"Pedang besar dua tangan di tangan Lucien ini terlihat sederhana dengan ketajaman yang terkendali. Kilau samarnya mengalir membawa kesan sakral dan megah. Namun yang membuat Leo gemetar baik raga maupun suara bukanlah nilai ekonominya yang mungkin tinggi, melainkan penglihatannya yang familiar. Pedang ini sangat mirip dengan pedang besar dua tangan yang dipegang Ivanovsky saat mengejar Lucien malam itu."
"Penilaianmu tepat, Leo. Pedang besar ini bernama Pembersih. Pemilik sebelumnya memang Ivanovsky. Saat dia mengejarku, justru kubalikkan situasi dan kuhabisi nyawanya."
Lucien tersenyum tenang sambil menjelaskan, sama sekali tidak khawatir eksposur pedang "Pembersih" akan memicu kecurigaan bahwa dirinya mengetahui keberadaan celah dunia mayat hidup. Sebab kala itu, Ivanovsky dengan "akting" luar biasa telah meyakinkan semua orang bahwa motifnya memang memburu Lucien, bukan melarikan diri menuju retakan di dasar tambang yang menghubungkan ke dimensi arwah kematian.
Dan dalam proses pengejaran tersebut, tidak aneh jika dia justru terbunuh olehku yang memanfaatkan topografi, perangkap yang dipersiapkan sebelumnya, serta benda-benda sihir kuat di daerah pegunungan terpencil. Terutama karena Nikiforov tidak menemukan jejak pertempuran di dasar tambang, juga tidak melihat Ivanovsky di dunia mayat hidup. Dengan demikian, kesimpulan sebelumnya menjadi satu-satunya hasil "sejati" yang tak terbantahkan.
Selain itu, tidak mudah bagi seorang penyihir tingkat menengah untuk mempesona, memberi sugesti, atau mengendalikan seorang Ksatria Besar yang berkemauan keras. Apalagi jika menghadapi seseorang dengan darah "gangguan" seperti Ivanovsky. Resistensi terhadap sihirnya sangat tinggi, ditambah dengan kemauan pribadinya. Kecuali penyihir tingkat tinggi, hampir mustahil untuk mempesona atau mengendalikannya. Untuk mendapatkan rahasia tentang keberadaan dunia mayat hidup yang bahkan alam bawah sadarnya tak berani bocorkan, setidaknya diperlukan sihir sembilan cincin "Invasi Pikiran". Tanpa itu, setiap upaya pemeriksaan akan membuatnya tersadar akibat konflik keras antara keinginan pribadi dan kendali eksternal, mirip dengan kasus orang yang dikendalikan untuk bunuh diri.
Sebaliknya, logika ini juga berlaku. Jika bukan karena kemungkinan Ivanovsky membocorkan rahasia ini setelah ditangkap sangat kecil, orang penting di belakangnya takkan memberitahukan keberadaan dunia mayat hidup beserta cara masuknya.
Dari perbandingan daftar santo yang menentang Paus dalam Konsili Teologi Tertinggi dengan daftar kardinal yang mengepung Wilfrid "Pemimpin Pucat", Lucien merasa dirinya telah berdiri di depan pintu rahasia yang mengguncang seluruh dunia. Secara samar ia mulai menyadari inti permasalahan, memahami dengan lebih dalam nilai dunia mayat hidup. Ia sadar bahwa begitu fakta bahwa dirinya mengetahui keberadaannya terungkap, setidaknya para tokoh penting seperti Paus dan Santo dari Gereja Utara saat ini pasti akan mengesampingkan gengsi dan secara langsung bertindak untuk menghapusnya.
Kedua daftar ini dengan terang-terangan ditampilkan Gereja Utara di hadapan dunia, sama sekali tidak khawatir dilihat orang, karena prasyarat untuk memahami keanehan sebenarnya dari kedua daftar ini adalah harus mengetahui bahwa meskipun "Pemimpin Pucat" Wilfrid tidak menghilang, ia memiliki hubungan rahasia yang erat dengan beberapa Penyihir Legendaris yang hilang, bersama-sama melakukan eksperimen mistis, dan mengetahui keberadaan dunia mayat hidup, serta tahu bahwa di kedalaman dunia mayat hidup tersimpan rahasia tentang keabadian. Sedangkan mereka yang mengetahui hal-hal ini, sebagian besar bisa menebak situasi dengan atau tanpa melihat kedua daftar tersebut.
Oleh karena itu, meskipun Majelis Sihir telah mengumpulkan data sejarah dari kedua Gereja Utara-Selatan, mereka tidak menemukan petunjuk apa pun.
Setelah mendengar jawaban Lucien yang datar seperti biasa, meski masih setengah baya, wajah Leo yang sudah berkerut di sudut mata tiba-tiba menjadi kosong dan hampa, seakan makna hidupnya lenyap seketika. Kedua tangannya yang gemetar terlihat jelas, menunjukkan gejolak emosi yang tidak bisa diredam dalam hatinya.
Lucien memandangnya dengan tenang tanpa berkata-kata. Setelah lima menit berlalu, Leo akhirnya tersenyum getir dengan perasaan kompleks, "Terima kasih, Tuan, telah membalaskan dendamku."
Suaranya penuh dengan kegembiraan yang membara namun juga kepedihan, kekecewaan, dan kebingungan yang mendalam.
Lucien sepenuhnya memahami perasaannya. Seandainya dialah yang mengalami, seorang pembunuh keluarganya mati bukan di tangannya sendiri atau disaksikan langsung, pasti akan merasakan kekecewaan dan penyesalan yang sama.
"Yang mati akan berlalu..." Lucien mulai berbicara pelan untuk menghibur Leo, tapi sang pemburu tiba-tiba memotong dengan sikap tak biasa, "Tuan, izinkan aku menyendiri di sebelah selama beberapa menit."
Dengan anggukan pengertian dari Lucien, Leo berjalan menuju Batu Raksasa di samping. Langkahnya tampak tenang, tapi setelah beberapa langkah kakinya tersandung akar dan kerikil hingga tubuh tinggi besar itu terhuyung-huyung maju.
Setelah tiba di samping Batu Raksasa, Leo tanpa peduli penampilannya berlutut satu kaki, bibirnya mencium lumut kering di batu, tangan kanannya membuat tanda salib ortodoks (vertikal panjang dan horizontal pendek) di depan dada, sambil bergumam menyebut nama-nama seperti "Diana", "Mikhail Kecil" dan lain-lain.
Lucien berjalan beberapa langkah menjauh, tidak mencoba menguping doanya. Para Ksatria yang tumbuh di negara-negara di bawah naungan Gereja – terlepas apakah mereka benar-benar beriman pada Tuhan Kebenaran, telah melanggar Kitab Suci, atau pernah melakukan tindakan penghinaan terhadap Tuhan – ketika emosi mereka memuncak atau dalam kondisi tidak sadar, tetap akan membuat tanda salib dan berdoa. Ini adalah bekas luka masa kecil yang terukir melalui khotbah-khotbah sejak dini dan kebiasaan dibawa orang tua ke gereja sebelum memiliki kemampuan menilai, bukan terkait kesalehan sejati.
"Pengalaman masa kecil memang sangat mempengaruhi pola perilaku setiap orang... Ini juga bisa menjadi arah penelitian okultisme." Pikiran Lucien mulai mengembara memikirkan hal tersebut.
Beberapa menit kemudian, Leo perlahan kembali, dengan wajah lelah ia berkata: "Tuan, mari kita berangkat. Segera tinggalkan Oblast Ural. Night Watchers dan para ksatria sedang memburu seperti anjing gila. Jika bukan karena pengalaman menyelundupku yang sering di sini, mungkin kita tak bisa menghindar."
Segala emosi kompleks - kepahitan, kelegaan, kekecewaan, penyesalan, kesedihan, dan sukacita - telah kembali ia kubur dalam hati. Dengan penuh keseriusan ia menjalankan tugas sebagai pemandu, memenuhi kewajibannya.
Kemudian ia mengeluarkan sepasang sepatu bermotif emas gelap: "Tuan, ini sepatu yang kudapat dari mayat penyihir gelap itu. Tampaknya memiliki kemampuan teleportasi jarak pendek."
"Sepatu Pengelak, barang sihir tingkat tiga menengah. Mampu meningkatkan kelincahan penyihir setara ksatria tingkat tiga, sekaligus memiliki mantra tiga lingkaran 'Teleportasi Jarak Dekat' yang bisa digunakan dua kali sehari."
Setelah memeriksa sepatu ini, Lucien tersenyum menyetujui saran Leo: "Baik, kita akan langsung melewati Pegunungan Ural. Monster di sini masih dalam batas kemampuanku, dan aku punya Pondok Penyihir Gelap."
Setelah itu, Lucien menghiburnya lagi: "Leo, setelah tiba di Alto, tinggallah di sana. Jangan kembali ke Pengasingan Timur. Kurasa kau harus mempertimbangkan kembali masalah keturunan. Ambil Pedang Besar Dua Tangan Penyuci ini dulu, akan berguna melawan monster di pegunungan."
Mendengar kata "keturunan", ekspresi Leo kembali menjadi rumit. Di dunia di mana darah mewariskan tenaga, gelar bangsawan, harta, dan kejayaan, sebagian besar orang sangat memperhatikan garis keturunan mereka sendiri.
Leo terdiam seolah merenungkan sesuatu sambil menerima "Penyuci". Setelah mengamatinya dengan saksama, ia membawa pedang itu dan memimpin jalan di depan Lucien.
※※※
Senja tanggal 20 Bulan Akhir Musim Semi (April).
Sebuah kereta kuda dari Provinsi Tilan di utara memasuki kota kecil Massawa, yang hanya berjarak sekitar setengah hari perjalanan dari Alto.
Lucien berambut pirang bermata biru, ditemani "butler"-nya Leo, keluar dari kereta kuda dan memasuki penginapan yang familiar itu, sambil mengamati kerumunan orang yang terlihat padat di sekitarnya.
"Pada 9 April Tahun Suci 816, aku berangkat dari Alto dan tiba di sini. Ternyata sudah hampir tepat tiga tahun." Pikiran Lucien penuh dengan perasaan nostalgis, rasa keakraban secara spontan muncul di hatinya seolah sedang mendekati "kampung halaman".
Setelah meninggalkan Oblast Ural, Lucien dan Leo menempuh perjalanan melalui pedalaman pegunungan. Mereka menghadapi banyak serangan monster, namun berhasil mengatasinya berkat kekuatan sihir tingkat empat lingkaran yang dimiliki, hingga akhirnya tiba di Benteng Utara.
Mengingat Benteng Utara dijaga oleh dua legenda "Cahaya Suci" dan "Ular Chaos", Lucien dan Leo memilih mendaki melalui puncak bersalju yang menjulang tinggi dari jarak jauh, memasuki wilayah Kadipaten Viorate. Namun hal ini menyebabkan keterlambatan waktu perjalanan yang seharusnya tiba akhir Maret menjadi tertunda hingga akhir April.
Massawa adalah kota kecil yang tidak berada di bawah kendali langsung Adipati, sehingga penginapan ini tidak memiliki tata krama khusus. Aula berfungsi sebagai restoran tempat banyak tamu dengan logat dan pakaian berbeda sedang makan, tanpa mengikuti protokol bangsawan sama sekali sambil bercakap penuh semangat.
"Festival Musik Alto kali ini memang lebih buruk dibanding tiga tahun lalu, tapi tetap menjadi perhelatan musik terbesar di benua ini. Aku sampai menunda kepulangan lebih dari seminggu karena tak tega meninggalkannya." Seorang pria paruh baya berbaju sutra yang jelas berasal dari kalangan kaya berkata kepada tiga tamu yang berbagi meja dengannya.
Baru setelah mendengar kalimat ini Lucien tersadar, tahun ini kembali menjadi tahun Festival Musik Alto. Sayangnya ia tidak sempat menghadiri: "Tapi mungkin ini lebih baik. Natasha seharusnya sudah keluar dari lapisan bawah biara. Aku harus menghubunginya dulu. Kalau tidak, jika dengan gegabah kembali dengan identitas musisi, bukankah itu meremehkan kemampuan Gereja dalam mengumpulkan intelijen?"
Karena telah meraih Penghargaan 'Mahkota Holm' dan memiliki reputasi di Majelis Sihir, Lucien tidak ceroboh. Ia terus menyamar, mengingat kemungkinan besar Gereja telah mengaitkan penyihir jenius Lucien Evans·X dengan musisi besar Lucien Evans.
Di bawah isyarat mata Lucien, Leo mendekati pria paruh baya itu dan bertanya sopan: "Permisi Tuan, semua meja di aula sudah penuh. Hanya meja panjang ini yang masih ada tempat kosong. Bolehkah kami bergabung di sini?"
Lucien berharap bisa mendapatkan informasi terbaru dan kabar teman-temannya sebelum kembali ke Alto. Setelah malam ini menyelesaikan pembangunan "Resonansi Infrasonik Sang Profesor" di dalam jiwanya sebagai sihir empat lingkaran kelima, besok dia akan langsung berangkat "pulang" ke Alto.
"Tidak masalah, akhir-akhir ini banyak orang yang kembali dari Alto membuat penginapan di sepanjang jalan sangat padat." Pria paruh baya itu melihat penampilan Lucien yang tampan, sikapnya elegan, dan ditemani butler, sepertinya seorang bangsawan, sehingga menjawab dengan sangat sopan. Tiga tamu lainnya juga tidak keberatan.
Dengan pelayanan Leo, Lucien duduk di meja makan sambil tersenyum: "Selamat siang, saya Michel dari Kerajaan Syracusia. Bagaimana saya harus memanggil kalian?"
"Saya Greenton, pedagang yang beroperasi antara benteng Pegunungan Kegelapan, Alto, dan Tiria." Pedagang paruh baya itu menjawab sambil tersenyum. Dua tamu pria dan satu wanita lainnya juga memperkenalkan diri.
Lucien berpura-pura menyesal dan menghela nafas: "Aku sebenarnya datang khusus ke Alto untuk menghadiri festival musik, sayangnya di perjalanan seolah dilanda nasib malang bertemu banyak hal, sehingga terlambat belasan hari dan melewatkan festival musik, sungguh disayangkan. Dari ucapan Tuan Greenton sebelumnya, sepertinya Anda baru kembali dari Alto. Bisakah ceritakan tentang festival musik itu?"
"Ini benar-benar nasib yang menyedihkan." Greenton berkata dengan penuh pengertian, "Sebenarnya festival musik kali ini cukup bagus, hanya saja karena festival musik tiga tahun lalu yang sangat meriah dan penuh makna mendalam tentang perubahan radikal musik serta warisan era, jadi jika dibandingkan, festival kali ini tanpa kehadiran Master Christophorus dan Tuan Lucien Evans sebagai dua musisi besar terasa lebih biasa saja, membuat banyak orang sedikit kecewa."
"Tentu saja, konser Tuan Viktor di Aula Himne Suci tetap indah dan penuh nuansa musik sejati, menunjukkan kualitas yang luar biasa."
