Setelah memanggil sihir untuk membatasi gerak Sophia dan yang lain, Lucien melakukan pemeriksaan rinci sekali lagi sebelum mulai membuka-buka catatan tersebut.
Catatan-catatan ini banyak yang rusak, tulisan tangan yang berantakan menunjukkan perubahan gaya seiring bertambahnya usia penulisnya:
"...Setelah menjelajahi reruntuhan kuno di Neraka terdalam, Guru dan Sorano serta yang lain mulai menunjukkan aura aneh yang tak terungkap. Tapi biarlah! Mereka tidak pernah percaya padaku. Apa gunanya seorang Murid Astrolog yang bahkan tidak bisa membangun Bintang Nasib Utama? Andai saja Ayahku tidak mati menyelamatkan Guru, pasti dia tidak akan peduli padaku. Hmph, mana mungkin mereka mengerti makna sebenarnya Bintang Nasib Utamaku?"
“……Mereka sudah bukan manusia lagi, melainkan Setan-Setan! Mungkin sejak kembali dari reruntuhan kuno, mereka sudah dirasuki Setan... Aku harus berhati-hati, tidak boleh lengah, jangan sampai mereka mengetahui aku sudah tahu rahasia mereka...”
“...Aku yakin, yang merasuki mereka adalah Setan yang belum pernah tercatat. Mereka sepertinya senang mempermainkan pikiran manusia dan menyebabkan distorsi sifat serta akumulasi perasaan negatif... Tidak bisa terus begini, aku harus cari alasan untuk pergi...”
“...Sangat berbahaya, kalau bukan karena keunikan Bintang Nasib Utamaku, pasti mereka sudah menangkapku...”
“...Akhirnya aku tahu Setan apa mereka ini: Kesombongan, Iri, Keserakahan, Kebencian, Kesakitan, Hawa Nafsu, Kemunafikan - berbeda dengan semua Setan lainnya...”
“...Solanro ternyata ingin membunuhku, apa dia tidak tahu aku sudah naik ke Cincin Tujuh? Ini seperti mengantarkan material eksperimen untukku. Aku harus lihat seperti apa Setan 'Keserakahan' ini...”
“……Tidak ada metode yang bisa mengungkung proyeksi Setan, bagaimana mempelajarinya? Mungkin aku harus pergi keluar, menjelajahi Neraka terdalam, berharap menemukan data yang berguna……”
“……Tidak menemukan petunjuk sama sekali, coba gabungkan dengan garis keturunan Setan biasa……”
“……Hasil eksperimen melebihi ekspektasi, proyeksi Setan Keserakahan setelah difusikan ternyata bisa menciptakan kemampuan bawaan pada jiwa, serta sangat memperkuat jiwa dan fisik, mengkonsolidasi dunia kognitif, mungkin ini bisa mempercepat kenaikan levelku……”
“……Jika emosi negatif yang terpendam sampai titik kritis bisa membentuk hubungan mistis dengan Tujuh Setan Besar, mengapa tidak aku buat secara artifisial? Aku harus merancang istana dan ritual khusus……”
“……Apa ini?”
“……Ternyata sejak awal aku sudah salah……”
“……Kurasa aku telah menemukan rahasia ketujuh Setan termasuk Keserakahan, kurasa aku telah menemukan kebenaran mutlak alam semesta……”
Bagian tengah banyak yang cacat, catatan penting hampir tidak ada. Beberapa buku catatan ini sepertinya tidak sengaja ditinggalkan di sini, melainkan seperti hasil perebutan yang menyebabkan sebagian kertas terlepas. Si pemenang akhirnya melihat catatan ini tidak penting, sementara waktu mendesak, lalu pergi tergesa-gesa. Kemudian catatan ini dikumpulkan oleh leluhur Keluarga Fleur-de-Lis dan dijilid ulang sesuai urutan.
"Keserakahan, kebencian, kesakitan – apa sebenarnya rahasia mereka? Ternyata terkait dengan kenyataan alam semesta." Di otak Lucien, catatan-catatan itu secara otomatis terbentuk dalam perpustakaan jiwa. Namun teka-teki besar ini tetap tak terpecahkan karena catatan yang tidak lengkap, membangkitkan rasa penasaran Lucien tanpa memberi kepuasan, membuatnya sangat frustasi.
Setelah menenangkan perasaan, Lucien menyisir ruang rahasia sekali lagi namun tidak menemukan catatan bernilai lainnya. Akhirnya dengan bantuan perpustakaan jiwa, dia memaksakan diri merekam semua penataan formasi sihir di aula dan struktur altar.
Ini adalah harta karun yang hanya berada di bawah "Tongkat Kerajaan Sihir". Menurut catatan Yang Mulia Raja Matahari Tanos, kombinasi mereka dapat mengekstrak proyeksi setan misterius, mengurungnya, dan menyatukannya.
Karena tujuh setan seperti Keserakahan terlalu mistis dan mengerikan, Lucien sama sekali tidak tertarik dengan ritual konsolidasi jiwa melalui fusi proyeksi setan. Jika sampai membuat Keserakahan, Kesombongan dll menyusup ke "jiwa"-nya, itu akan menjadi kerugian besar. Namun mengekstrak dan mengurung mereka merupakan cara efektif untuk melawan sifat misterius dan sulit dibunuh mereka. Selain itu, mempelajari makhluk misterius yang belum dikenal adalah kegemaran setiap Ahli Sihir Oskur, apalagi mereka juga menyangkut kebenaran mutlak alam semesta.
Setelah menyelesaikan semuanya, Lucien membuat Ralphy dan Claire tertidur panjang sambil memberi mantra peringatan, lalu membangunkan Sophia: "Ada beberapa hal yang perlu kau lakukan. Ikutlah, jadilah 'asisten' eksperimenku."
“Ya.” Sophia menjawab dengan sikap seolah-olah hormat, namun di dalam hatinya bergelora kebencian. Asisten "eksperimen"? Huh, pasti disuruh melakukan hal berbahaya lagi atau menjelajahi area tak dikenal. Sungguh menjengkelkan!
Meski penuh kebencian, nyawanya berada di bawah kendali Lucien. Ia terpaksa menahan perasaan dan mengikuti Lucien dengan patuh keluar dari ruang rahasia, menuju lukisan minyak Adipati Ginje pertama.
"Masih ada ruang rahasia lagi? Istana ini menyimpan berapa banyak rahasia?" Sophia tertegun menyaksikan Lucien membuka pintu masuk.
Tiba-tiba rasa takut yang kuat menyergapnya, "Apakah aku akan dihabisi karena mengetahui rahasia ini?"
"Jika kau diam di tempat, maka diamlah selamanya." Lucien tersenyum memandangi Sophia dengan ekspresi polos yang tak berbahaya.
Di mata Sophia, wajah yang tersenyum ramah ini tak ubahnya Iblis dari Abyss, jauh lebih kejam dibanding Setan keserakahan dan kesakitan tadi. Dalam hatinya, ia ingin sekali melemparkan Fireball untuk menghancurkan wajah itu.
Namun ini hanya bisa menjadi khayalan indah dalam hatinya. Di dunia nyata, ia menahan amarah dan berkata: "Aku akan masuk sekarang, Tuan Penyihir Gelap."
Tidak masuk berarti mati seketika! Masuk mungkin masih ada secercah harapan! Barangkali di dalam tidak ada rahasia apa pun, jadi aku tidak perlu dihabisi?
Melewati lorong bawah tanah yang tidak terlalu panjang, Sophia melihat lapisan dalam istana yang mirip dengan aula luar, serta patung batu Tanos.
Dengan cepat melirik sekeliling dan tidak menemukan hal istimewa, Sophia menarik napas lega dalam hati. Kedua kakinya gemetaran hampir membuatnya terjatuh.
Lucien membawa Sophia mendekati patung, menunjuk tangan kanan Tanos yang terulur: "Sentuhlah bagian itu."
“Bukankah tidak ada apa-apa di sana? Bukankah ini sederhana?” Sophia mengangkat tumitnya dengan bingung, mengulurkan tangan ke area yang ditopang tangan kanan patung. Di tengah gerakan, ia tak sadar menoleh ke Lucien di samping - tapi mendapati ruangan itu kosong belaka!
"Lanjutkan." Suara suram bergema dari kejauhan. Sophia terkejut menoleh, menemukan penyihir gelap yang mistis dan kuat itu telah menyelinap kembali ke lorong bawah tanah hanya dalam dua detik.
Sophia gagap: "Mengapa... mengapa kamu menjauh sebegitu?"
"Mungkin sangat berbahaya." Lucien menjawab dengan kejujuran yang tulus.
Keringat dingin langsung mengucur di dahi Sophia. "Sangat berbahaya" - kata itu bergema di kepalanya. Andai bukan karena sisa rasionalitas yang menahannya, mungkin ia sudah mengutuki penyihir brengsek ini sampai tujuh turunan.
“Cepat, kita masih perlu menyisakan waktu untuk menandatangani kontrak magis.” Lucien mengingatkan dengan senyum datar.
Sophia menangkap peringatan dalam kata-katanya, keringat dingin menggenang di dahinya, tangan kanan terasa seperti diisi timbulan secara tidak wajar saat meraih posisi yang ditentukan.
“Gerakkan.” Lucien yang mengenakan "Mahkota Matahari" melihat Sophia menyentuh tepi bola cahaya pucat, memberi isyarat agar dia menggerakkan tangan ke berbagai arah.
Tangan putih mungil Sophia gemetar hebat, bergerak lambat lalu cepat di area tersebut, sangat khawatir akan muncul perubahan mengerikan.
“Sudah cukup.” Lucien mengamati pemandangan tenang ini dengan kebingungan.
Brak! Mendengar ini, Sophia langsung kehilangan semua keberanian dan kegigihan, terjatuh lunglai di tanah. Syukurlah tidak terjadi apa-apa!
Lucien menggunakan sihir indra yang telah dipersiapkan sebelumnya, menilai dari perasaan, otot, dan lain-lain Sophia bahwa dia benar-benar tidak menyentuh bola cahaya, juga tidak ada reaksi efektif lainnya - inilah alasan mengapa tidak menggunakan sihir kekuasaan manusia untuk mengontrol Sophia, karena reaksi yang didapat akan kurang autentik, bukan "data mentah". Maka Lucien mengerutkan kening sambil menunggu sejenak, memastikan tidak ada perubahan lemah lainnya, baru mendekati Sophia dan memintanya meninggalkan aura pada "Mahkota Matahari", persis seperti pertama kali dia menggunakan fungsi parsial Lambang Suci Kebenaran.
Baru sekarang Sophia melihat ada bola cahaya putih pucat yang mengerikan di tangan kanan patung, lalu mendengar suara yang membuat jantungnya berdebar dan otot menegang: "Coba sentuh lagi."
Brengsek ini! Sophia tidak pandai mengumpat, tapi dia membenci Lucien sampai ke tingkat tertinggi. Namun ketika menyadari bahkan wajah, identitas dan asal-usul brengsek ini pun tidak diketahui, muncul kesedihan yang dalam.
Menarik napas dalam beberapa kali, Sophia bangkit kembali sambil membisikkan pada diri sendiri bahwa ini adalah bahaya terakhir, tangannya gemetar menjulur ke arah bola cahaya itu. Seperti diduga, dia melihat si penyihir brengsek itu menyelamatkan diri ke dalam lorong bawah tanah dengan teleportasi kilat.
"Pengecut! Pengecut! Pengecut!" Kutuknya dengan getir. Jari telunjuk Sophia menyentuh bola cahaya putih pucat itu, dingin menusuk terasa, lalu... melewatinya tanpa hambatan. Justru saat menyentuh celah kecil itu, sensasinya seperti menyentuh tirai tebal.
Menarik kembali tangannya, Sophia terengah-engah: "Tuan Penyihir, bola cahayanya tidak bisa disentuh."
Lucien menghapus aura Sophia dari Mahkota Matahari. Saat hendak memberi instruksi berikutnya, tiba-tiba dia merasakan formasi peringatan yang dipasangnya terganggu!
"Setan Penderitaan?" Lucien bukannya mundur malah melompat ke tengah aula, tangannya menyelip ke dalam tas penyimpanan.
"Ternyata ada ruang rahasia di sini." Lucien belum sempat melakukan tindakan lebih lanjut, suara khidmat yang jernih sudah terdengar dari ujung lorong bawah tanah. Seorang pria berambut pirang dengan mata biru yang dalam perlahan memasuki ruangan.
"Bayer?"
Orang yang masuk itu ternyata Pangeran Bair yang sebelumnya pingsan akibat balasan sihir. Matanya jernih, gerak-geriknya elegan, sama sekali tidak terlihat seperti dirasuki proyeksi Setan Kesakitan atau Keserakahan.
Bair menyatukan kedua tangannya di belakang punggung, langkahnya penuh wibawa. Pandangannya mengabaikan Lucien, menembus raganya, tertuju pada tangan kanan patung batu. Dengan nada gembira ia berucap:
"Benar-benar ada benda ini. Jalan yang kutempuh tidak salah."
Ekspresi Lucien berubah drastis, seolah menyadari sesuatu. Tiba-tiba tubuh Sophia gemetar hebat, suaranya campur aduk antara gembira dan takut:
"A... Ayah?"
