sangat cocok untuk mayat hidup dan sangat melemahkan sihir elemen cahaya!
Karena itu, Lucien yang telah mengambil pelajaran dari "keuntungan lokasi" mulai menggunakan mayat hidup untuk melawan mayat hidup.
Dua arwah penasaran saling melilit, lengan mereka saling mengaduk di dalam tubuh lawan. Namun arwah yang dipanggil Lucien dengan cepat menjadi transparan dan memudar, tampaknya akan menghilang sepenuhnya dalam kurang dari sepuluh detik.
Lucien tidak terburu-buru melarikan diri karena arwah ini tampaknya bisa menyatu dengan udara sekitar dan bergerak sangat cepat. Setelah fluktuasi sihir sebelumnya mereda, Lucien kembali menaburkan bahan mantra dan melantunkan mantra.
Masih tidak ada suara yang muncul di dunia yang sunyi dan sepi ini, sementara dinding api putih pucat tiba-tiba membungkus kedua arwah penasaran itu, aroma belerang yang menyengat memenuhi udara.
Lucien tidak sia-sia belajar selama beberapa bulan terakhir. Berdasarkan analisis mendalam dan eksperimen simulasi, akhirnya ia berhasil mengubah inspirasi spontan saat menghadapi hantu air menjadi "Dinding Api Belerang" yang bisa digunakan secara normal. Satu-satunya masalah adalah strukturnya masih kurang efisien, membutuhkan waktu dan energi spiritual lebih banyak dibanding sihir tingkat pemula lainnya.
Dalam api putih pucat itu, arwah penasaran yang dipanggil Lucien menghilang lebih cepat. Gadis kecil itu akhirnya menunjukkan ekspresi kesakitan, tubuhnya perlahan memudar. Namun api masih belum bisa menyebabkan luka serius padanya, karena ini tetap saja sihir tingkat pemula, dan dia bukan mayat hidup seperti hantu air yang memiliki tubuh fisik dan sepenuhnya lemah terhadap api.
Tapi, gadis kecil itu sepertinya sangat takut pada api, hanya terus menghindar ke area tanpa api yang dikelilingi Tembok Api Belerang, tanpa berusaha menerobos keluar dari lingkaran api.
"Memang kecerdasannya tidak terlalu tinggi, naluri yang mendominasi, sesuai dengan eksperimen sebelumnya." Lucien melihat keadaan berkembang seperti perkiraannya, sedikit lega, lalu berbalik badan dan bersiap lari menjauh, cepat keluar dari jangkauan indra gadis kecil itu. Arwah penasaran dengan kekuatan setara Ksatria resmi ini bukanlah lawan yang bisa dihadapi langsung oleh calon ksatria seperti dirinya yang tidak memiliki senjata memadai, apalagi sihirnya masih level rendah yang hanya bisa jadi pendukung.
Saat berbalik, Lucien secara tidak sadar melirik rumah tempat gadis itu keluar, secara tak terduga melihat kerangka berwarna abu-abu pucat tergeletak di atas meja kayu ruang tamu. Kerangka itu kecil, tulang-tulangnya ramping. Ia teringat berbagai pengetahuan tentang arwah penasaran, hatinya berdesir, lalu berlari masuk dengan kecepatan meninggalkan bayangan samar.
Melihat Lucien mendekati rumah, gadis kecil itu menunjukkan ekspresi panik, tidak lagi takut pada api di depannya, langsung menerobos keluar sambil menahan rasa terbakar.
Lucien berdiri di depan kerangka, tanpa ragu-ragu menaburkan serbuk belerang halus di tulang putih itu, kemudian melantunkan mantra.
Api keputih-putihan membungkus kerangka itu, membakar dengan membara.
Dalam cahaya api, Lucien samar-samar melihat beberapa pola tergores kuku di meja kayu - awalnya gambar sederhana keluarga tiga orang, lalu berubah menjadi sosok gadis kecil yang terus menunggu di pintu.
Di bawah gambar itu terdapat beberapa kata yang salah eja, kira-kira berarti "Ayah", "Ibu", "Aku ingin pulang".
Saat api membakar tulang putih itu, pandangan gadis kecil itu kosong terpaku di pintu, wajahnya menunjukkan ekspresi sedih, tubuhnya dengan cepat menjadi transparan.
Lucien memperkirakan mengapa gadis kecil itu berada di sini dari perubahan pola, literasi, dan pintu masuk Kunci Sihir yang tidak menentu serta kemungkinan orang biasa tersesat masuk. Hatinya tiba-tiba ikut merasakan.
“Ayah”、“Ibu”、“Aku ingin pulang”……
Hatinya melembut, Lucien memandangi gadis kecil yang hampir menghilang sepenuhnya dan berkata lembut: “Aku akan membawamu pulang.”
Dalam kesunyian hitam-putih-abu yang bisu total, gadis kecil itu seolah memahami kata-kata Lucien. Di wajah transparannya, air mata yang lebih transparan lagi mengalir. Ia mengangguk keras-keras lalu berusaha tersenyum bahagia.
Gadis kecil itu segera menghilang. Tulang-belulang berubah menjadi serbuk putih dibakar api sihir, sedangkan meja kayu hancur seperti bayangan hitam.
Setelah mengumpulkan serbuk putih ke dalam sakunya, Lucien semakin bingung dengan dunia Kunci Sihir ini: “Tidak seperti Kunci Sihir 'Salib Bintang Besar' yang biasa dipasang di bawah tanah. Terlalu aneh.”
Sejak awal hingga sekarang, bahkan setelah mengalami pertempuran sengit, dunia Kunci Sihir hitam-putih-abu tetap sunyi sepi tanpa suara sedikit pun, membuat Lucien hampir mengira dirinya tuli-bisu.
Kembali ke jalanan, Lucien menggenggam erat pedang "Waspada" menuju Danau "Elsino", perjalanan yang benar-benar sunyi senyap!
Saat tiba di ujung kota, Lucien terkejut menemukan pemakaman yang seharusnya ada di sini telah menghilang, digantikan oleh tanah tandus yang ditumbuhi rerumputan abu-abu:
"Apakah dunia Kunci Sihir tidak sesuai secara ketat dengan dunia aslinya?"
Menekan kebingungannya, Lucien mempercepat langkah, membelok di sudut rerumputan tandus, dan melihat Danau Elsino yang sama sekali berbeda.
Danau itu tak lagi berkilauan indah, melainkan hamparan cairan merah darah yang aneh, dengan bayangan sembilan bintang membentuk lambang salib besar berkilauan di permukaannya, menyelimuti seluruh cairan itu!
Ini pertama kalinya Lucien melihat warna selain hitam, putih, dan abu-abu sejak masuk ke sini!
