Cahaya bulan perak menyirami tepian sungai, menciptakan pemandangan kabut keperakan yang jernih.
Mendengar usulan Francis, Ramillo tertegun sejenak, lalu sengaja menunjukkan ekspresi serakah: "Harta karun Penguasa Segalanya? Bolehkah aku ikut serta?"
Saat mendengar kabar tentang runtuhnya sang Penguasa Segalanya di Kota Husum, Ramillo hampir terjengkang. Itu adalah Sihir Pengungkung lingkaran sembilan, bukan perintah maut, mana mungkin bisa langsung membunuh Penguasa Segalanya!
Perlu diketahui, dulu ada Pangeran Setan yang terkungkung oleh sihir pengungkung selama seribu tahun penuh tanpa mati. Baru setelah efek sihir pengungkung perlahan menghilang, melalui usaha bertahun-tahun para pengikut Setan dari generasi ke generasi, akhirnya bisa bebas. Karena itulah dia sangat curiga: sang Mage Agung lingkaran sembilah sengaja memanfaatkan situasi kacau untuk menyiapkan formasi sihir, melepaskan Penguasa Segalanya, lalu menyelesaikannya dengan Pembunuhan Sekejap.
Dia berniat menyelidiki hal ini namun terhambat karena tidak tahu lokasi pasti tempat Penguasa Segalanya alam baka tersegel, juga tidak mengetahui wilayah ilahi-Nya. Ditambah dengan penemuan Anthusius yang memberikan petunjuk investigasi peristiwa keilahian Dewi Bulan, akhirnya memutuskan untuk menunda sementara.
Oleh karena itu, setelah mengetahui dari Francis bahwa Leviathan telah menemukan wilayah ilahi Penguasa Segalanya alam baka, dia sangat ingin melakukan penginderaan untuk melihat apakah sang Penguasa pernah menemukan atau mengalami sesuatu sehingga menjadi target Mage Agung lingkaran sembilan.
Justru karena keruntuhan Penguasa Segalanya alam baka, kecurigaan terakhir Ramillo terhadap "Leviathan" pun lenyap - saat itu dia melihat Leviathan melompat ke air, sementara salah satu lokasi mantra Sihir Pengungkung kemungkinan berada di sungai.
Dari jarak antara dua lokasi perjanjian, posisi mereka relatif terhadap Kota Husum, serta ketatnya beberapa titik waktu, jelas terlihat bahwa Leviathan tidak punya cukup waktu untuk bolak-balik. Apalagi menyembunyikannya dari Francis, meski dia adalah Mage Agung lingkaran sembilan sekalipun—kecuali jika itu petarung legenda!
Tapi kalau begitu, seharusnya mereka bisa dengan mudah menguasai Semenanjung Eldor. Tak perlu bersembunyi dan berkelit-kelit.
"Harta seorang Dewa palsu pasti melimpah. Aku tak keberatan membagi sebagian untuk mempererat persahabatan denganmu, Anthusius." Francis tersenyum. Tujuan utamanya juga menyelidiki kasus pengungkungan Penguasa Segalanya. "Lagipula, semakin banyak orang semakin kuat tenaga. Dengan begitu kita bisa merampungkan pencarian secepatnya tanpa menggugah Tuhan Perang."
Saat mengucapkan ini, senyumnya masih mengembang. Matanya mengawasi Lucien dengan santai: "Leviathan, kau tidak mau ikut? Padahal sebelumnya kau sangat antusias."
“Jika hanya saya sendiri, pasti tidak berani pergi. Siapa yang tahu monster apa yang ada di wilayah suci Penguasa Segalanya. Tapi dengan kehadiran Francis dan Anthusius, tentu saya tidak mau melewatkan 'harta' yang menggemaskan itu.” Kata Lucien dengan nada "bergairah", sambil menyembunyikan niatnya untuk menyelidiki sensasi tatapan misterius di wilayah suci dan relokasi mendalam wilayah suci Penguasa Segalanya ke dasar Sungai Solerna. Kehadiran Francis dan Anthusius menjadi tameng sempurna. Bahkan jika tidak menemukan petunjuk, dia masih bisa mencari material untuk memperbaiki barang sihir dari gudang harta Penguasa Segalanya.
Ramillo tiba-tiba mengerutkan kening: "Kita harus segera bertindak. Setelah kehancuran Penguasa Segalanya, wilayah suci-Nya akan menghilang perlahan. Jika terlambat, kita tidak akan menemukan apa-apa."
Setelah masuk ke wilayah suci Penguasa Segalanya dan berpisah untuk mencari "harta", aku punya kesempatan lebih baik untuk membunuh Leviathan dan menyamar sebagai dirinya. Nantinya, mengalihkan kesalahan pada keanehan wilayah suci ini lebih meyakinkan daripada alasan lain!
"Leviathan, pimpin jalan." Francis berkata tenang. Penguasa Segalanya hanya dikungkung, masih memiliki avatar. Bagaimana mungkin wilayah sucinya menghilang?
Lucien dan Francis sama-sama berpikir demikian, tapi tak menunjukkan ekspresi. Di mata umat beriman Tuhan El yang taat, pastilah Penguasa Segalanya sudah dimusnahkan Tuhan dalam sekejap.
Memakai cincin batu itu, Lucien melompat pertama ke Sungai Solerna. Francis menyusul, sementara Ramillo menggunakan transformasi darah untuk meniru sihir mirip ilahi pernapasan bawah air, mengikuti diam-diam dari belakang.
Setelah berenang ke hulu cukup lama dan melewati blokade yang tidak terlalu ketat di pintu air, Lucien mengajak Francis dan Ramillo mendekati ranah suci Penguasa Segalanya. Perasaan diawasi yang aneh itu kembali muncul sekejap.
"Memang ada di sekitar sini." Francis mengangguk tegas sambil memandangi kawanan ikan setengah membusuk. Dengan indra tajamnya terhadap tenaga maut, ia memimpin Lucien dan Ramillo menyelam lebih dalam ke dasar sungai.
Setelah melewati rumpun tumbuhan air abu-abu keputihan yang aneh, Francis tiba-tiba menabrak batu sungai yang terlihat biasa. Batu raksasa itu berdistorsi dengan cepat, berubah menjadi Pintu Batu hitam pekat yang memancarkan aura kematian menyengat.
Pintu batu itu tampak rusak parah. Warna hitamnya mengelupas sedikit demi sedikit, sementara material di dalamnya perlahan membusuk menjadi lumpur.
“Penguasa Segalanya benar-benar runtuh!” Ekspresi santai Francis tiba-tiba membeku, terucap tanpa sadar, "Bukankah ini Sihir Pengungkung?"
Lucien dan Ramillo memandangnya dengan pandangan aneh: "Sejak kapan kau berhalusinasi bahwa Penguasa Segalanya belum runtuh?"
Ekspresi keduanya tampak seragam, namun Ramillo menyimpan cemoohan, sementara Lucien menggenggam kedua tangan erat hingga tenaganya seakan hendak menembus telapak tangan - sebab tanpa kekuatan sekuat ini, mustahil mengendalikan keterkejutan seperti Francis.
Yang menggunakan Sihir Pengungkung untuk menyegel Penguasa Segalanya adalah Lucien sendiri. Tak ada yang lebih tahu detail situasi daripada dirinya. Namun Penguasa Segalanya benar-benar runtuh! Segala sesuatu menjadi semakin mengerikan!
“Mungkin dipengaruhi oleh aura kematian pekat di sini.” Francis menahan ekspresi terkejutnya, menjawab dengan lancar. Dia tidak pernah menyembunyikan keunikan dan kekuatannya di depan Leviathan, Anthusius, dan yang lain. Juga tidak khawatir akan menimbulkan kecurigaan - kekuatan adalah dasar segalanya. Lagipula dia sudah "menyerap" Bibit Spiritual, membuat El merasa sangat nyaman.
Ramillo tidak banyak bicara. Pandangannya beralih ke Pintu Batu yang gelap, mempelajari cara membukanya. Jika ada kesempatan nanti, dia tidak akan ragu untuk mengalahkannya Francis sekaligus. Itu pasti merupakan pencapaian besar.
"Menurut ajaran Penguasa Segalanya dan mitos yang beredar, di luar kuil-Nya terdapat tujuh gerbang batu. Setiap gerbang harus dibuka dengan menukarkan satu barang persembahan pemakaman. Jika tidak, kita akan terjebak selamanya di antara dua gerbang, menderita kesakitan yang berkepanjangan hingga jiwa benar-benar sirna dan menyatu dengan alam," Francis berkata singkat. "Sekarang karena wilayah ilahi telah runtuh dan penjaga dunia bawah tertidur panjang, gerbang ini pun mulai membusuk. Kita hanya perlu menggunakan barang sembarangan untuk membukanya."
Setelah berkata demikian, dia mengambil sebuah batu kerikil dan meletakkannya dengan lembut di lubang kunci besar pada gerbang batu.
Seperti yang diperkirakan, cahaya berkilauan muncul di gerbang hitam itu lalu terbuka tanpa suara ke dalam. Dari dalam terdengar jeritan kesakitan yang memilukan, disertai hembusan angin dingin menusuk tulang.
Francis tidak menunda. Ia langsung melangkah masuk. Lucien mengikuti dengan siaga di belakangnya. Namun kedua pria itu harus menunggu satu menit dalam kegelapan pekat yang tak tembus pandang sebelum akhirnya Ramillo masuk.
“Aku memasang beberapa sihir mirip ilahi di luar untuk mencegah serangan tenaga maut.” Ramillo buru-buru "menjelaskan".
Dia tetap waspada terhadap wilayah suci Penguasa Segalanya, siapa tahu sang Mage Agung lingkaran sembilan itu sudah pergi.
Francis tidak berkata apa-apa, hanya mengeluarkan suara "Hmm" pelan. Di jalan berfosfor hijau pekat satu-satunya yang terlihat dalam kegelapan, tiba-tiba muncul wajah-wajah pucat berdistorsi mengambang - pria-wanita, tua-muda - menghujam ke trio dengan emosi penuh derita dan kebencian.
Kabut hitam pekat menetes dari tubuh Francis, menyelimuti sekeliling. Begitu "Arwah Jahat" ini masuk, mereka lenyap tanpa suara.
"Wilayah Underworld yang runtuh membuat arwah-arwah jadi tak terkendali." Francis mengingatkan, lalu mengeluarkan koin perak untuk membuka pintu batu berikutnya.
Selanjutnya, ketiganya menghadapi mayat hidup seperti hantu jahat, hantu, mumi tingkat rendah, dan lain-lain. Namun dengan Francis yang telah menunjukkan kekuatan sebagai Ksatria Langit, perjalanan mereka sangat lancar. Sesekali ada yang lolos, langsung ditangani oleh "Ksatria Besar level empat" Leviathan dan "imam level empat" Anthusius.
Pintu Batu keenam terbuka. Di baliknya tidak lagi gelap gulita, melainkan samar-samar seperti kabut pagi hari.
Dalam kabut, banyak siluet manusia terjatuh sambil merintih, aura mereka lemah seolah akan mati kelaparan; podium-podium bertingkat berdiri megah, orang-orang yang menangis ketakutan didorong ke altar oleh kerumunan yang tumpul; monster-monster liar berkeliaran, manusia menjerit saling menggigit dan melahap; imam dan Tuhan bertikai, orang biasa mati karena terkena imbas tak jelas; Tuhan murka mengirim banjir bandang menghancurkan "kota"; perang berkecamuk, mayat berserakan; para budak menderita siksaan, terus dicambuk, bahkan dipaksa bertarung dengan binatang buas demi menghibur bangsawan...
Kabut ini bagaikan neraka sesungguhnya, memvisualisasikan penderitaan manusia biasa di alam semesta ini.
"Ayo, bacakan doa-doa, pertahankan kesalehan jiwa, maka kita tak akan terpengaruh." Ramillo yang telah memperoleh sebagian kenangan Anthusius tampak cukup memahami situasi.
Berjalan masuk ke dalam kabut, Lucien mendengar jeritan-jeritan menyedihkan memenuhi telinga. Di sekeliling kakinya, lengan-lengan pucat kurus menjulang seperti hutan, mencoba meraih apapun yang bisa digenggam untuk melepaskan diri dari penderitaan. Namun jiwa yang penuh belas kasih tetap tenang, membuat lengan-lengan itu seperti bayangan samar yang menembus raganya.
Keluar dari kabut, di depan mereka muncul dua pintu batu yang hampir runtuh.
"Dua jalan?" Francis menatap Ramillo dengan bingung.
Ramillo menggelengkan kepala: "Aku juga tidak tahu mengapa pintu terakhir punya dua pilihan. Lebih baik kita berpisah. Francis, kau yang terkuat, ambil satu jalan sendiri. Aku dan Leviathan akan lewat sisi lain. Jika tidak, mungkin kita kehabisan waktu."
Dia merasa seperti serigala licik yang sedang tenang-tenang mencari kesempatan untuk memangsa domba.
"En, kecepatan disintegrasi Domain Kematian mulai meningkat. Jika tidak berpisah, kita mungkin tidak bisa menyisir setiap sudut." Francis menyetujui usulan Ramillo, membuka pintu batu di sebelah kanan, dan memasuki kuil Penguasa Segalanya.
Ramillo kemudian tersenyum memandang Lucien: "Leviathan, mari kita masuk juga."
"Baik." Lucien membalas dengan "senyuman" yang sama.
Di balik pintu batu kiri terbentang koridor dengan tiang-tiang batu yang berkelok-kelok, sepi dan sunyi - tempat yang sempurna untuk pembunuhan.
"Begitu belok di sudut dan menjauh dari Francis, langsung serang!" batin Ramillo sambil mengamati "Leviathan" yang tampak lengah total.
Setelah berjalan beberapa menit, koridor membelok ke kanan. Ruangan-ruangan muncul di kedua sisi, namun kosong melompong tanpa tanda kehidupan atau arwah kematian.
"Tempat yang benar-benar sempurna!"
Tatapan Ramillo menyapu bayangan punggung tegap "Leviathan", senyum kejam mengembang di wajahnya.
