Desahan lembut itu bagai kilat menyambar jiwa Sophia. Kabut tebal terpecah, serpihan-serpihan kenangan mulai muncul.
Aku mengetahui dari Ralphy bahwa istana bawah tanah Keluarga Fleur-de-Lis menyimpan rahasia kekuatan Raja Matahari. Demi menjadi satu-satunya pewaris Kekaisaran Suci Heilz, demi tahta yang samar, aku bahkan berkolaborasi dengan Adipati Fleur-de-Lis Ulrich dan "Mahkota Kejayaan" Metatron, merencanakan perangkap mengejutkan ini dengan penuh perhitungan. Sekalipun harus mengkhianati teman baikku sendiri, mengorbankan ksatria yang setia, semua kulakukan.
Namun pada akhirnya, rekan kerjasama berubah menjadi monster tak berakal. Jika bukan karena pengorbanan diri sahabatku Deni, mungkin aku sudah terjerumus ke dalam jurang maut. Segala ambisi dan keserakahan akan berubah menjadi gelembung kosong.
Menelusuri penyebabnya, langkah demi langkah aku terperosok dalam jurang keputusasaan ini karena keserakahan. Keserakahan tanpa kendali, keserakahan tanpa batas. Pantas saja penyihir misterius ini menghela nafas dan berujar: "Keserakahan..."
Mengingat sebelumnya saat saya mengejek Frederick, Bayer, Alten dan lainnya dengan ucapan "keserakahan", lalu membandingkannya dengan situasi sekarang, benar-benar ironi yang sempurna!
Penyesalan, kekesalan, penderitaan, pesimisme, keputusasaan, sikap merendahkan diri - segala perasaan ini membelit hati Sophia. Namun dia adalah orang yang sangat menghargai kehidupannya sendiri. Keinginan untuk bertahan hidup jauh melampaui bayangannya. Dengan status begitu mulia, kecantikan yang dikejar banyak orang, hidup mewah dan indah, hal-hal menyenangkan, usia masih muda, tenaga milik sendiri - bagaimana mungkin mati begitu saja?
Tidak! Aku belum puas menikmati hidup! Aku masih harus naik tingkat menjadi penyihir gelap tinggi! Aku masih ingin mendapatkan cintaku! Aku ingin hidup lima ratus tahun lagi!
Aku tidak mau mati!
Segala niat, segala keinginan, segala perasaan - menyatu menjadi teriakan ini. Sophia menaruh semua harapannya pada Lucien yang berada di samping depan itu.
Meskipun dia adalah penyihir tingkat tinggi yang mengerikan dan merupakan musuhku, setidaknya dia masih memiliki rasionalitas dan bisa diajak berkomunikasi. Asalkan syarat yang kukemukakan cukup menarik dan aku bersedia melepaskan semua keteguhan, bukan tidak mungkin bisa menukarnya dengan kesempatan bertahan hidup. Jika membiarkan... membiarkan... Sophia mengangkat kepala melihat "Setan Penderitaan" Miranda yang terbungkus kabut hitam di pintu masuk aula, menyaksikan jiwa-jiwa setengah rusak yang dihisapnya ke dalam kabut hitam, memandang wajah-wajah yang berdistorsi kesakitan, dia menggelengkan kepala dengan panik penuh ketakutan. Jika iblis itu yang menang, kecuali formasi sihir di luar bisa dihancurkan lebih cepat, pasti aku akan mati dalam penderitaan!
Mata hijau jernih yang berkilauan itu menatap tajam sosok tegap berbalut warna hitam. Ini adalah satu-satunya harapan yang bisa kusandarkan. Asalkan bisa bertahan hidup tanpa kehilangan jati diri, syarat apapun yang dia ajukan siap kuterima!
Dengan harapan, Sophia memanfaatkan konsentrasi merapal mantra untuk meredakan perasaan putus asa dan penyesalan yang menyakitkan dengan cepat, namun emosi baru segera muncul kembali.
Kecemasan, kekhawatiran, kecemasan yang ekstrem, kekhawatiran yang ekstrem.
Meskipun "Setan Penderitaan" ini tampak berbeda dengan "Keserakahan", masih dalam keadaan kabur dan kacau-balau tanpa kelicikan, mistis, dan keanehan khas tujuh setan besar, ia terbentuk dari tubuh Ksatria Emas Miranda. Hanya dengan tenaga level sembilan dan kecepatannya saja sudah bisa menghancurkan hampir semua penyihir tingkat tinggi dan Ksatria Langit.
Mampukah penyihir misterius ini mengalahkannya?
Hingga saat ini, saat mengingat kembali pertempuran sebelumnya, Sophia baru menyadari bahwa sihir tingkat tinggi yang digunakan oleh penyihir misterius di depannya semuanya bergantung pada peralatan. Mantra tertinggi yang terstimulasi dari jiwanya sendiri baru mencapai lingkaran kelima. Meskipun bagi penyihir tingkat tinggi, efektivitas sebuah mantra tidak ditentukan oleh levelnya, melainkan kesesuaiannya dengan situasi dan pertempuran terkini, tetap saja terasa sangat aneh bahwa ia sama sekali tidak menggunakan mantra lingkaran keenam.
Mungkinkah... mungkinkah ia adalah penyihir lingkaran keenam yang baru dinaikkan levelnya kurang dari setahun, sehingga selain Pemicu Mantra, belum sempat mempelajari beberapa mantra lingkaran keenam?
Memikirkan ini, hati Sophia kembali sesak. Keputusasaan dan pesimisme kembali menyelimuti.
"Ya Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang, turunkanlah tenaga-Mu padanya, bantulah dia membunuh setan jahat ini."
Penyihir Sophia yang tidak terlalu beriman, dalam keputusasaan terdalam, secara tidak sadar mulai memohon perlindungan Tuhan Kebenaran. Meski terasa janggal meminta Tuhan membantu penyihir, ia sudah tak mampu berpikir lebih jauh.
Begitu banyak perubahan pikiran dan perasaan dalam diri Sophia terasa seperti keabadian, namun kenyataannya—sejak Lucien mengomentari keserakahannya—jarum detik arloji saku di sakunya baru bergerak tiga kali.
Metatron bergumam seperti dalam mimpi:
"Datanglah, tenggelamlah dalam penderitaan terdalam."
"Esensi alam semesta adalah penderitaan, proses kehidupan adalah penderitaan!"
Dengan langkah berat seolah menyeret segudang kepedihan, "operasi bintang" di mata kanan Lucien semakin sengit. Namun jurang perbedaan tingkatan membuatnya tak bisa menganalisis detail seperti saat menghadapi "proyeksi keserakahan", hanya memperoleh penilaian samar:
"Tampaknya karena kekuatan Metatron sendiri terlalu kuat, kehendaknya mencapai puncak di bawah tingkat legenda, bahkan proyeksi 'Setan Kesakitan' yang terbentuk dalam jiwanya dan menyerap tenaga untuk berkembang pesat, masih belum bisa mencerna kesadarannya sepenuhnya. Proses penyerapan yang sengit ini termanifestasi sebagai gerakan kaku dan lamban, berbeda dengan kelincahan mengerikan dari Keserakahan dan Kebencian."
"Tapi kekuatan level sembilan saja sudah cukup untuk menghancurkan semua orang di sini. Bahkan dengan pedang Keadilan Pucat, jika kecepatanku tak memadai, mungkin sebelum berhasil membelah kabut hitam di sekitarnya, aku sudah terbunuh dengan satu pukulan."
Seiring bisikan Metatron, wajah-wajah berdistorsi dalam kabut hitam di sekelilingnya mulai berbicara dengan penuh kesakitan:
"Kelahiran kehidupan membawa kesakitan bagi sang ibu..."
"Frustasi dalam proses tumbuh kembang juga menciptakan kesakitan yang tak terelakkan..."
"Penyakit mendatangkan kesakitan..."
"Kemiskinan pun menimbulkan kesakitan..."
"Cinta akan menyakitkan..."
“Menua akan kesakitan……”
“Keputusasaan akan kesakitan……”
“Maut semakin menyakitkan……”
Setiap wajah masing-masing menggambarkan satu jenis penderitaan, berkoordinasi dengan distorsi yang ditunjukkan diri mereka sendiri, bagaikan gelombang tekanan penderitaan yang memabukkan yang menindih jiwa Lucien, membuatnya agak gelisah.
"Tidak bisa membiarkannya terus begini!"
Lucien memaksakan diri menenangkan perasaan, mengeluarkan suatu benda dari tas penyimpanannya.
Ilusi seperti matahari muncul di otak Metatron, bagai mahkota kejayaan, namun berhasil meredam asap hitam di sekitarnya hingga menipis, membuat wajah-wajah penderitaan itu sulit bersuara.
"Darah matahari Metatron masih ada konflik dengan tenaga Setan Penderitaan?"
"Kesempatan!"
"Jika melewatkan kesempatan ini, tak akan ada 'jika' lagi!"
Lucien dengan cepat melemparkan tabung di tangannya, melantunkan mantra rumit sambil membuat gerakan mantra yang kompleks.
Sinar matahari semakin terang, seakan menyelimuti seluruh aula dan mengubah segalanya menjadi asap melalui proses sublimasi.
Sophia menyipitkan matanya, hati dipenuhi senyum pahit dan keputusasaan. Masih adakah harapan bertahan di bawah terang Mahkota Kejayaan?
Tabung kristal berputar di udara, berisi zat tak berwarna yang membeku dan memancarkan hawa dingin yang pekat.
Di bawah pengaruh energi spiritual yang digerakkan mantra dan gerakan tangan, zat padat tak berwarna ini berdistorsi dan bergerak-gerak menyerap energi dingin, berubah menjadi sinar panjang tak berkilau yang mencambuk Metatron.
Saat menerima Medali Es dari guru Fernando, Lucien telah mendengar bahwa "Penyihir Es Tanah" Helen berhasil memproduksi helium padat melalui tekanan. Oleh karena itu, selama masa persiapan, dia meminta Storm Master untuk membuat dua tabung helium padat sesuai metode Helen, disegel dalam wadah berharga setara barang tingkat tinggi, sebagai senjata rahasia terakhir dalam petualangan kali ini!
Dalam kondisi yang memungkinkan, Lucien takkan pernah mempermainkan nyawanya sendiri!
Sihir Eksklusif Sembilan Cincin, "Cambuk Dewi Es dan Salju"!
Sinar kristal es yang panjang menembus kilatan cahaya matahari yang berkilauan.
Baru ketika sihir sembilan cincin ini terbentuk, Metatron menyadari bahaya. Sudah terlambat menghindar, asap hitamnya bergegas berputar menyelimuti tubuhnya.
Asap hitam membeku, udara di sekitarnya membeku, darah Miranda pun membeku. Kulitnya berubah seperti kristal es, bersama benda kristal lain di sekeliling yang memantulkan "sinar matahari", memancarkan warna-warni memukau yang indah bak mimpi.
Di sekitar pintu masuk aula, tak ada lagi gas maupun cairan. Semua berubah menjadi dunia padat murni. Tunggu, masih ada yang bisa bergerak: wajah-wajah menyakitkan yang berdistorsi itu bolak-balik bimbang, namun tak bisa keluar dari asap hitam yang membeku.
Ini... sihir macam apa? Level sihir apa ini? Sungguh... sungguh mengerikan!
Sophia menyaksikan penyihir mistis melemparkan sebuah tabung, lalu mantra rumit nan berliku bergema. Seberkas sinar kristal es terbentuk yang awalnya tampak biasa saja, namun akhirnya menciptakan pemandangan menakutkan yang hiperbolis ini. Bibir merah mudanya setengah terbuka, matanya membelalak tak percaya dengan apa yang baru saja disaksikannya.
Ini adalah petarung level sembilan, Ksatria Emas Metatron!
Dia, sebenarnya penyihir berapa cincin?
Sophia merasa tidak bisa lagi menebak kekuatan penyihir misterius di depannya. Ini bukan mengandalkan benda-benda magis atau gulungan perkamen!
Satu-satunya yang bisa dipastikannya: penyihir misterius ini sangat kuat, sangat kuat, sangat kuat!
"Andai aku sekuat dia, bisa melindungi diri sendiri saat bahaya mengancam..." Pikiran Sophia kacau oleh keterkejutan, otaknya hampir blank.
Namun Lucien sendiri sedang menderita. Meski berhasil melepaskan sihir sembilan cincin dengan bahan mantra langka yang dipersiapkan sebelumnya, perbedaan tingkatan terlalu besar. Setelah satu kali "Cambuk Dewi Es dan Salju", energi spiritualnya terkuras habis, kepala pusing seakan pecah. Mustahil baginya menggunakan sihir lain lagi.
Saat itu, sentuhan dingin yang menyegarkan dari tangan kiri datang. Cincin Mahkota Holm "Asal Mula" memulangkan energi spiritual yang disimpan sebelumnya ke raga Lucien. Kepala punyanya langsung reda, lalu dengan sigap ia segera mengucapkan mantra "Kekuatan Brutal".
Hanya mengandalkan hawa dingin "Cambuk Dewi Es dan Salju", mustahil bisa membunuh Setan "Kesakitan" yang mistis dan mengerikan. Harus diberikan serangan mematikan sebelum es mencair!
Dunia padat yang tak normal mulai hancur berantakan. Satu per satu sihir bermunculan di tubuh Lucien.
Tetesan air bermunculan, lalu segera berubah menjadi kabut putih. Lucien mengeluarkan ramuan dan meneguknya.
Kristal es lenyap. Raga Metatron berhamburan bagai salju betebaran di langit. Dengan pedang indah berhiaskan ornamen mewah di genggaman, Lucien melangkah mantap ke depan.
Wajah-wajah kesakitan yang berdistorsi membentuk bola, asap hitam menetes keluar sedikit demi sedikit. Lucien mengangkat tinggi pedangnya dan menghunjamkannya dengan keras.
"Bagaimana dia bisa menjadi Ksatria lagi?" Pikir Sophia yang masih bingung, namun perasaannya cukup tenang. Setelah melihat Penyihir Gelap itu menggunakan sihir setara lingkaran kesembilan, dia seolah menemukan sandaran dan harapan nyata, tak lagi cemas dan yakin sepenuhnya padanya.
Aaaa! Jeritan kesakitan bergema di aula. Keadilan Pucat menghantam bola mengerikan yang terbentuk dari wajah-wajah yang saling bergulat.
Asap hitam lenyap di bawah kilau redup itu. Wajah-wajah terdistorsi yang tahan beku sebelumnya hancur berantakan, menjerit lalu sirna dalam kekosongan.
