Udara malam di pegunungan terasa dingin menusuk. Panas musim hujan seolah tersisa sementara, hembusan angin berputar-putar masuk ke dalam gua, menerpa wajah Lucien dan Natasha dengan kesegaran yang telah lama dinanti.
Natasha menyaksikan dengan penuh rasa ingin tahu saat Lucien membentangkan perkamen khusus, mengaktifkan Formasi Sihir, menyalakan lampu kristal, lalu menggenggam bulu angsa.
Bukan berarti ia tak pernah melihat Ahli Sihir Oskur menulis makalah, tapi tak pernah terdengar ada ahli sihir yang menulis makalah dalam kondisi berbahaya seperti ini untuk meningkatkan tingkat materialisasi dunia kognitif. Lucien selalu berhasil menantang common sense.
Menahan napas, Natasha melihat Lucien menyelesaikan judul makalah dan mulai menulis isi:
“Makalah penelitian ini didasarkan pada prinsip relativitas dan prinsip ketidakubahan kecepatan cahaya. Untuk ini, saya menetapkan peraturan berikut:”
Auuu!
Tiba-tiba, lolongan binatang bergema silih berganti, menusuk jiwa, menciptakan getaran yang berasal dari lubuk hati.
Natasha terkejut sejenak, lalu mencemooh dirinya sendiri: "Malam turun ke dunia, ini waktunya binatang buas dan monster berkeliaran."
Ia telah lama mendengarkan siaran privat "Suara Misteri" dari Lucien, mengakumulasi banyak kosakata dan struktur kalimat baru.
Setelah becandaan diri, dengan sikap penasaran yang ingin bereksperimen, ia mulai menyaksikan Lucien menurunkan rumus, mencoba melihat seberapa banyak yang bisa dipahaminya.
Setelah kesulitan singkat di awal, Lucien mulai menulis dengan cepat seperti angin. Deretan rumus mengalir dari penanya, membuat mata perak-ungu Natasha yang indah berputar-putar. Ia segera menggelengkan kepala, lalu mengalihkan pandangan ke wajah Lucien yang serius dan fokus. Profil wajahnya yang tegas memancarkan daya tarik tak terucapkan di bawah cahaya lampu.
Natasha menyangga tangan kanan dengan tangan kirinya, jemari kanannya tak sadar mengusap-usap dagu. Matanya menyipit penuh konsentrasi, sesekali menggeleng sambil berbisik: "Sayangnya... sungguh disayangkan..."
※※※
Di gurun timur yang gersang, sebuah oase hijau nan ramai menjadi rumah bagi bangunan megah yang mengambang bak istana surgawi.
Bangunan itu didominasi oleh gereja besar dengan lambang salib. Di belakang gereja, tersembunyi sebuah ruang baca sederhana.
Di dalam ruang baca, Paus Benediktus II yang berpenampilan seperti orang tua biasa, mengenakan topi lembut, mengawasi laporan intelijen dari berbagai daerah sambil sesekali menyeruput teh merah dari cangkir keramik berlapis putih.
Tiba-tiba, tangan kanan Benediktus II gemetar ringan. Cangkir keramik putih itu jatuh ke tanah, namun tepat sebelum pecah, seolah ditopang angin, melayang kembali ke genggamannya.
Alis putih Benediktus II berkerut halus. Ia menaruh cangkir, lalu berjalan ke jendela. Tatapannya tertambak pada langit malam yang tenang berkelap-kelip bintang, namun gejolak di hatinya tak kunjung mereda.
"Peristiwa besar apa lagi yang terjadi di dunia?" Pria sekuat tingkatan mirip dewa ini mustahil menjatuhkan cangkir tanpa alasan yang berarti.
Setelah hati tenang kembali, Sang Paus mengeluarkan tongkat kerajaan. Dengan suara rendah ia mulai berdoa, memohon "petunjuk Tuhan".
"Tak ada jawaban? Jangan-jangan Aetna sedang berebut kekuasaan dengan-Nya?" gumam Benediktus II penuh kebingungan.
※※※
Di sebelah timur lautan yang bergelombang dan berombak, beberapa menara sihir runcing berdiri di tepi pantai.
Di salah satu menara sihir tersebut, Douglas berdiskusi dengan Storm Master yang untuk sementara kembali tanpa hasil dan Heatherway mengenai urusan terkini, sementara Oliver dan Sang Penguasa Arwah telah menyusup lebih jauh ke rawa-rawa timur untuk memburu seorang Dewa palsu level legenda. Dewa palsu ini sendiri adalah seekor Naga Hitam yang hampir mencapai level legenda, kemudian entah mengapa mulai disembah oleh manusia dan ras naga palsu lainnya, secara bertahap terkontaminasi oleh kekuatan iman, hingga akhirnya berhasil naik level menjadi legenda dan menyebut dirinya "Dewa Naga Kegelapan", satu-satunya petarung legenda yang ada di dunia saat ini.
"Penyihir Es Tanah" Helen telah bertukar posisi dengan Heatherway dan kembali ke Alin untuk menjaga Kantor Pusat Dewan Sihir.
"Fernando, jangan khawatir. Tidak ada kabar berarti kabar baik," kata Douglas untuk menghibur Storm Master.
Storm Master batuk kesal, bersikap keras kepala: "Mengapa aku harus khawatir? Lucien si bocah ini punya banyak rahasia, entah berapa eksperimen dan hasil penelitian yang disembunyikannya. Yang penting dia tidak mencelakai orang lain saja sudah bagus."
Heatherway menyatakan dengan singkat: "Jika tidak ada konspirasi di balik ini, Lucien pada dasarnya tidak akan menghadapi bahaya."
Dia memberikan apresiasi penuh pada kekuatan dan kemampuan adaptasi Lucien.
"Jika ada konspirasi..." Fernando menatap dengan mata merah menyala, menggigit gigi sambil berkata. Angin kencang berdesir di sekitarnya disertai suara menggelegar seperti halilintar, memancarkan aura yang mengerikan.
Kejadian ini terjadi dengan cukup kebetulan. Di mata Arkanis Agung yang cerdas seperti mereka, tentu terlihat beberapa petunjuk dan telah membentuk dugaan awal.
Sembari berbicara, Douglas tiba-tiba merasakan sesuatu. Matanya beralih ke jendela, memandang matahari merah perlahan terbit di tepi laut, cahaya senja mengubah air laut menjadi merah menyala.
Pemandangan yang seharusnya indah dan memesona ini tiba-tiba membuat Douglas merasakan lautan menjadi aneh dan mengerikan. Rona merah tua yang membentang luas itu bagai terkumpul dari darah tak terhitung, menimbulkan deg-degan dan ketakutan.
"Ada sesuatu yang terjadi?"
"Baik, tapi juga tidak baik..."
Dengan bidang keahlian utama di astrologi dan gaya, kemampuan Douglas dalam ramalan dan perbintangan hampir setara dengan "Peramal".
Fernando dan Heatherway ikut menatap ke luar jendela. Meski tak mendapat firasat, hati mereka sama-sama dihimpit perasaan kontradiktif antara tekanan dan kenyamanan.
※※※
Natasha memandang tenang saat Lucien menulis makalah penelitian. Alih-alih gelisah, ia justru terlihat menikmati momen ini. Tiba-tiba matanya berkerenyut penuh kebingungan, hati kecilnya berbisik: "Mengapa ada ilusi perubahan ruang-waktu?"
Makalah di bawah pena Lucien kian bertambah halamannya. Ia merangkum dan mengakui hasil penelitian selama tiga tahun terakhir, melangkahkan langkah vital dalam mekanisme umpan balik diri.
Dunia kognitif mulai muncul seperti nyata sekaligus ilusi, bintang-bintang yang berputar cepat, sinar-sinar aneh bertubi-tubi, serta elemen-elemen yang terbelah memancarkan radiasi dan aliran partikel—semuanya mengalami perubahan misterius. Seolah-olah sungai waktu yang mengalir tenang dan tak tergoyahkan tiba-tiba kehilangan independensi dan absolutitasnya, terbelit erat dengan zat, energi, dan ruang tanpa bisa dipisahkan.
Gemuruh tanpa suara menggema di dalam dunia kognitif Lucien. Getaran misterius memicu badai mengerikan yang membuat struktur ruang dan perubahan waktu dalam dunia kognitifnya sepenuhnya menyimpang dari deskripsi waktu mutlak dan ruang mutlak dalam sistem ganda Douglas-Brook. Semakin mendekati kenyataan, bagaikan alam semesta yang utuh.
Dunia kognitif semi-substansial yang telah memiliki "ruang" dan "waktu" mengalami transformasi cepat. Ilusi pun berevolusi menjadi realitas. Saat penurunan rumus tema teori relativitas hampir tuntas, dunia kognitif Lucien akhirnya terwujud sepenuhnya secara substansial!
Lucien tak berhenti. Ia melanjutkan penurunan rumus massa-energi dari bagian sebelumnya.
Tak lama kemudian, proses penurunan rumus selesai. Lucien menarik napas dalam dan menurunkan bulu angsa, menuliskan rumus terakhir:
“E=mc^2。”
Boom! Begitu rumus penuh keindahan klasik dan kesederhanaan ini muncul di kertas makalah penelitian, titik-titik elemen cahaya dalam dunia kognitif Lucien langsung terbelah dan menyatu, melepaskan energi yang mengerikan dan pesat hingga memampatkan semua proyeksi lain ke tepian.
Boom! Begitu Natasha melihat rumus sederhana yang seolah menyimpan misteri tak terbatas ini, warnanya tiba-tiba berubah menjadi nuansa membinasakan dengan dinamika dahsyat. Namun ketika ia mencermati lagi, kesan itu menghilang.
Boom! Awan jamur membubung dari transformasi elemen, di dalamnya seperti tersembunyi model tidak lengkap yang sangat rumit.
Boom, Natasha tiba-tiba merasakan indra, menoleh ke kegelapan di luar gua. Di langit, sebuah matahari ilusi yang membara muncul tiba-tiba. Binatang buas dan monster yang sebelumnya meraung-raung menjadi sunyi senyap, mati bagai kuburan.
Boom, Paus juga melihat matahari putih menyilaukan di tengah langit. Tekanan mengerikan dan kilatan cahaya menutupi bintang-bintang terang sama sekali.
Boom, Douglas, Fernando, dan Heatherway membeku memandang ke tepi pantai. Di sebelah kiri mentari jingga fajar, sebuah matahari baru mulai terbit!
Boom, El tak kuasa mengangkat tangan kanan menutupi mata, seolah sedikit takut pada matahari di tengah kegelapan.
Setelah satu detik, Natasha berkedip. Kegelapan malam tetap sama, mana ada matahari membara itu?
Wu wu wu, di tengah hutan, monster dan binatang buas yang baru saja melolong kembali mengeluarkan suara, namun penuh kegelisahan, bagai ratapan sedih.
Paus Benediktus II menutup mata sesaat, saat membukanya kembali dunia masih beroperasi normal, bintang-bintang di kegelapan bersinar jernih gemerlap, seolah yang terjadi tadi hanyalah halusinasinya.
Memandang ke ufuk langit, Paus Benediktus II lama terdiam, bahkan dengan wawasannya pun tak memahami apa yang sebenarnya terjadi, seolah ada batu berat mengganjal di hatinya.
Di dalam menara sihir tepi pantai, Douglas dengan setengah tekanan dan penasaran berkata: "Mungkinkah ada yang berhasil memecahkan Misteri matahari? Tapi mengapa kita juga bisa melihatnya? Jangan-jangan dunia kognitif semi-stabilisasi mulai memengaruhi dunia realitas? Tapi tidak mungkin cakupannya sebesar itu..."
Dunia kognitif semi-stabilisasi yang mulai memengaruhi dunia realitas merupakan salah satu tanda pengenal kenaikan level legenda.
Heatherway menggelengkan kepala: "Mungkin bukan legenda, pertimbangkan keunikan dunia ini, benda asing yang meredam energi spiritual."
Douglas mengangguk setuju, mengawasi Storm Master yang termenung: "Fernando, apa yang kau pikirkan?"
Storm Master mengusap pelipisnya: "Aku curiga ini ulasan Lucien itu, rupanya sudah masuk irama membinasakan dunia? Aku harus segera menemukannya."
Sering mendengar "Suara Misteri" dan "kebenaran dunia", Storm Master juga telah menguasai banyak kosakata populer.
"Mungkin saja." Heatherway diam sejenak sebelum berkata, "Sayang tidak bisa menentukan lokasinya."
"Setidaknya kita tahu dia masih hidup dengan baik." Douglas menghibur.
※※※
Dengan tatapan terkejut, Natasha melihat Lucien meletakkan bulu angsa, bertanya penuh perhatian: "Dunia kognitif sudah terwujud secara substansial?"
"Ya, seharusnya Cincin Kanggus sudah bisa digunakan." Lucien masih menyelami transformasi dunia kognitifnya.
Natasha menghela napas lega, memindahkan pandangannya ke makalah penelitian, bertanya penasaran: "Rumus-rumus ini secara konkrit membahas apa?"
"Membahas bahwa seiring kecepatan meningkat, mendekati kecepatan cahaya, waktu akan melambat, ruang akan menyusut, massa akan bertambah, terwujud dalam jam yang bergerak cepat lebih lambat dari normal, penggaris lebih pendek dari normal..." Lucien berusaha menjelaskan dengan kalimat sesederhana mungkin, "Dan massa serta energi dapat saling dikonversi."
Natasha yang memiliki common sense dasar tertegun dan bingung bertanya: "Waktu, ruang, dan massa berubah seiring kecepatan? Bukankah mereka absolut dan independen? Waktu seharusnya tidak eksis, hanya sekadar skala?"
Dia menjelaskan berdasarkan pemahamannya, melihat Lucien hendak berkomentar, cepat-cepat menekankan tangan kanannya: "Sederhanakan, sesederhana mungkin."
Lucien berpikir sejenak, lalu berkata dengan khidmat: "Singkatnya, massa adalah energi, energi adalah massa! Waktu adalah ruang, ruang adalah waktu!"
Raungan binatang buas dan monster di luar semakin terdengar seperti ratapan.
