Di sebuah rumah rakyat biasa yang tampak sederhana di Distrik Bunga Lili Ungu, Alto.
Badut bersandar di lemari tua besar, dengan tangan kiri satu-satunya yang tersisa, dengan susah payah mengeluarkan tabung ramuan dari jubah Night Watchers dan meminumnya.
Dengan separuh tubuh kanan yang sudah hilang, Badut bahkan tak bisa bernapas normal. Hanya mengandalkan vitalitas kuat seorang Ksatria Besar, setelah melarikan diri ke tempat persembunyian rahasia ini, akhirnya dia kehabisan tenaga. Bahkan kekuatan untuk melangkah ke ruang rahasia pun tak ada, terpaksa bersandar di lemari sambil berusaha menstabilkan luka dengan ramuan penyembuhan.
Cairan suci murni mengalir ke leher, organ dalam dan daging yang terbuka di tubuh Badut mulai bergerak-gerak. Namun betapapun mereka bertambah, begitu menyentuh area yang terputus langsung hancur berantakan, seolah ada retakan tak kasatmata yang menghalangi segala upaya pemulihan, membiarkan kehidupan mengalir deras dengan pasti.
"Apa aku akan mati di sini?" desah Badut dalam kesadarannya yang mulai mengabur, pertama kalinya menyaksikan kedahsyat kemampuan darah tingkat tinggi.
Derap langkah kaki semakin mendekat. Dengan lemah dan pasrah, Badut membuka matanya, hanya bisa menyaksikan para Night Watchers menyusulnya.
Pintu terbuka. Yang masuk justru Julia beserta Lunde dan Minsk yang tidak dimasukkan dalam tugas kali ini.
Melihat mereka, secercah harapan hidup menyala di dada Badut. Dengan susah payah ia mengeluarkan kekecewaan dalam hatinya satu kata demi satu kata: "Bukan... aku... yang membunuh... Ini... konspirasi... Professor."
Tak disangka, meski sudah sangat berhati-hati, aku tetap terjebak dalam rencana Professor. Tapi yang paling membuatku tidak rela dan tidak bisa menutup mata adalah ketidaktahuan tentang tujuan sebenarnya Professor. Justru karena salah memahami tujuannya, aku sampai terpuruk seperti ini!
Apa tujuan gila yang membuatnya merencanakan semua ini?!
Melihat kondisi menyedihkan Badut, bahkan Julia yang sudah terbiasa dengan maut dan pembunuhan pun matanya memerah: "Kapten, aku percaya padamu. Pasti itu ulah Professor sialan itu. Seberapa pun gilanya, kau tak mungkin membunuh Lucien Evans di depan mata Natasha. Tahan sebentar, akan kusembuhkan lukamu!"
Meski Badut memang pernah berkata akan menangkap atau membunuh Lucien Evans sendiri di depan Natasha, tapi itu dengan syarat ada bukti konkret. Sekarang janji itu seolah terpenuhi, tapi premisnya salah. Sungguh ironi yang pedih.
Di samping, Lunde yang mendengar perkataan Julia menunjukkan ekspresi iba di wajah kaku dan khidmatnya, seolah telah memprediksi sesuatu. Namun dia tidak menghentikan, malah memandangi Julia yang sedang mengerahkan sihir ilahi dengan harapan akan terjadi keajaiban.
Pastor tempur tetaplah seorang Pastor. Kemampuan Mantra Penyembuhan Julia tidak kalah dari yang lain. Tapi baik mantra yang dia lepaskan sendiri maupun yang diaktifkan melalui benda sihir ilahi, setelah berkali-kali bersinar dengan level berbeda lalu padam, luka mengerikan yang besar itu tak juga membaik. "Retakan tak kasat mata" itu terus melahap dan membelah segalanya.
"Kapten Lunde..." Julia memandang Lunde dengan mata berkaca-kaca. Hanya levelnya yang mendekati tingkat tinggi di sini. Jika bahkan dia tak bisa berbuat apa-apa, berarti itu pertanda kematian Badut.
Lunde menarik napas dalam-dalam, menyembunyikan segala kelemahan dan perasaan sedih. Dengan tenang seperti es, dia mengangkat pedang indah berhiaskan ornamen mewah. Cahaya tenang dan misterius perlahan menyelimuti tubuhnya, kemudian menyatu dengan kegelapan aneh dari sarung tangan hitam dan menempel pada bilah pedang.
Dengan teriakan, dia melangkah maju dan menghujamkan pedang ke luka Badut, seolah ingin membelah celah tak berbentuk yang berdistorsi itu.
"Penghilang darah, mampu menghilangkan semua kekuatan supernatural kecuali Tuhan!"
Pedang menghantam celah tak kasat mata yang mengisolasi luka Badut. Gelombang aneh bermunculan, membuat Julia tiba-tiba merasakan sesuatu yang menghilang.
Tapi celah itu tetap bertahan tanpa melemah, seolah perasaan kehilangan itu hanyalah halusinasi semata.
Lunde masih belum menyerah. Setiap hantaman pedangnya membangkitkan angin kencang, namun semuanya tetap tak berubah. Daging Badut yang menggeliat masih tak bisa menyatu.
“Tidak perlu... mencoba lagi... Kecuali... Lunde kamu... menjadi Ksatria Langit... Jika tidak... sampai aku mati... juga tak bisa sepenuhnya dihilangkan...” Badut sepertinya pulih sedikit, di balik topeng wajah tertawa yang lucu dan berlebihan tersembunyi sepasang mata hitam yang dalam. Kegilaan, kemarahan, kebencian, dan ketidakrelaan masa lalu seolah telah memunculkan ketenangan terakhir.
“Kapten, kamu...” Julia merintih pilu.
Sebagai anggota yang telah mengikuti Badut selama 7-8 tahun, berkali-kali dia diselamatkan oleh sang kapten dalam situasi bahaya. Ketika menghadapi kejahatan mengerikan, Kapten Badut menjadi tameng terkuat bagi seluruh timnya. Meski banyak Night Watchers mengutuk kegilaan, sifat bengis, dan distorsi karakter Badut, Julia tetap mempertahankan kepercayaan dan kekaguman pada kaptennya. Tak disangka, dalam dua pertemuan dengan Professor, rekan satu tim hingga sang kapten tak bisa menghindari nasib tragis kematian satu per satu.
Badut seolah memiliki obsesi yang kuat: "Bukan aku... yang membunuh... Ini semua... konspirasi Professor."
"Aku tahu, Kapten, aku tahu. Jika bukan karena beberapa petinggi Tribunal yang menunda-nunda waktu, pasti kita sudah tiba tepat waktu. Kau tak akan dijebak Professor dan diserang Natasha dalam kemarahannya." Julia menunjukkan ketidakpuasan mendalam terhadap Gereja dan Tribunal. Meski ia terus mendesak agar segera berangkat dan tidak membiarkan Professor lolos, mereka malah berdebat apakah ini taktik Professor untuk mengalihkan perhatian Night Watchers dan menyingkirkan pengkhianat, membuang banyak waktu sebelum memutuskan. Lagipula, kalau bukan karena Gereja dan Tribunal yang terlalu lemah menyerah pada tekanan para bangsawan, bagaimana mungkin segalanya bisa sampai pada titik yang tak terselamatkan ini?!
Lunde tidak dimasukkan dalam tim Night Watchers yang mengejar Professor. Baru setelah mendengar kabar tentang Badut, ia buru-buru mencari lokasi persembunyiannya dan akhirnya bertemu Julia di sekitar sana.
"Morning Star mati, dibunuh oleh Professor, meninggalkan 'akhir si pengkhianat'." Nada suaranya dingin namun penuh kemarahan tak terhingga. Jika Professor muncul di hadapannya saat ini, pasti dia takkan bisa menahan diri untuk mencabik-cabiknya.
"Benarkah?" Amarah Badut seolah mulai menyala kembali, berkata dengan susah payah: "Ini karena Gereja... terlalu merosot... terlalu lemah, kalau masih seperti dulu... bagaimana mungkin kita... dipermainkan Professor... seperti kucing mengganggu tikus... sampai dua kali..."
"Betul! Menurutku banyak orang di Gereja telah kehilangan iman yang beriman, beralasan kesulitan dan hambatan lalu kompromi dengan bangsawan, kompromi dengan kegelapan!" Minsk yang marah mengeluarkan lapisan api merah menyala, terlihat seperti kehilangan akal sehat.
Semangat Badut menjadi sangat terstimulasi, ucapannya tidak lagi terputus-putus seperti tadi: "Meskipun setelah mengaktifkan darah boneka, aku tidak bisa mengendalikan kegilaanku, melakukan banyak kejahatan, membantai banyak orang tak bersalah, dan merasa bangga akan hal itu seperti badut sejati, tapi setelah diinsafkan oleh pertapa itu, aku sepenuhnya memeluk Tuhan, mengingat sumpah Night Watchers, meninggalkan kenikmatan, rela selamanya tinggal dalam kegelapan untuk menjaga terang dan keadilan, berkomitmen memberantas kejahatan."
"Tidak peduli seberapa gila dan kejam aku di mata orang lain, bahkan tidak mengampuni keluarga biasa para pelaku jahat, tapi semua yang kulakukan tanpa sedikit pun penyesalan, ini semua untuk memberantas kejahatan hingga ke akarnya!"
Badut seolah memancarkan kilau terakhir dalam kehidupannya. Setelah mengatakan ini, aura tiba-tiba melemah, matanya menatap Lunde, Julia, dan Minsk: "Kuharap... kalian... jangan... lupa... sumpah Night Watchers... jangan berkompromi dengan kegelapan dan kejahatan... jangan... biarkan... Professor..."
"Ya, Kapten." Julia menjawab dengan air mata mengalir namun sikap luar biasa tegas.
Sementara Lunde dengan mata kemerahan menggambar lambang salib di dada, menghadap Badut dengan khidmat berseru:
“Malam akan tiba, mulai saat ini aku akan berjaga hingga dipanggil Tuhan. Aku akan melepaskan segalanya, bertahan dalam kegelapan, tidak menikah, tidak punya keturunan, tidak menerima tanah feodal, tidak mengumpulkan kekayaan. Aku akan menjauhi kejayaan dan pujian, setia pada tugas hingga akhir hayat. Aku adalah lawan kejahatan, musuh bebuyutan kemerosotan. Aku adalah api yang melawan dingin, cahaya yang menembus kegelapan. Aku persembahkan kehidupan dan kejayaan untuk Tuhan, menjaga kegelapan untuk-Nya, malam ini dan setiap malam.”
Julia dan Minsk mengulang sumpah Night Watchers dengan air mata: "...Aku persembahkan kehidupan dan kejayaan untuk Tuhan, menjaga kegelapan untuk-Nya, malam ini dan setiap malam."
Badut dengan kesulitan mengulurkan tangan kiri, membuat lambang salib di depan jantung yang belum hancur: "Aku...akan...persembahkan...kehidupan dan kejayaan...untuk Tuhan...menjaga...kegelapan...untuk-Nya...malam ini...begitu...setiap malam...begitu..."
Seiring suara yang semakin suram, mata Badut perlahan terpejam. Pandangannya sudah kabur, ekspresi sedih dan marah Juliana serta yang lain menjadi samar.
Tiba-tiba, dalam keadaan setengah sadar, Badut mendengar suara langkah kaki yang jernih bergema!
Lunde yang pertama bereaksi, menoleh keras lalu matanya terbelalak penuh keterkejutan dan ketakutan: "Tuan Amorton!"
Di pintu berdiri seorang wanita berbaju jubah uskup merah dan topi persegi khusus berwarna merah. Rambut hitam panjangnya terurai, wajah cantiknya menunjukkan ekspresi datar namun dipenuhi belas kasih samar.
"Uskup Amorton!" Minsk dan Juliana sama-sama terkejut dan panik. Tak disangka yang muncul di sini ternyata pemimpin Tribunal yang sangat berkuasa, Kardinal Vera Amorton.
Apakah dia datang untuk menangkap Badut?
Akankah kami juga dihukum bersamanya?
Amorton berjalan cepat mendekati Badut, berjongkok sebentar sambil mengamati, lalu berkata: "Aku terlambat sedikit, jiwa Badut telah terbelah oleh Pedang Kebenaran..."
Sambil berbicara, dia mengeluarkan cahaya suci putih susu dari tangannya yang perlahan menghilangkan celah berdistorsi tak kasat mata. Namun daging Badut tak lagi bergerak-gerak seperti sebelumnya, bagaikan gumpalan daging busuk. Ini pertanda vitalitasnya telah habis.
"Tuan Amorton?" Di tengah kesedihan mereka, Lunde dan yang lain mencium kejanggalan dari sikap Amorton. Sepertinya dia bukan datang untuk menangkap Badut?
Amorton yang masih berjongkok di depan Badut memiringkan kepala sedikit sambil menatap mereka, suaranya berat: "Bangsawan semena-mena, melupakan perlindungan Tuhan. Gereja lemah, menghilangkan kemuliaan Tuhan. Tentang ini, kurasa kalian sudah merasakannya langsung."
Lunde dan yang lain yang baru saja mengucapkan kata-kata itu dalam kepedihan merasakan kebenaran pernyataan tersebut, namun kalimat yang hampir menyerupai pengkhianatan terhadap Gereja ini masih belum berani mereka ulangi di hadapan kardinal yang bertanggung jawab atas Tribunal.
Melihat mereka diam, Amorton memalingkan pandangan ke Badut: "Kau adalah Night Watchers paling setia Tuhan. Atas nama mereka yang sama-sama tidak puas dengan kondisi saat ini di dalam Gereja, aku menyampaikan penghormatan tertinggi. Baik di tanah maupun di Gunung Surga, kami akan berjalan bersamamu. Cahaya Tuhan akan senantiasa menyinanimu, kau takkan pernah sendirian."
Badut nyaris tak bisa bicara, namun dalam kesadarannya yang kabur, letusan sukacita yang dahsyat masih terasa.
"Nyonya Amorton, apakah Anda termasuk faksi penentang status quo di dalam Gereja?" tanya Lunde dengan berhati-hati, sesuatu yang belum pernah terdengar sebelumnya.
Amorton berdiri, memandang mereka dengan penuh belas kasih: "Benar. Apakah kalian bersedia bergabung?"
Mengingat ketidakberdayaan dan kepedihan sebelumnya, mengingat nasib Badut, mengingat kejayaan masa lalu, serta melihat adanya orang penting seperti Amorton yang memimpin, Lunde, Julia, dan Minsk sama-sama membuat lambang salib di dada mereka dengan tegas berkata: "Hanya Kebenaran yang Abadi. Kami bersumpah untuk mempertahankan kemuliaan Tuhan sampai mati!"
Kesadaran Badut sepenuhnya kabur, seolah terperangkap dalam mimpi yang takkan pernah berakhir, dengan jelas merasakan aura maut.
Sebelum kesadarannya benar-benar hilang, dalam mimpinya dia seperti melihat sosok berambut perak berbaju kemeja merah dan jaket hitam, memegang cawan berisi cairan merah sambil terkikik lembut: "Dia benar-benar mencoba..."
