Di balik tirai kelabu, api pucat membara perlahan bagaikan perapian di villa manor saat musim dingin.
Dan wajah di dalam Tungku Jiwa itu secara mengejutkan menunjukkan rupa Lucien Evans dan Xia Feng secara bersamaan, menyatu dengan harmonis! Terkadang seperti bertumpuk, kadang seolah saling bergulat, lalu berubah sesuai arah pandanganku—kadang terpisah, kadang menyatu, bahkan memperlihatkan sosok asing yang tak pernah kulihat di cermin.
Mengapa bisa seperti ini?
Bagaimana mungkin begini?
Setelah pertama kali mengetahui keberadaan Tungku Jiwa, Lucien pernah berandai-andai: mungkin karena dirinya melintas ke dunia ini, proyeksi jiwanya tak akan terpantul di Tungku Jiwa, sehingga memiliki senjata rahasia lebih dibanding orang lain. Tapi nyatanya, rahasia Tungku Jiwa jauh lebih dalam dan mengerikan dari yang dibayangkannya. Bukan hanya memproyeksikan jiwa Lucien Evans di sini, tapi juga menampakkan wajah Xia Feng—Xia Feng yang berasal dari Bumi, yang bukan bagian dari alam semesta ini.
“Apakah Tungku Jiwa juga ‘mengurus’ jiwa dari Bumi?”
“Apakah inilah alasan mengapa aku memiliki Bintang Nasib Utama yang sesuai?”
“Setelah rahasia ini terpecahkan, mungkin aku akan mengerti mengapa aku bisa melintas ke dunia ini, dan mengapa kebetulan masuk ke tubuh Lucien Evans...”
Berbagai pemikiran bergemuruh dalam otaknya. Lucien samar-samar menangkap sesuatu, jiwa mungkin bisa dijelaskan dari sudut pandang itu. Tapi dia tak punya waktu untuk mempelajari Tungku Jiwa lebih detail, juga dibutuhkan lebih banyak fenomena dan hasil eksperimen untuk membuktikannya. Sementara itu, Penguasa Neraka sudah di luar, akan segera menyusul. Jadi dia hanya sempat menjulurkan tangan ke belakang, menyentuh lembut Tungku Jiwa.
Sedikit dingin adalah sensasi yang ada di mana-mana di dunia mayat hidup. Saat Lucien menyentuh, selain dingin, tidak ada perasaan lain. Seolah-olah di sana kosong melompong, seolah-olah sebenarnya berada di dunia lain, hanya proyeksi kosong yang berdiri di sini, sesuai sepenuhnya dengan ketaktersentuhan, ketakterjangkauan, dan transendensi yang ditampakkannya.
Dalam sentuhan itu, mata kanan Lucien tiba-tiba memerah menyala, jernih berkilauan, murni bagai mimpi:
"Pandangan Balas Dendam!"
Seberkas cahaya merah menyala dengan kekuatan "Tangan Ketidakpastian" melesat keluar dari mata kanan Lucien, meluncur dengan kecepatan cahaya sejati menuju sang "Penguasa Neraka" Maldimor yang terkurung dalam sangkar "Runtuhnya Gravitasi".
Tidak memanfaatkan kesempatan untuk menghujamkan serangan pada-Nya, mencoba peruntungan, Lucien sama sekali tidak rela!
Setelah mantra diucapkan, Lucien langsung terbang menuju kedalaman aula tempat Tungku Jiwa berada tanpa menoleh. Dalam indra medan energi spiritualnya, muncul dua lorong bawah tanah: satu tanpa warna hitam maupun putih, hanya kabut abu-abu yang memancarkan nuansa misterius dan sinyal bahaya yang membuat deg-degan, sementara lorong lainnya bergelombang aura kosong yang terasa familiar sekaligus memberi kesan aneh. Selain itu, lorong kedua ini memancarkan aura yang jauh lebih mengerikan dan berbahaya, seolah ada monster penghancur dunia yang tertidur panjang di sana.
"Familiar? Tempat entitas mistis dunia mayat hidup tertidur?" Pikiran pertama Lucien tertuju pada sosok malang yang baru saja hendak bangkit, tapi dijebak oleh Penguasa Neraka dan Dewa Bulan Perak hingga kembali terlelap. "Tapi kesan familiar ini tidak sesuai dengan kesan baik yang Dia tinggalkan padaku..."
Tak sempat membedakan perbedaan dua rasa familiar, Lucien secara tidak sadar memilih lorong bawah tanah yang kelabu. Lorong satunya yang memancarkan aura bahaya begitu mengerikan, bahkan bukan sesuatu yang bisa ditanggungnya—tempat yang tak berani dijelajahi sembarangan oleh Penguasa Neraka maupun Dewi Bulan Perak.
Kilatan merah menyala yang murni melesat dengan kecepatan cahaya standar menghantam tubuh "Penguasa Neraka" Maldimor. Dentang! Cahaya itu menembus lapisan suci "Sanctuary"-Nya.
Akhirnya Ia tak bisa lagi mengandalkan kecepatan mengerikan untuk menghindar!
Namun "Pandangan Balas Dendam" tanpa efek "Tangan Ketidakpastian" hanya berhasil menembus satu lapisan pertahanan sebelum pudar, tak meninggalkan luka pada Penguasa Neraka.
Dalam kegelapan kosong berbentuk setengah bola, tangan kanan "Penguasa Neraka" tiba-tiba bergerak. Seketika sangkar "Runtuhnya Gravitasi" berkeping-keping.
Sudut bibir Tuhan kembali terangkat, dengan senyum sinis khas-Nya mengawasi bayangan dari belakang Lucien menghilang di balik Tungku Jiwa, lalu menggelengkan kepala dengan santai. Sama sekali tidak marah atas kaburnya dia, hanya bergumam pelan:
"Aneh, dalam sihir bertipe sinar ini seolah tersembunyi keanehan yang membuat hatiku berdebar tanpa alasan. Hmph, 'Sang Pengelabu Takdir', Lucien Evans selalu bisa menciptakan hal-hal misterius..."
Kemudian, Tuhan menyilangkan kedua tangan seperti lambang salib miring di depan dada. Siluet-Nya seketika menjadi samar, menghilang tanpa jejak.
"Lucien baru saja melangkah masuk ke dalam lorong bawah tanah yang kelabu, teriakan kemarahan dari Bencana Mayat Hidup di luar langsung bergema, seolah dia telah melakukan sesuatu yang memicu kemarahan publik. Namun sebagian besar mayat hidup sama sekali tidak berani mendekati Tungku Jiwa, hanya seorang pelayan kematian berbaju jubah hitam dengan sabit panjang dan seekor liche naga yang terus meneteskan nanah membusuk yang mengikuti dengan amarah, melewati Tungku Jiwa dan masuk ke lorong kelabu."
"Auuuummm!"
Teriakan kemarahan datang dari segala arah. Sejumlah kecil mayat hidup legenda seakan merasakan tindakan menghujat Lucien, mulai mendekat dengan ganas.
"Raja Lich" yang sedang bekerja sama dengan dua "Santo" melawan Storm Master tiba-tiba menyala di bagian batu permata di kepalanya. Dengan gerutuan kesal, dia langsung menghilang dari medan pertempuran dan melakukan teleportasi menuju lokasi Tungku Jiwa.
Sementara "Alexei" dan "Uriel" yang melihat situasi ini, masing-masing menggunakan sihir ilahi dan kabur dengan Tindakan Tegas, tidak memberi kesempatan Fernando untuk melakukan serangan balik. Tanpa bantuan "Raja Lich" yang memiliki banyak sihir aneh, kedua orang ini akan sepenuhnya diredam oleh "Storm Master". Menghitung waktu, "Sihir Berkat Ilahi" Ivan juga hampir memasuki fase penyangga yang panjang - semakin dalam masuk, aliran waktu semakin lambat. Meski Lucien tidak menghabiskan waktu lama untuk kabur ke dekat Tungku Jiwa, di luar telah berlalu waktu yang cukup lama. "Sihir Berkat Ilahi" yang merupakan tenaga supernatural hasil peningkatan paksa tentu tidak bisa bertahan lama.
"Storm Master" Fernando tidak mengejar mereka, melainkan mengeluarkan bola kristal sihir. Dengan kekuatan legenda tingkat puncak, ia meramalkan keberadaan orang lain. Kali ini tujuan eksplorasi, bukan menghancurkan pondasi Gereja Utara. Keamanan Lucien, Klaus, Erika dan lainnya lebih penting.
Bola kristal menjadi gelap gulita, empat titik bintang gemerlap muncul di dalamnya. Sebutir berkilau sebentar sebelum diselimuti kabut keabu-abuan.
"Hanya empat Bintang Nasib Utama... Klaus runtuh?" Fernando tak bisa menahan amarahnya menggeram, suara menggelegar seperti halilintar mengiringi badai yang menyapu istana menjadi reruntuhan, "Lucien sepertinya sudah masuk ke dalam Tungku Jiwa?"
Hanya di sanalah Astrologi-ku akan kehilangan efek sepenuhnya, membuat Bintang Nasib Utama Lucien membeku dalam kabut kelam bagai terperangkap dalam ruang energi yang beku.
Di istana megah lainnya, efek "Sihir Berkat Ilahi" Santo "Ivan" mulai memudar. Ekspresinya berubah seolah menyadari perubahan di sekitar Tungku Jiwa serta mundurnya Alexei dan Uriel. Memanfaatkan kesempatan untuk masih meredam Douglas, pasangan sayap keilahian yang jernih mengepak, berubah menjadi titik-titik cahaya yang menghilang dari tempat semula. Secara bersamaan, informasi dikirim ke "Felix" dan malaikat cahaya di dekatnya.
Di sisi lain, Vinsent dan Erika terkejut menyaksikan musuh mereka kabur. Sepanjang pertempuran, kedua penyihir legenda ini selalu berada di posisi inferior, terutama Erika yang sudah menunjukkan tanda bahaya.
"Berkumpul di Tungku Jiwa." Mereka masing-masing menerima spell messaging elektromagnetik dari Douglas dan Fernando.
Karena beberapa legenda arwah kematian yang memiliki kesadaran sedang menuju ke Tungku Jiwa, mereka tidak menemui hambatan. Beberapa saat kemudian melalui serangkaian teleportasi, mereka tiba di depan Tungku Jiwa. Terlihat Douglas dengan tuksedo hitam formal, Fernando yang emosinya tidak stabil dengan badai menderu, serta alun-alun di depan Tungku Jiwa yang dipenuhi oleh ribuan mayat hidup bagai air pasang. Di antara mereka tersembunyi banyak mayat hidup legenda yang sedang mengeluarkan raungan intimidasi, namun tak berani terlalu mendekati Tungku Jiwa.
"Klaus telah runtuh, tewas di bawah Cahaya Penghakiman. Secara detail tidak diketahui siapa yang melakukannya." Douglas mengutarakan hasil ramalannya yang dikombinasikan dengan situasi TKP, yang ternyata cukup mendekati kebenaran.
“Apa? Klaus runtuh?” Erika membalas dengan nada tidak percaya, disertai perasaan sedih yang dalam seperti kelinci mati di hutan meski hubungannya dengan Klaus tidak terlalu baik. Sebagai rekan sepetualangan, keruntuhannya mungkin mewakili masa depannya sendiri.
Vinsent juga merasakan hal serupa, namun dengan kewaspadaan menangkap detail: "Yang Mulia Ketua Dewan, Ivan dihadang olehmu, Felix sedang bertarung denganku. Untuk memastikan apakah Alexei, Uriel, atau malaikat cahaya hasil transformasi benda Geno—seharusnya mudah diidentifikasi."
“Alexei dan Uriel sedang mengepungku.” Suara Fernando bagai menahan letusan gunung berapi yang siap meledak.
Erika terkejut: “Yang kuhadapi adalah malaikat cahaya!”
Lalu siapa sebenarnya pelakunya? Masih adakah petarung kuat pengguna sihir ilahi legenda di Ordo Ksatria Suci Kematian?
Kabut keraguan yang tebal menyelimuti hati mereka, membuat mereka tak punya waktu untuk mempelajari Tungku Jiwa.
Raung!
Mayat hidup legenda perlahan maju, seolah menahan ketakutan.
Douglas tersentak sadar, tangan kanannya menekan ke bawah: "Jangan ditunda lagi, ingat baik-baik rasakan Tungku Jiwa ini, pelajari setelah kembali."
Fernando menggelengkan kepala, mata merah kristalnya membelalak: "Kalian mundur dulu. Aku yang akan mencari Lucien. Sebagai legenda tingkat puncak, selama tidak nekat masuk lebih dalam, pasti bisa bawa dia kembali dengan aman."
Jika tidak bisa mengalahkan, bukankah lebih baik kabur?
Erika membuka mulutnya, tapi tak bisa mengucapkan apa-apa.
Douglas terdiam sejenak, merapikan dasi hitam formalnya: "Aku akan temani Fernando mencari Lucien. Dengan begini bahaya sebesar apapun bisa dihindari. Kalian manfaatkan kesempatan ini untuk keluar dari Ordo Ksatria Suci Kematian, bawa pulang data eksplorasi awal Tungku Jiwa dan rahasia Gereja Utara."
“Yang Mulia Ketua Dewan……” Erika tidak tahu apakah dirinya ingin mencegah atau ikut serta.
Douglas bersikap tegas dan tanpa ragu: "Jangan bertele-tele lagi, bergerak!"
Sorotan mata Vinsent telah tertuju pada Tungku Jiwa, wajah bertulang menonjolnya memancarkan fanatisme yang tak terbendung, langka menunjukkan ekspresi non-mayat. Erika juga mengalihkan fokus ke poin-poin penting, dengan tekun merekam sensasi Tungku Jiwa dan detail-detailnya, sambil melemparkan berbagai sihir percobaan.
Graaa!
Tak terhitung arwah kematian legenda memimpin Bencana Mayat Hidup semakin mendekat, di dalamnya tersembunyi centaur penembak berkesadaran itu.
Menyaksikan jumlah legenda dan legiun mayat hidup yang mengerikan ini, merasakan tekanan dahsyatnya, Douglas menghela nafas pelan: "Tidurlah dalam keabadian."
Dia melayang ke udara, kedua tangan menekan ke bawah:
"Blaze Abadi!"
Boom, di lokasi centaur penembak jarak jauh yang terkunci muncul matahari terang benderang. Mayat hidup di sekitarnya lenyap tanpa sempat bereaksi, seolah meleleh di udara.
"Blaze Abadi!"
"Blaze Abadi!"
Satu per satu matahari bermunculan. Badai energi yang tak terbayangkan bergemuruh di alun-alun selebar puluhan kilometer. Bahkan Fernando, Vinsent dan Erika di tepi ledakan terpaksa memperkuat pertahanan mereka berlapis-lapis.
Aduh!
Jerit-jerit menyayat hati terputus seketika. Mayat hidup di bawah legenda tingkat tiga sama sekali tak mampu menahan "Blaze Abadi". Kesadaran mereka membuatnya tak sempat kabur, secara instingtif mengeroyok musuh.
Seluruh Ordo Ksatria Suci Kematian kehilangan warna hitam-putih-abu yang membeku. Hanya kilatan cahaya menyilaukan yang menerangi segalanya.
Setelah semuanya tenang, alun-alun telah berubah menjadi lubang dalam. Tak satu pun mayat hidup yang sebelumnya tak terhitung jumlahnya tersisa, semua teriakan telah menghilang.
"Alam semesta menjadi sunyi..."
Erika menghela napas, bersama Vinsent memanfaatkan kesempatan untuk melakukan teleportasi keluar dari Ordo Ksatria Suci Kematian - di dalam sini tidak bisa langsung melompat ke semiplanar pribadi.
Fernando mengamati Tungku Jiwa dengan seksama, lalu melesat melewatinya seperti badai, bersama Douglas memasuki lorong bawah tanah yang kelabu.
"Mereka semua sudah masuk..." "Ivan" dengan hidung besar khas standar Kekaisaran Shaharan muncul di langit, ekspresinya belum pernah terlihat segenting ini.
