Kegelapan yang tak berbatas dan kosong.
Lucien yang mengambang menatap sekeliling dengan bingung. Dari kedalaman jiwanya, sebuah kekuatan misterius meneriakkan kata-kata tak jelas yang membuat kegelapan bergolak dahsyat, bagai suramnya tekanan sebelum datangnya Storm.
Tiba-tiba, sulur-sulur hijau tua mulai menjalar dari bawah kaki Lucien, membelit tubuhnya dengan cepat. Duri-duri merah tua yang mencuat terlihat mengerikan, seolah dilapisi darah kering yang mengeras, menyebarkan aroma manis yang mampu memperngaruhi tubuh manusia dengan mati rasa.
Sulur-sulur aneh ini memiliki kecepatan yang luar biasa, sama sekali tidak memberi celah bagi Lucien untuk melarikan diri.
Lucien berjuang dengan susah payah, berusaha menggunakan sihir, namun menyadari energi spiritualnya benar-benar terkuras, tak tersisa sedikit pun untuk diaktifkan.
Duri merah tua yang tajam langsung menusuk tubuh Lucien. Rasa sakit yang menusuk dan mati rasa yang melumpuhkan seketika menyebar ke seluruh tubuhnya, memaksanya menjerit kesakitan seperti Elvises.
Dengan munculnya rasa sakit hebat ini, kegelapan mulai pecah. Sinar-sinar terang menyusup masuk, menyilaukan mata.
Kepala Lucien terasa pusing dan penglihatan kabur, cahaya terang di depan matanya memaksanya menyipitkan mata. Namun dia segera teringat bahwa dirinya tertembak oleh berbagai sinar kondisi negatif dari Pohon Sihir Merah Darah yang muncul tiba-tiba, bahkan tidak sempat mengaktifkan "Sepatu Penghindar" untuk melompat menjauh sebelum pingsan.
Dua baris mata hitam pekat yang menegangkan muncul di benaknya, secara refleks Lucien mengaktifkan mantra "Teleportasi Jarak Pendek" yang telah terbangun dalam jiwanya, bersiap menghindari serangan lanjutan Pohon Sihir Merah Darah.
Mungkinkah "Pusaran Elemen" yang digunakan sebelum pingsan membantunya bertahan sampai bangun?
Sedangkan serangan akar dalam kegelapan itu merupakan manifestasi alam bawah sadar yang memaksa dirinya segera sadar?
Namun saat mencoba mengaktifkan "Teleportasi Jarak Pendek", Lucien menemukan energi spiritualnya kering seperti dalam mimpi, bagai sungai yang dasar lumpurnya telah tersingkap.
“Ini efek samping dari penggunaan ‘Pusaran Elemen’ yang melebihi level!” Pikiran Lucien tersambar pencerahan, lalu kedua tangannya mengerahkan tenaga untuk berguling menghindar.
Sebagai ksatria level dua, penggunaan "Pusaran Elemen" kini tak lagi menyedot vitalitasnya separah dulu sampai harus ditopang saat berjalan!
Baru berguling sekali, Lucien merasa raganya melayang. Matanya yang telah beradaptasi dengan cahaya terbelalak melihat ruangan kecil berlapis kapur putih - tak ada sulur-sulur aneh berwarna hijau tua dan merah tua, tak ada Pohon Iblis Merah Darah raksasa yang jahat, apalagi dua baris mata hitam pekat yang berjejal!
Duk, tubuh Lucien mendarat di lantai dengan suara berat.
Kulit tebal dan tubuh kokoh ksatria membuatnya tak merasakan sakit. Ia segera mengamati sekeliling dengan tatapan waspada.
Ruangan sempit itu hanya berisi sebuah tempat tidur kayu dan peti kargo terbuka yang kosong melompong.
“Sepi dan sederhana sekali, persis seperti sel tunggal.” Lucien bergumam dalam kebingungan, “Di mana ini? Kenapa aku ada di sini? Jangan-jangan aku melintas ke dunia ini lagi?”
Berpengalaman sekali sebelumnya, Lucien tak bisa menghindar dari pikiran bahwa dirinya mungkin sudah dibunuh oleh pohon sihir merah darah. Tapi peristiwa melintas dunia ini selalu menjadi salah satu rahasia terdalam dalam hatinya, sehingga meski sangat terkejut dan bingung, ia tetap tidak mengucapkannya.
Mengangkat kedua tangan dan melihat bentuknya yang panjang kokoh yang familiar, meraba leher dan merasakan tanda pemanggilan, Lucien akhirnya yakin dirinya tidak berpindah dunia, tidak mati, masih memiliki raga, tetap tubuh Lucien Evans.
Tapi ini tidak membuat Lucien tenang, karena di kedua tangannya tiba-tiba muncul dua cincin tangan hitam yang memancarkan cahaya magis. Sementara di lehernya, berdasarkan sentuhan tangan dan indra kulitnya, terdapat kalung ketat yang menempel.
Adapun benda-benda seperti Mahkota Matahari, Cincin Penenun Api, Cincin Mahkota Holm, Cincin Pembalas Es, Sepatu Penghindaran, Jubah Transformasi, Sarung Tangan Kekuatan Raksasa Kanibal milikku semuanya menghilang tanpa jejak.
Dari pola aneh, bentuk, dan jarum yang menusuk pembuluh darah di kedua cincin hitam ini, Lucien dengan wajah muram menyimpulkan: "Ini adalah Cincin Penahan yang bisa membelenggu kekuatan darah. Kalung di leher ini pastilah Kalung Anti Sihir, pantas saja energi spiritualku lebih kering daripada saat menggunakan 'Pusaran Elemen' sebelum naik ke tingkat menengah! Apa yang terjadi?"
Melihat energi spiritual dan kekuatan darah sama-sama dibelenggu, secara tidak sadar Lucien mencoba memasuki perpustakaan jiwa, namun tidak ada respon sama sekali dari dalam jiwanya, seolah ditutupi oleh kekuatan aneh tertentu.
"Apakah membuka perpustakaan jiwa membutuhkan energi spiritual sebagai perantara?" Lucien yang belum pernah mencoba memasuki perpustakaan jiwa dalam kondisi kehilangan energi spiritual ini, menyimpulkan berdasarkan logika umum.
Tanpa menyerah, Lucien terus mencoba menggunakan tanda pemanggilan di lehernya, berharap bisa memanggil Rhine ke dalam mimpinya - dengan julukan "pengamat", dia pasti mengetahui legenda "tanah Iblis" di Pegunungan Kegelapan. Kini Lucien semakin yakin dirinya terjebak di tanah Iblis ini, membutuhkan lebih banyak intelijen dan data!
Tanpa kekuatan darah maupun energi spiritual, tanda pemanggilan tak bisa terstimulasi. Lucien tak bisa menahan kerutan di dahinya, seolah kembali ke masa lemahnya saat baru melintas ke dunia ini sebelum mempelajari sihir.
“Aku memiliki tubuh layaknya manusia normal, esensi jiwa yang telah dimutasi dan ditingkatkan. Dalam hal pemikiran dan ketajaman, jauh melampaui masa lalu. Jadi tak boleh putus asa, masih ada harapan! Yang terpenting sekarang adalah mengumpulkan informasi di tempat ini, baru bisa menentukan langkah selanjutnya.” Lucien cepat-cepat memulihkan ketenangannya.
Sebenarnya meskipun jiwanya kembali biasa, Lucien tetap bisa mempertahankan kondisi mental yang baik tanpa goyah atau ragu. Keyakinan pantang menyerah yang terbentuk melalui berbagai cobaan adalah salah satu kekayaan paling berharga dalam hidup. Kekayaan lainnya adalah pengetahuan yang telah dikuasainya, seperti pemahaman tentang struktur alkimia Cincin Pengekangan, komposisi formasi sihir Kalung Anti-Sihir!
Lucien menarik pintu besi yang ternyata terkunci, lalu kembali duduk di tepi tempat tidur siap mempelajari Cincin Pengekangan. Tiba-tiba suara gemerincing kunci berdenting dari balik pintu.
Selanjutnya, Lucien jelas mendengar suara kunci dimasukkan ke lubang kunci, disusul bunyi "klik", pintu besi perlahan didorong terbuka.
Seorang pria muda dengan wajah kemerahan seperti mabuk membawa seikat kunci besar masuk sambil punggungnya terbiasa membungkuk. Namun begitu melihat Lucien, dia tegakkan dada dan berkata dengan sedikit kesombongan: "Karena sudah sadar, ikutlah aku menghadap Tuhan."
Dia mengenakan jubah pendek hitam dan celana panjang ala pelayan, tanpa benda pengekang di pergelangan tangan maupun leher.
"Tuhan?" Lucien yang sudah lama menanti kehadiran orang lain takkan melewatkan kesempatan pemeriksaan ini. Setidaknya harus tahu tempat ini dan alasan keberadaannya sebelum bertemu "Tuhan" yang misterius.
Remaja itu melototi Lucien kesal: "Apa hakmu menyebut Tuhan? Kau cuma material eksperimen yang diselamatkan Tuhan karena persediaan menipis!"
“Kamu harus ingat, kamu adalah material eksperimen yang paling rendah dan hina di menara sihir!”
Hati Lucien berdebar kencang. Menara sihir, material eksperimen—ini hanya sedikit lebih baik daripada maut.
Tapi selama masih hidup, masih ada harapan!
“Menyelamatkanku? Tempat apa ini?” Lucien berpura-pura tidak paham dan terus bertanya.
Watak pelayan muda itu tampak agak kasar, nadanya semakin menusuk: “Aku lahir dan besar di sini, mana tahu bagaimana mendeskripsikan tempat ini? Mereka yang tak sengaja masuk dan tak bisa keluar menyebutnya tanah iblis yang terkungkung.”
“Ternyata benar-benar terperangkap di tanah iblis. Nasibku benar-benar sial, tugas mengantar surat yang seharusnya tidak berbahaya ini malah berubah jadi bencana.” Lucien menghela napas pelan dengan perasaan yang sulit diungkapkan.
Setelah menemukan Elvish, sang penghubung, Lucien mengira tugasnya hampir selesai. Karena Elvish sering bolak-balik antara markas petualang dan menara sihir Raja Mimpi Buruk, dengan pemandunya mustahil bertemu makhluk sihir kuat. Siapa sangka tanah iblis tiba-tiba bergerak mendekat, membuat tingkat bahaya melonjak drastis.
"Apa yang terjadi pada mereka yang tidak bisa keluar? Oh iya, bagaimana dengan rekan saya?" Lucien melanjutkan pertanyaan mengikuti alur pembicaraan pelayan muda.
Pelayan muda itu tiba-tiba terkekeh seolah teringat hal lucu, menjawab tanpa marah: "Rekanmu? Sudah menjadi mayat kering. Para penyusup itu ada yang jadi santapan monster hutan sekitar, ada yang jadi material eksperimen tuan. Hanya dua yang masih hidup, dikurung di sebelahmu. Tunggu, sebenarnya tiga... Brengsek, diam kau! Cepat ikut aku menghadap tuan!"
Ini pertama kalinya dia melihat "Seratus Ribu Mengapa" seperti Lucien yang terus bertanya meski tahu situasinya buruk, jadi dia menjawab sembarangan. Namun semakin dia bicara, wajahnya tiba-tiba berubah menunjukkan ketakutan dan kekhawatiran mendalam, memerintahkan Lucien untuk diam dengan keras.
Lucien tidak memprovokasinya lagi. Dengan mengenakan cincin pengekang dan kalung anti-sihir, dia mengikuti dari belakang menuju lapisan atas menara sihir.
Sepanjang perjalanan, Lucien mengamati dengan saksama bayangan punggung pelayan muda itu - menilai kekuatan fisiknya dari cara berjalan, berat ringannya langkah, sekaligus memperhitungkan kemungkinan menerkamnya tiba-tiba untuk memutar lehernya hingga patah atau memukulnya hingga pingsan.
Saat tiba di lantai lima menara sihir, Lucien mengalihkan pandangan. Ingatannya melayang pada dokumen yang pernah dipinjamnya dari perpustakaan Majelis Sihir: tentang berbagai eksperimen pada tubuh manusia yang dilakukan para penyihir kuno.
Di depan gerbang hitam bergambar corak misterius, pelayan itu mengetuk pintu dengan lembut: "Tuan, material eksperimen baru yang Anda pungut sudah sadar, saya bawa dia menghadap."
"Bawa dia masuk." Suara perempuan tua yang parau dan serak seolah menyelinap dari celah pintu.
Lucien tidak heran dengan gender sang tuan. Bagi penyihir warisan kuno yang berbahaya, gender tidak mempengaruhi tingkat penyimpangan mereka.
Gerbang hitam terbuka sendiri. Lucien melihat pemandangan lengkap laboratorium sihir yang mirip dengan peninggalan Maskelyne: ada "Eter" cairan kelabu yang mengalir bolak-balik, pipa tentakel dan garis hitam yang menyelimuti seluruh ruangan, tangan manusia pucat seperti cakar ayam yang menggantung di udara, serta meja bedah, platform alkimia besar, dan perangkat eksperimen berbentuk aneh tak terhitung.
Seorang nenek tua mengenakan jubah sihir merah yang membungkuk mengerikan berhenti membedah mayat, lalu menoleh ke arah Lucien.
Rambutnya kembang dan memutih, kerutan di wajah seolah kehilangan kelenturan, seluruh tubuhnya keriput dan kurus kering, terlihat sangat buruk rupa dan mengerikan.
Mata hijau keruh sang nenek mengamati Lucien dengan seksama beberapa saat, lalu mengangguk pelan. Suara tuanya yang bergetar menyemburatkan semangat fanatik: "Harus disetrum dulu."
