Asap hitam pekat bergumpal dari aula penuh peti mati persembahan, menyembur dari setiap sudut liang kubur, bergulung-gulung seperti monster-monster bertaring menuju "Gerbang Santo" di puncak menara.
Semua "Penjaga Makam" dari segala penjuru bersujud ke arah puncak menara. Biasa garang dan nekat, kini mereka patuh bagai domba kecil, menempel erat di tanah tanpa sepatah kata pun.
Asap hitam menelan mereka, kilatan cahaya seperti sinar matahari bersinar di permukaan tubuh mereka, menghalangi tenaga maut yang mengerikan di luar.
Di dalam makam, mayat-mayat mengerikan yang tergantung di dinding mulai bergerak, mengeluarkan geraman penuh kebuasan.
Di aula yang menyeramkan, tutup peti mati hitam berhamburan terbuka, menampakkan tangan-tangan berbalut perban yang jumlahnya tak terhitung.
Perban putih berubah kecoklatan menjijikkan akibat korosi minyak mayat dan pembusukan waktu. Suara-suara jahat tak berkesadaran bergema bersama geraman di sekeliling, membuat makam tiba-tiba menjadi sangat menakutkan.
"Lucien" dan Inck mengangkat halberd mereka, menegakkannya menghadap asap hitam, membelah gelombangnya agar mengalir di sekitar tubuh mereka menuju Gerbang Santo.
Asap hitam datang bergelora, pergi pun cepat. Hanya dalam belasan detik, mereka telah menghilang tanpa jejak. Geram mengerikan itu pun hanya menyisakan gema samar bagai mordent.
Melihat "Gerbang Santo" telah pulih normal, tidak sadar Ink menghela napas kepada "Aska" di sampingnya: "Akhirnya selesai juga."
"Aku tak mau bicara dengan bajingan manusia-kalajengking." Jawab "Aska" dengan dingin.
"Kau!" Ink memutar kepala geram, sorot matanya garang seolah hendak melahap "Aska" hidup-hidup - meski apapun yang dimakannya selalu hidup-hidup.
"Aska" mendengus keras, tak lagi membalas.
Ink menggigit bibir menahan amarah, namun tak berani berkelahi di hadapan Imam Besar. Ia hanya mematung membisu memandang ke depan, tak sudi lagi berbicara dengan Aska yang menjengkelkan!
Imam Besar menyadari keributan ini, namun tak terlalu memikirkannya. Sumber pertentangan keduanya sangat ia pahami. Selama tidak melanggar hukum, urusan remeh seperti ini tak perlu diperhatikan.
Imam Besar menundukkan kepala dan melanjutkan ‘berdoa’-nya, mencari peningkatan tenaga.
Sihir ilusi lingkaran kelima "Ilusi Permanen" mampu menciptakan ilusi nyaris substansial dengan suara, suhu tubuh, aroma, dan gerakan. Bahkan bisa diprogram dengan syarat-syarat tertentu agar ilusi tersebut mampu merespons situasi sederhana: mengangkat tombak perang saat asap hitam menerjang, menjawab "Tidak mau bicara dengan manusia-kalajengking rendahan" lalu mendengus dingin saat Inck berusaha berkomunikasi, serta menunduk memberi salam ketika Imam Besar mendekat.
※※※
Di balik Gerbang Santo, asap hitam bergelora dalam keheningan tanpa suara yang penuh kengerian.
Pusaran gas berkumpul dan memadat membentuk sosok Lucien yang telah kembali ke wujud aslinya, wajahnya tersembunyi di balik kerudung hitam.
"Benar terasa nuansa dunia mayat hidup." Lucien memandang sekeliling, menemukan semburat kelabu yang menyebar dalam asap hitam, membuat ruang ini membeku dalam kesunyian.
Ini adalah sebuah istana berbentuk lingkaran, dindingnya dipenuhi motif bunga matahari, sementara lantai yang terbuat dari material tak dikenal diukir dengan garis-garis sinar keemasan menyerupai pancaran matahari, membentang mengikuti kemiringan yang semakin meninggi menuju altar setengah tinggi di tengah.
Di pusat altar terdapat peti mati emas yang diukir, dihiasi pola-pola bulan perak menggunakan material khusus berwarna keperakan.
Karena aula utama dipenuhi asap hitam yang bergulung-gulung, memancarkan gelombang maut yang kuat dan menghalangi pengintaian dari luar, Lucien tak lagi khawatir menggunakan sihir akan ketahuan. Ia pun menambahkan lapisan pertahanan demi lapisan pada dirinya.
Namun benda sihir ilahi seperti "Mahkota Matahari" yang memiliki hubungan erat dengan dunia mayat hidup, Lucien masih tak berani mengeluarkannya. Khawatir akan memicu perubahan gila seperti meneteskan setetes darah di perairan yang sering dilalui hiu, sehingga menarik perhatian imam yang diberkati Tuhan.
Setelah memastikan persiapan formasi magis istana sesuai dengan deskripsi Rhine, Lucien bergerak mendekati altar mengikuti rute aneh yang mengerikan di tengah asap hitam.
Semakin maju, udara semakin dingin menusuk. Tenaga maut hampir terasa fisik. Setelah keheningan total, warna-warna pun mulai memudar bagai lukisan minyak yang tercuci air.
Jarak pendek itu ditempuh Lucien selama lebih dari sepuluh menit dengan susah payah, akhirnya berhasil mencapai depan altar melalui kabut hitam yang pekat, menginjakkan kaki di tangga emas yang dibentuk.
"Tanpa pengalaman Tuan Rhine, semuanya tak akan semudah ini. Hanya menganalisis persiapan formasi magis Istana Maut ini saja butuh berhari-hari," gumam Lucien di depan peti mati emas.
Tak membuang waktu, Lucien mengeluarkan "Patung Sphinx" dari tas penyimpanannya, meletakkannya dengan hati-hati pada ceruk di penutup peti mati.
Ternyata mereka pas sempurna tanpa celah, seolah patung itu memang diciptakan untuk tempat ini!
Mundur selangkah, Lucien mengucapkan mantra, tiba-tiba aliran darah tipis mengalir dari patung manusia berkepala singa, mengerikan dan menakutkan.
Darah mengalir masuk ke dalam peti mati, asap hitam langsung berguling dan mengerut seperti makhluk hidup, bulan perak yang tertanam memancarkan cahaya redup sebelum akhirnya meredup.
Apakah ritual sihir selesai semudah ini? Meski Lucien pernah mendengar penjelasan umum dari Rhine, kesederhanaan proses ini tetap membuatnya terkejut. Ia sangat ingin mempelajari tata letak ritual sihir ini, namun tak berani membuang waktu di sini - siapa tahu kapan imam yang diberkati Tuhan itu akan datang untuk menyembah "Raja Agung".
Berbalik badan, baru dua langkah Lucien melangkah, tiba-tiba ia merasakan tekanan mengerikan dari dunia luar, seolah alam semesta akan hancur dan kegelapan abadi turun menguasai!
"Vampir yang sangat kuat? Pangeran Dracula?" Lucien yang memiliki darah Moonlight memang sensitif terhadap vampir. Aura menakutkan ini sama sekali tidak ditutupi, sangat arogan dan kelainan.
Asap hitam seperti anak anjing yang diintimidasi, merintih dan meringkuk.
Di luar Makam Fincks, langit yang sudah terang tiba-tiba lebih gelap daripada malam. Matahari yang baru terbit menghilang di cakrawala.
Lucien merasakan tatapan misterius yang nyata menyapu dari kiri ke kanan, lalu jatuh ke tubuhnya.
Tekanan yang tak terucapkan, kekuatan kasar yang sulit dibayangkan membuat kening Lucien berkeringat.
"Tatapan" itu berhenti sebentar di Medali Es dan Cincin Mahkota Holm, lalu pergi diam-diam melanjutkan penyapuan.
Seolah kegelapan yang menyelimuti seluruh langit menghilang, matahari jingga muncul kembali.
“Inikah Pangeran Dracula yang setingkat dengan Ketua Douglas dan Yang Mulia Brook? Ternyata ia sekuat ini?” Baru sekarang Lucien menyadari dengan jelas, pria tua ramah yang pernah ia temui di ruang baca Storm Master dan Lembaga Penelitian Atom-nya, ternyata menyimpan kekuatan mengerikan seperti itu!
Sebelum kegelapan benar-benar menghilang, tiba-tiba terdengar suara mengerikan dari belakang Lucien.
Ternyata itu suara tutup peti mati yang didorong terbuka!
“Sia...pa...yang...mengganggu...tidur...panjang...ku?” Suara kering tanpa gelombang terdengar dari dalam peti.
Lucien segera merasakan kekuatan jahat yang ekstrem sedang bangkit perlahan!
“Aku...tertidur...sepuluh...ribu...tahun,...masih...terkungkung...di...sini...Aku...akan...membuatmu...menerima...kemarahan...ku...” Suara itu mulai berubah, disertai sedikit fluktuasi perasaan.
Tekanan Pangeran Dracula ternyata membuat manusia singa yang telah mati "sepuluh ribu tahun" ini bangkit kembali dari dunia mayat hidup?
