Di lantai dua tavern, Sara dan Lily berusaha tetap tenang dan sabar, sementara keributan di bawah telah sepenuhnya mereda.
"Hehe, para petualang berotot itu akhirnya mengerti pentingnya menjaga stamina fisik dan kondisi mental," sindir Lily dengan senyum tipis.
Sara menggelengkan kepala, hendak mengingatkan adiknya agar tak meremehkan para petualang. Mereka yang bisa bertahun-tahun beraktivitas di tepi Hutan Hitam Melzer dan Pegunungan Kegelapan tanpa menemui maut pasti memiliki kekuatan tertentu. Bisa jadi di antara mereka ada yang setara tingkat Ksatria. Namun baru saja membuka mulut, matanya terpaku melihat nyala lilin di depannya berangsur pucat kehijauan, dinding-dinding sekitar seperti kehilangan warna secara bertahap hingga kegelapan menyembul.
Pada saat yang sama, lapisan kabut abu-abu tipis perlahan muncul.
Sepi, seram, sunyi - dalam dunia hitam-putih-abu-abu yang monoton ini, Sara dan Lily hanya merasakan sensasi serupa, meskipun kamar sebelah mereka dan lantai pertama tavern di bawah dipenuhi banyak petualang.
Meja kayu yang disentuh tangan mereka perlahan berubah menghitam, seolah mengeluarkan bau busuk. Sara kaget ketakutan, tanpa sempat berpikir panjang langsung menarik tangan adiknya berlari keluar kamar.
"Cepat pergi! Benar-benar ada yang aneh!"
Rasa takut, panik, dan kekhawatiran yang sebelumnya ditahan karena keserakahan kini menguat kembali. Sara buru-buru memberi perintah pada Lily.
Namun suaranya seperti tertutupi kabut abu-abu dan warna monoton hitam-putih, menjadi samar dan tak jelas. Bahkan Lily di sampingnya hanya bisa menatap bingung sambil terus berlari menuruni tangga bersamanya.
Sara sendiri juga menyadari ketidakberdayaan suaranya. Ia melepaskan tenggorokannya dan berteriak keras, "Lari cepat! Ada bahaya di sini!"
Lily akhirnya mendengar suara kakaknya yang seolah datang dari dunia lain. Sambil berlari ia mengangguk, "Baik!" Gadis ini jauh lebih penakut dibanding kakaknya. Melihat perubahan aneh di kota kecil ini, ia ingin segera kabur.
Kedua magang sihir tidak melupakan kemampuan magis mereka. Tangan menggenggam bahan mantra, bibir bergumamkan mantra siap pakai, siap melepas sihir setiap saat jika menghadapi bahaya.
Turun tangga, Sara melihat para petualang juga mulai menyadari keanehan. Kerumunan orang berdesakan menuju gerbang tavern. Ia segera menarik adiknya menuju pintu belakang yang belum terpikir oleh para petualang.
Kedua kakak beradik menyepak Pintu kayu hingga terbuka dan menerobos keluar. Karena warga kota yang tertidur tak ada yang menyadari keanehan, jalanan kelabu terasa sunyi mencekam. Kegelapan perlahan terkelupas dan pecah ke segala arah dengan Danau Elsino sebagai pusatnya.
Sara dan Lily berlari tanpa menoleh ke arah "Kota Massawa", dipenuhi ketakutan akan kesunyian dingin yang kelabu.
Tak lama, mereka tiba di ujung kota. Di depan terbentang jalan tanah yang dipadatkan menuju Kota Massawa beserta beberapa petualang yang lebih cepat mencapai tempat ini.
"Apa sebenarnya yang terjadi di Danau Elsino? Masalah apa yang menimpa Kunci Sihir?" Sara dan Lily yang mulai tenang kembali diserbu segudang pertanyaan, bersiap menoleh untuk melihat sekilas.
Di depan, beberapa petualang yang pertama tiba pun punya pikiran sama. Mereka telah memutar kepala mengarahkan pandangan ke sisi Danau Elsino.
“Ah!” Lily bahkan belum sempat menoleh, matanya yang indah itu langsung terbelalak, menjerit ketakutan!
Kulit para petualang yang terbuka mulai cepat berubah keabu-abuan, beberapa bagian bahkan mulai membusuk. Ekspresi mereka kosong, seolah tak menyadari perubahan pada tubuhnya.
Sara melihat tatapan para petualang semakin hampa, menarik lengan adiknya sambil berteriak: "Jangan menoleh! Lari terus!"
Kedua kakak beradik itu berlari ketakutan dengan tenggorokan terasa asam. Dari belakang, Kota Bon bergema dengan jeritan, tangisan, dan "tawa" yang mengerikan.
Setelah melewati sensasi seperti menembus tirai tebal, tubuh mereka terasa sedikit lebih hangat. Tapi mereka tak berani berhenti, menahan pusing terus melarikan diri ke Masaawa.
※※※
Saat kegelapan normal terkelupas dan kabut kelabu muncul, Imam Agung Jubah Perak Iliya yang pertama menyadari keanehan.
“Perubahan apa yang terjadi pada Kunci Sihir?! Ini sama sekali tidak sesuai dengan wahyu yang diberikan oleh Tuhan Perak Putih yang agung kepada kita!”
Setelah keterkejutan singkat, Iliya dengan tegas membuat keputusan, memberi perintah melalui bola kristal kepada para imam, pejabat gereja, dan Dark Knight: "Jangan pedulikan para pelaku ritual darah yang bersiap membuka segel! Perubahan pada Kunci Sihir ini berarti Sang Itu akan segera melepaskan diri! Kita harus segera mengaktifkan lingkaran pemanggilan agar Tuhan bisa turun langsung!"
Enam imam terbang mengudara di sekitar Kota Bon dan Danau Elsino, sementara di tanah berdiri dua belas pejabat gereja dan Dark Knight yang sesuai posisinya. Ini merupakan seluruh kekuatan Tanduk Perak di Kadipaten Viorate, termasuk beberapa anggota dari negara lain dan Pegunungan Kegelapan yang datang setelah mendengar sabda Tuhan Perak Putih.
Iliya terbang ke atas Danau Elsino, melihat air danau yang berkilauan dan tenang-indah itu setelah benar-benar membeku tiba-tiba hancur berkeping-keping, berubah menjadi cahaya-cahaya ilusif yang memantulkan salib bercahaya berbintang di bawahnya dan cairan merah yang bergerak seperti makhluk hidup.
Mengelilingi Danau Elsino yang menyeramkan, muncul banyak "arwah" berbentuk tengkorak dengan ekor cahaya pucat, "arwah penasaran" yang jelas namun melayang-layang, bayangan abadi yang gelap dan mengerikan, serta berbagai jenis mayat hidup bergenre hantu lainnya. Semuanya menengadah dan menjerit, gelombang tak kasat mata yang bertumpuk membentuk monster ilusif raksasa berbentuk jubah hitam dengan sabit panjang, kaki menginjak cairan merah, wajah keriput seperti tengkorak dengan sepasang mata pucat kosong.
Melihat monster ilusif ini, bahkan Iliya yang sudah mempersiapkan diri dan memberikan banyak perlindungan sihir mirip ilahi pada dirinya sendiri tak bisa menahan gidig, seolah tenaga hidupnya terkuras dengan cepat.
Menyaksikan Salib Bintang Besar perlahan runtuh, mencelupkan area pertemuan dunia hitam-putih-abu dan dunia nyata ini dalam kilau bintang yang mistis, Iliya segera kembali tenang. Dari suatu tempat ia mengeluarkan telapak tangan pucat raksasa dengan jari-jari melengkung yang menampakkan duri tulang tajam tak seperti manusia, memancarkan cahaya pucat yang beku dan senyap.
Mengangkat tinggi telapak tangan itu, Iliya melantunkan mantra yang bisa membuat orang gelisah dan gila. Garis-garis perak berhamburan dari para imam di udara, pejabat gereja dan Dark Knight di tanah, berkumpul mengelilingi Iliya membentuk formasi magis rumit.
Saat mantra selesai, dunia hening hitam-putih-abu itu kini diselubungi lapisan perak yang bergerak-gerak, dingin dan jahat.
Iliya segera melemparkan tangan pucat ke pusat formasi sihir gelap, warna perak segera bergulung deras membungkus dan menariknya hingga berubah bentuk.
Sebuah gerbang perak bertuliskan ribuan simbol aneh dan jahat perlahan muncul, sementara Salib Bintang Besar di bawahnya hampir lenyap sepenuhnya.
Tiba-tiba, pilar cahara menyilaukan yang mengerikan menerangi dunia hitam-putih-abu yang monoton, menghantam tepat di gerbang perak itu.
Hitam lenyap, abu-abu menghilang, seluruh dunia dipenuhi cahaya suci yang tak berujung.
Makhluk berjubah hitam di atas Danau Elsino langsung menyublim, berbagai mayat hidup jenis arwah di sekitarnya menjerit dalam kesenyapan sebelum lenyap, bahkan makhluk undead di kota kecil Bon pun hancur lebur diterpa cahaya.
Sihir Ilahi Tingkat Delapan - Ledakan Matahari Terik!
“Amorton, Goseth! Bukankah kalian pergi ke perbatasan dan menjaga Alto?” Iliya terkejut melihat dua sosok kardinal muncul di ketinggian.
Amorton berambut hitam panjang dengan wajah cantik nan kaku mengangkat medali lambang salib bermotif sinar matahari. Goseth berambut pendek linen tetap menunjukkan ekspresi serius dan dingin seperti biasa.
Di sekeliling mereka terdapat Pangeran Hart Lafati yang rupawan, Wakil Komandan Ordo Ksatria Violet - Ksatria Emas Level 9 Pangeran Haywood, serta dua Ksatria Langit lainnya.
Hampir separuh kekuatan Kadipaten Viorate berkumpul di sini, kecuali para ahli yang bertugas di benteng utara dan sekitar Pegunungan Kegelapan.
Di langit dan tanah belakang mereka, Pemegang Kitab "Salvador", Badut, serta para komandan Night Watchers lainnya mendekat dengan pasukan tambahan untuk memblokir jalur pelarian anggota sekte sesat.
Vera Amorton, sang kardinal cincin ketujuh, menyimpan lambang sihir ilahi tingkat delapan sambil menjawab dingin: "Kami datang untuk memusnahkan Tanduk Perak hingga ke akar-akarnya."
Iliya telah mengantisipasi kedatangan Gereja untuk memeriksa Danau Elsino seperti petunjuk dalam puisi dan naskah, tapi tak menyangka akan dihadang pasukan sekuat ini sehingga tak sempat memohon turunnya Tuhan untuk membasmi mereka semua.
"Siapa yang mengkhianati kita?"
Dalam keputusasaan dan kemarahan, Iliya tersenyum sinis: "Jika Tuhan tak bisa turun, makhluk yang tersegel ini bukanlah lawan yang bisa kalian hadapi. Kalian ingin menjadi mayat hidup bersamaku? Apakah Salder si tua itu juga datang?"
※※※
Di tanah liar tempat Hutan Hitam Melzer dan sisa Pegunungan Kegelapan bertemu.
Natasha yang telah menyembunyikan ekspresi kebingungan, duka, dan kemarahan mengendarai kuda bersisik naga hitam kesayangannya "Agatha" mendekati Lucien, bertanya dengan penuh kebingungan: "Lucien, kenapa kau di sini? Bukankah rencananya mau pergi ke Provinsi Tiran?" Ia masih mengenakan jubah hitam berkerudung yang sangat mirip dengan tokoh-tokoh jahat yang beroperasi dalam kegelapan.
Meskipun Perisai Cahaya Bintang telah hancur karena serangan arwah penasaran dan jiwa pengganggu sehingga tidak bisa bertahan melewati celah dimensi, Lucien menyadari bahwa penampilannya ini terlalu mencolok dan mencurigakan. Belum lagi belum jelas apakah Natasha melihatnya keluar dari celah dimensi tersebut.
Mempertimbangkan kekuatan Natasha yang hampir setara Ksatria Langit sementara dirinya baru saja naik tingkat menjadi Penyihir Gelap Sejati - bahkan serangan mendalang pun belum tentu efektif - Lucien akhirnya menurunkan kerudung yang sudah terbuka separuh itu dan memutuskan untuk "berkata jujur":
"Sebenarnya aku mengetahui lokasi dan waktu pembukaan reruntuhan sihir dari puisi Tuan Delony serta naskah dua orang asing yang meminta bantuan interpretasi. Seperti yang Natasha tahu, aku selalu ingin meningkatkan kekuatan ksatria untuk melindungi keluarga dan teman. Jadi aku memutuskan menyamar untuk melihat, berusaha mencari ramuan yang berguna. Ketika sampai di kota kecil Bon, entah bagaimana aku masuk ke reruntuhan sunyi berwarna hitam-putih-abu, lalu terdesak oleh mayat hidup ke dalam celah, dan akhirnya muncul di sini secara misterius."
"Haha, jadi 'sejarawan' punya manfaat seperti ini?" Natasha tertawa lemah dan lesu, tanpa keceriaan dan humor khasnya, "Sebenarnya aku juga baru tahu dua hari lalu. Karena penasaran, aku mengubah tujuan untuk melihat Danau Elsino. Tapi malah terjebak penyergapan, banyak yang tewas, akhirnya bertarung sampai ke sini."
Hal ini sangat kebetulan, Natasha tidak sepenuhnya mempercayai ucapan Lucien dan masih memiliki banyak kebingungan, namun dalam situasi dan waktu seperti ini, dia secara rasional dan bijak tidak banyak bertanya.
"Penyergapan? Natasha, kamu juga ingin pergi ke Danau Elsino? Bagaimana dengan Nyonya Camille?" Lucien tidak menyangka Natasha juga mengetahuinya, hal ini justru membuktikan kebenaran ucapannya. Namun pernyataan selanjutnya Natasha membuat Lucien sangat terkejut.
Ekspresi sedih dan lembut muncul di wajah Natasha, tetapi segera berubah kembali menjadi tegas: "Bibi Camille menahan seorang Ksatria Langit dan seorang penyihir tingkat tinggi untuk membantuku lolos, tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang. Yang melakukan penyergapan akurat terhadapku sebenarnya adalah..."
"Dia belum selesai berbicara, derap kaki kuda yang mendadak terdengar. Pasukan kavaleri hitam pekat bergerak membentuk setengah lingkaran dari belakang, secara perlahan menyebar dan memblokir jalan menuju Hutan Hitam Melzer, Alto, serta kota kecil Bon. Hanya menyisakan puncak gunung curam untuk Natasha."
"Di depan pasukan ini terdapat Verdi yang menunggang kuda putih aneh bertanduk panjang, serta Silvia yang lemah dan tersiksa di sampingnya. Deroni tidak terlihat."
"Sepupuku tercinta, jangan melawan lagi. Para petinggi Gereja dan Ordo Ksatria Violet yang mendukungmu pasti tidak bisa datang membantumu sekarang." Verdi mengenakan baju zirah lengkap berwarna ungu tua, berbicara dengan penuh wibawa dan tenang.
Lucien tertegun sejenak, lalu dalam hati mengejek dirinya sendiri: Rupanya bahaya belum benar-benar berlalu.
