Oktav terbang ke belakang seperti layang-layang putus, jubah kardinal merahnya compang-camping, darah menyembur seperti kabut dari mulutnya, kedua matanya terpejam kehilangan kesadaran.
Tiba-tiba, ekspresi wajahnya berdistorsi, semburan cahaya suci bertubi-tubi memancar dari tubuhnya, menenun empat pasang sayap putih bersih di punggungnya.
Mata yang perlahan terbuka memperlihatkan biru muda yang berubah menjadi dingin dan tak berwarna, memandang Lucien dengan wibawa layaknya penguasa yang acuh tak acuh.
"Turunnya malaikat ke dunia?"
Suara terkejut Lucien sampai di telinga Oktav. Dengan sedikit kesombongan ia berkata: "Kami adalah orang benar yang diberkati Tuhan, murid sejati yang menjalankan Kehendak-Nya. Sudah sewajarnya tenaga malaikat turun menyelamatkan! Morning Star yang merosot sepertimu akhirnya akan dibersihkan secara total!"
Ucapannya cepat dan gugup, menggunakan bahasa surgawi yang tercatat dalam 《Kitab Suci》.
Meski berkata demikian, Oktav yang berada dalam kondisi kesurupan malaikat merasa pikirannya sangat tajam dan sadar secara abnormal. Dia menyadari kekuatan ini tidak akan bertahan lama, dan pertempuran lanjutan antara kedua belah pihak akan menimbulkan kegaduhan besar yang mudah menarik perhatian Gereja Cahaya, Menara Sihir Kerajaan Holm, serta Istana Neckther. Maka dengan mengepakkan sayap di punggungnya, ribuan titik-titik cahaya eteris nan mistis mengambang keluar, berkumpul membentuk aura megah nan khidmat yang bergulung-gulung menerjang Lucien.
Melihat Ksatria Langit yang diubah wujud Lucien bertahan dengan susah payah, bahkan dengan kekuatan aneh di tangan kirinya pun tak bisa memecahkan "Cahaya Suci" dalam waktu singkat, Oktav mendengus merendahkan. Tanpa berlama-lama, ia menyambar ke sisi Lunde dengan teleportasi, menyelamatkannya yang terkena embusan Naga Kristal hingga lumpuh mental. Dengan empat pasang sayapnya, ia menahan serangan cakar naga, melepaskan ikatan, dan kabur dari "Gereja Penebusan".
Sayapnya menguncup, kilatan cahaya memudar. Oktav mengaktifkan sihir ilahi, menyatu dengan kegelapan sambil membawa Lunde pergi diam-diam.
Ia sangat paham: Lucien dan "familiar sihir"-nya mustahil mengejar. Jika ketahuan, pasti akan jadi target utama Salder, Shi Tong, para kardinal level 8-9, dan Night Watchers elit untuk dibasmi. Pasti mereka malah memanfaatkan kesempatan ini untuk melarikan diri.
Dalam perubahan lokasi yang terus-menerus, Oktav menggunakan berbagai sihir ilahi untuk menghapus jejak. Setelah Lunde pulih, dia meminta kemampuan khusus penghilang darah Lunde untuk menutupi jejak sepenuhnya, baru kemudian benar-benar menuju ke tujuan.
Pertempuran sebelumnya dihentikan tepat waktu tanpa mengganggu orang-orang penting di kota. Malam ini pun terasa sunyi dan damai, membawa ketenangan dalam hati.
"Tak kusangka akan bertemu Lucien Evans..." geram Lunde dengan kebencian yang mendalam. Dia menyesali kekuatannya yang tak cukup untuk membunuh Setan licin dan jahat ini di tempat.
Oktav mendengus: "Dia hanya berhasil karena menyergap. Seandainya kitalah yang menemui Richard duluan, mungkin merekalah yang takkan bisa kabur. Tapi perhatikan tangan kirinya - sangat aneh, mirip kemampuan penghilang darahmu tapi esensinya lebih unggul, seolah memiliki peringkat yang bisa meredam sihir ilahiku."
"Peringkat menekan? Mungkinkah tekanan malaikat tingkat tinggi terhadap sihir ilahi? Apakah Lucien dulunya benar-benar Pemimpin Malaikat, Bintang Pagi yang Merosot, Sayap Kiri Tuhan sebelum bereinkarnasi?" Lunde berkata dengan bingung. Meski dia dan para Night Watchers sering menyebut Lucien sebagai malaikat jatuh atau bintang pagi yang merosot, sebenarnya mereka tak pernah menganggapnya serius, selalu mengira itu hanya penjelasan Paus untuk meredam pengaruhnya.
Oktav yang baru saja menderita akibat tangan kiri itu, masih trauma dan tidak membantah Lunde. Dia terdiam, mulai curiga mungkin memang demikian halnya.
Dalam keheningan yang pekat, mereka berjalan beberapa saat. Barulah Oktav berbisik pelan: "Nanti kita minta petunjuk Sang Nabi Agung. Beliau adalah perwujudan Raja Malaikat yang turun ke dunia membawa Kehendak Tuhan untuk membasmi Paus yang merosot. Pasti beliau tahu rahasia Lucien. Dengan begitu kita bisa lebih siap menghadapinya."
Lunde mengangguk perlahan: "Nanti kita juga harus meminta maaf kepada Sang Nabi Agung. Kami tidak berhasil merekrut Richard, juga gagal membunuhnya untuk memfitnah para penyihir. Oh iya, Uskup, mengapa bicara Anda jadi bertele-tele? Banyak hal yang tidak perlu disebutkan."
Maksudnya, saat Oktav menyebut Sang Nabi Agung tadi, cukup katakan dia adalah "Raja Malaikat" yang turun ke dunia, pasti tahu rahasia Lucien. Tak perlu menyelipkan bagian tentang Paus yang merosot, seolah-olah dirinya tidak tahu. Padahal sebagai anggota inti organisasi rahasia ini, apa yang tidak dia ketahui?
Oktav mengusap wajahnya yang sudah pulih berkat Tuhan Menyembuhkan. Rasa sakit yang menusuk masih jelas terbayang di otaknya, membuat kepalanya pening dan pikirannya lambat. Dengan getir dia berkata: "Tadi luka ada di aksesori kepala. Mungkin fungsi bahasa dan raga sementara agak sulit dikendalikan."
Lunde mengangguk tanda mengerti, tidak berkata apa-apa lagi, bersama Oktav berbelok masuk ke sebuah gereja kecil yang reyot.
Meski luarnya compang-camping, interior gereja kecil itu mengejutkan dengan kesucian dan cahaya terangnya, hampir menyamai Balai Terang Agung di Kota Suci Rennes. Kontras antara luar dan dalamnya begitu mencolok hingga membuat orang tertegun.
Namun Oktav dan Lunde sama sekali tidak melirik sekeliling, berjalan wajar layaknya pulang ke rumah sendiri, melewati ruang doa dengan familiar menuju bilik pengakuan dosa.
"Kalian sudah kembali?" Seorang pria muda berparas tegas dengan aura tajam menyongsong mereka. Usianya sekitar tiga puluhan, tapi sudah mengenakan jubah kardinal yang menjadi ciri khasnya.
Oktav mengangguk halus: "Arthur, operasinya gagal."
Dia mengenal pria ini sebagai kardinal paling dipercaya Sang Nabi Agung, sekaligus Pastor paling berbakat di Keuskupan Holm selama lima puluh tahun terakhir. Sebelum usia 35 tahun sudah menjadi kardinal, kini mencapai level sembilan, dan termasuk kandidat terkuat menjadi Pastor Suci. Sayangnya karena terlalu radikal, selalu dijauhi dari inti kekuasaan Keuskupan Holm.
Arthur dengan nama keluarga umum Kerajaan Holm menyipitkan mata penuh keheranan: "Gagal? Kau membawa tiga gulungan perkamen level sembilan masih tak bisa menaklukkan Richard?"
"Awalnya hampir sukses, tapi kami bertemu Lucien Evans. Rupanya dia datang untuk membujuk Richard," kata Oktav tanpa menyebutkan keanehan tangan kiri Lucien, merasa ini rahasia dirinya dan Lunde yang hanya layak diberitahu Sang Nabi Agung. "Dia menyergap kami tiba-tiba. Dalam keadaan tak siap, kami terjepit. Lagipula familiar sihirnya adalah seekor Naga. Kami terpaksa menggunakan kemampuan turunnya malaikat untuk kabur."
Mata coklat Arthur sejenak memancarkan warna yang aneh. Setelah merenung, dia berkata: "Ini adalah sebuah kesempatan. Untuk sementara jangan sebarkan informasi tentang kontak Lucien Evans dengan Richard. Ini mungkin menguntungkan rencana kita di masa depan. Selain itu, tanpa bukti konkret, dengan prestise Richard di kalangan petugas gereja menengah dan bawah, menyebarkan kabar ini tidak akan memberikan efek yang baik."
Lunde menjawab dengan tenang: "Arthur, aku mengerti maksudmu. Tapi keputusan akhir tentang hal ini hanya bisa dibuat oleh Sang Nabi Agung."
Arthur tidak berkata lebih banyak. Dia meninggalkan tempat itu dan kembali ke Biara Lentat.
Oktav dan Lunde melanjutkan perjalanan menyusuri koridor. Sepanjang jalan mereka bertemu dengan tujuh atau delapan petugas gereja setingkat kardinal. Ini sudah mewakili sebagian besar anggota tingkat tinggi organisasi rahasia mereka, sekaligus perwakilan kelompok paling radikal di Keuskupan Holm yang mencakup sekitar seperempat petugas tinggi Keuskupan Holm.
“Ada apa? Mengapa mereka semua datang?” Oktav menatap Lunde yang merekrutnya masuk.
Lunde menggelengkan kepala, menunjukkan ketidaktahuannya: “Mungkin ada keadaan darurat yang perlu didiskusikan, sementara kita sedang bertugas di luar. Nanti kita akan tahu setelah bertemu Sang Nabi Agung.”
Ketukan di pintu ruang pengakuan dijawab suara ramah nan jernih: “Oktav, Lunde, kalian kembali? Masuklah.”
Mereka mendorong pintu dan memberi hormat kepada Sang Nabi Agung yang baru saja menyelesaikan sesi pengakuan dosa.
Ruang pengakuan yang sempit itu diterangi kandil usang yang nyaris padam. Bayangan-bayangan panjang bergoyang di dinding, menciptakan atmosfer mencekam dimana perasaan tertekan dan mengerikan muncul secara spontan.
Sang Nabi Agung yang mengenakan jubah linen putih polos berdiri di balik bayangan, membuat wajahnya tak bisa dilihat dengan jelas. Hanya sepasang mata yang terasa menyimpan kedalaman alam semesta yang mampu menarik perhatian semua orang, seolah-olah bahkan jiwa pun akan terjerumus ke dalamnya.
Oktav menyadari Sang Nabi Agung memegang sebuah buku di tangannya, namun sebelum sempat melihat judulnya, suara Sang Nabi tanpa sedikitpun kemarahan terdengar: "Tugas gagal?"
"Ya." Baik Oktav maupun Lunde menundukkan kepala dalam-dalam, lalu mulai menjelaskan secara detail kejadian yang telah terjadi sebelumnya.
"Ini bukan kesalahan kalian. Aku yang salah karena tidak meminta wahyu ilahi sebelumnya, sehingga tidak mendapat petunjuk tentang hal ini." Sang Nabi berkata dengan penuh duka, seolah dialah yang gagal. Namun nada suaranya tiba-tiba berubah penuh semangat, "Tapi ini membuktikan bahwa perjalanan kita benar! Jika tidak segera bertindak, para petugas gereja di keuskupan akan digoda dan dijatuhkan satu per satu oleh para Penyihir Gelap yang jahat. Bahkan Paus dan sebagian anggota Dewan Kardinal menjadi kaki tangan kejahatan!"
“Anda adalah Sang Nabi Agung yang memimpin kami melawan kejahatan.” Oktav dan Lunde serentak menggambar lambang salib di dada, "Hanya Kebenaran yang Abadi!"
“Apa pendapat kalian tentang Kardinal Salder? Mungkinkah dia bergabung dengan kita?” Sang Nabi Agung bertanya pada keduanya.
Oktav dan Lunde secara bersamaan mengangkat kepala, memandang Sang Nabi dengan kebingungan, mengapa pertanyaan ini diajukan lagi?
Dalam kebingungan, pandangan tajam Oktav akhirnya berhasil membaca judul buku yang dipegang Sang Nabi:
《Analisis Mimpi》.
"Sang Nabi Agung, mengapa Anda membaca buku aneh seperti ini?" Oktav memandang bingung ke arah sang Nabi. Tiba-tiba wajah sang Nabi mulai berdistorsi, dari dalam tubuhnya memancar cahaya suci yang tak terjelaskan. Sayap demi sayap cahaya putih bersih mulai membentang, menutupi ruang pengakuan dosa dan langit yang tak diketahui kapan muncul. Cahaya itu begitu menyilaukan dan mempesona, membuat orang tak kuasa untuk bersujud menyembah.
"Malaikat Api bersayap enam, tidak mungkin..."
Dengan terkejut Oktaf melihat wajah sang Nabi berubah menjadi luar biasa tampan, persis seperti legenda "Wajah Tuhan". Namun garis wajah itu terasa sangat familiar baginya, seolah baru saja dilihatnya.
Wajah tampan itu menyunggingkan senyum mengerikan. Kilat menyambar di benak Oktav, terucap tanpa sadar:
"Lucien Evans!"
Ruang pengakuan menghilang, gereja kecil menghilang, segala sesuatu di sekitar lenyap sepenuhnya. Oktav membuka matanya dan melihat Richard, Naga Kristal, serta Lucien Evans sedang mengamatinya dengan fokus.
Apa yang terjadi? Apakah tadi itu mimpi?
Dalam kepanikan dan kebingungan Oktav, Lucien tersenyum dan berkata:
"Figur yang kau temui adalah manifestasi jiwamu. Kurasa aku mulai tahu siapa saja anggota organisasimu..."
"Gereja kecil yang tampak kusut di luar namun setara dengan Balai Terang Agung di dalam, ini menunjukkan kau merasa sedang melakukan hal suci namun harus menyembunyikannya dalam kegelapan, bahkan tak segan mengotori tangan dengan darah - di Neraka sambil mendongak ke Surga..."
"Wajah Sang Nabi Agung yang tak jelas menggambarkan bahwa saat bertemu, dia telah mengubah rupa atau hanya menyampaikan suara..."
“Ruang pengakuan dosa yang sempit dan gelap, penuh tekanan dan mengerikan, menunjukkan saat pertama kali bertemu dengannya adalah masa paling suram dan penuh kemarahan dalam hati. Menganggap diri berada di tahap kehidupan paling gelap dan tertekan, dengan lingkungan saat itu mungkin serupa…”
“Terakhir melihat sayap cahaya dari tubuh Sang Nabi, ini membuktikan dia pernah menunjukkan kemampuan yang cukup meyakinkan di hadapanmu, mungkin adalah 'turunnya malaikat ke dunia' yang tersembunyi dalam dirimu…”
Seiring ucapan Lucien yang lugas, wajah Oktav memucat. Di matanya, Lucien Evans yang membelakangi kilatan cahaya dari dalam "Gereja Penebusan" seakan benar-benar menumbuhkan enam pasang sayap cahaya raksasa, membuatnya tak bisa membedakan mimpi atau kenyataan.
