Mungkin karena ada penyamaran Maskelyne, selama periode ini tidak ada yang mengganggu Lucien dan Rhine yang sedang memulihkan diri. Mereka berhasil melewati momen tersulit dengan lancar.
“Meski sarung tangan mumi tidak bisa digunakan, tapi Perisai Kebenaran sudah cukup. Dalam situasi tertentu, efek pertahanan Perisai Kebenaran bahkan lebih baik.” Lucien mengeluarkan Perisai Kebenaran dari pondok alkimia dan memasukkannya ke dalam sarung tangan mumi.
Dari segi pertahanan fisik murni, sarung tangan mumi memang lebih kuat. Namun Perisai Kebenaran berbasis pertahanan bidang ruang-waktu, membuatnya lebih sulit ditembus oleh sebagian besar serangan. Selain itu, ia tidak akan mengurangi ketajaman pikiran seperti sarung tangan mumi - hal yang mutlak tidak menyenangkan bagi seorang Ahli Sihir Oskur yang terbiasa bertahan hidup dengan kecerdasan.
Rhine telah kembali ke bentuk manusia, merapikan kerah dan rambut perak panjangnya seolah bersiap menghadiri jamuan makan: "Selain luka akibat monster pertama, tenagaku juga hampir pulih sepenuhnya. Bahkan jika bertemu Ivan, bukan tidak mungkin berhasil melarikan diri."
“Kalau begitu mari kita segera pergi dari sini, yang kembali mungkin adalah 'Mata Tuhan' Alvin.” Lucien memeriksa Jubah Arkanis Agung, Moon Hourglass, dan Cincin Kanggos untuk memastikan kondisinya masih baik.
Rhine mengangguk perlahan: "Meski sekarang aku tidak takut bertarung dengan Alvin, para Malaikat Api pasti sangat memahami Dunia Gerbang. Jika terjebak, kita bisa dikepung enam lawan. Apalagi Gunung Surga ada di dekat sini, biaya untuk memanggil proyeksi mereka akan berkurang banyak - kekuatan masing-masing hampir meningkat setengah tingkat."
"Tak kusangka Gunung Surga ternyata berada di dalam Dunia Gerbang..." Lucien membuka gerbang hitam besar, merasakan perlambatan aliran waktu sebelum melangkah keluar.
Rhine mengikutinya: "Pada esensinya, Gunung Surga adalah harapan indah sebagian besar manusia tentang kondisi setelah maut - semacam kebiasaan kematian. Heh, dari kematian dan kegelapan terdalam justru tercipta kehidupan dan cahaya tersuci yang paling pesat..."
“Tapi tidak tahu apakah Gunung Surga terbentuk secara alami, atau terkait eksperimen Tanos dan Tuan Maskelyne...” Lucien mengutarakan hipotesisnya. Di dunia kognitifnya, Bintang Nasib Utama mulai berputar. Pusaran hitam yang seolah mampu menelan segalanya cahaya bergerak ke depan, menyerap, membelokkan, atau mengacaukan seluruh orbit.
Rhine sepertinya merasakan sesuatu. Ia mempercepat langkah, berjalan sejajar dengan Lucien sambil menoleh: “Aku merasa orbit takdirmu menjadi samar dan kacau...”
“Tuan Maskelyne adalah salah satu Peramal termasyhur di aliran Astral. Kini ditambah dukungan ‘Tuhan Kebenaran’ dan ‘Gunung Surga’, kita harus ekstra hati-hati. Bisa jadi setelah membuka gerbang hitam besar ini, kita akan menemui ‘Mata Tuhan’ Alwin yang sudah menunggu.” Lucien tersenyum tanpa menjelaskan lebih lanjut tentang Sang Pengelabu Takdir.
Melewati aula-aula kelabu demi aula, Lucien dan Rhine perlahan mendekati lokasi yang ditunjukkan oleh “Cermin Takdir”.
……
Berhasil melepaskan diri dari tekanan "Paus Tak Berkepala", Douglas dan Fernando kembali ke pintu masuk sesuai pola perubahan koordinat, meninggalkan banyak tanda rahasia untuk Lucien sepanjang jalan.
Setelah membuka gerbang hitam besar, Douglas tiba-tiba memandang sekitar dengan kebingungan: "Aku merasakan aura familiar yang tersisa."
"Bukan Lucien..." Fernando dengan saksama membedakan, lalu berseru keras, "Ini Raja Malaikat Mekhantron!"
"Bagaimana mungkin dia ada di sini?" Douglas agak sulit mempercayainya, "Jangan-jangan ini monster yang menyamar?"
Dia mengoperasikan "Astrolab Kegelapan", meramal pemilik aura ini dengan menambahkan variabel monster ke dalam perhitungan.
Setelah beberapa saat, Douglas menyeringai kecut: "Delapan puluh persen kemungkinan Raja Malaikat, dua puluh persen monster palsu. Apa bedanya dengan menebak tanpa astrologi? Aku juga bisa menilai begini dalam kondisi normal."
Dia paham bahwa tingkatan kekuatan monster yang terlalu tinggi telah menyebabkan interferensi parah pada ramalan, sementara dirinya tak punya persiapan matang sebelumnya.
Fernando menatap gerbang hitam besar tempat aura menghilang: "Haruskah kita coba melacak?"
Dua kali pertarungan dengan monster memberinya lebih banyak keyakinan untuk kabur dari situasi berbahaya, dan dia tetap tak bisa berhenti khawatir tentang muridnya Lucien.
"Tidakkah kamu khawatir langsung melihat Gunung Surga di sini? Bertemu Tuhan Kebenaran?" Douglas bercanda, "Raja Malaikat sepertinya baru saja melewati aula ini. Kita bisa coba melacak, tapi jangan buang waktu terlalu lama. Jika tidak ada hasil dalam sepuluh menit, kita harus kembali. Mungkin Lucien sedang menunggu kita di pintu masuk."
"Baik." Fernando paham bahwa dirinya hanya menggunakan alasan investigasi Raja Malaikat untuk terus mencari muridnya Lucien.
……
"Laboratorium Tanos sudah tidak jauh lagi. Anehnya sepanjang jalan tak ada satu musuh pun yang kita temui. Ini tidak seperti nasib sial yang selalu menimpa kita sejak masuk." Rhine semakin terampil menghitung koordinat transformasi sambil terkekeh mengolok-olok diri sendiri dan Lucien.
Lucien teringat akan "kisah masa lalu Cao Cao", tersenyum ringan: "Tuan Rhine, jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan. Bisa-bisa setelah membuka gerbang hitam besar ini, kita malah bertemu musuh."
Sudut bibir Rhine berkedut: "Akankah nasib malangku seburuk itu?"
Sambil berkata demikian, ia mendorong gerbang hitam besar itu terbuka.
Tiba-tiba, ekspresinya berubah drastis. Seluruh raganya berurai menjadi gerombolan kelelawar kecil yang betebaran memenuhi langit.
Sabit raksasa hitam panjang mengiris udara dengan aura misterius, menghujam tepat di posisinya sebelumnya. Di tempat itu pula menyala api pucat kehijauan yang membuat ubin kelabu meleleh menjadi cairan transparan nan aneh.
“Benar-benar bertemu musuh…” Lucien tak tahu bagaimana menggambarkan “mulut burung gagak” dirinya dan Rhine. Di aula kelabu, dua mayat hidup legenda mengambang. Satu mengenakan kerudung hitam dan jubah hitam, wajahnya berupa asap hitam yang bergelombang, hanya mata merah menyala seperti api yang terlihat jelas. Satunya lagi adalah naga membusuk sepanjang puluhan meter, menyemburkan api keperakan dari mulutnya. “Pelayan kematian, liche naga…”
Yang pertama adalah arwah kematian legenda tingkat tiga, penuai kehidupan, mengandalkan pertarungan jarak dekat namun dibantu banyak kemampuan mirip mantra. Yang kedua adalah penyihir standar, tapi kemampuan bertarung jarak dekatnya juga tak buruk.
Tanpa ragu-ragu, tangan kanan Lucien segera memegang arloji saku keperakan yang indah. Rantai tipisnya memancarkan kilau logam samar, terhubung ke kancing bajunya.
Kreek! Sebelum pelayan kematian dan liche naga sempat menggunakan mantra, ibu jari Lucien dengan lembut menekan tombol.
Kelabu memancarkan kepucatan, kelelawar yang beterbangan di seluruh aula seolah terikat oleh belenggu tak kasat mata. Sabit raksasa yang kembali diayunkan pelayan kematian bergerak frame demi frame seperti gerak lambat film, sementara liche naga dan api abu-abu keputihan di mulutnya membeku di tempat.
Pemecahan Besar, Pemecahan Besar! Lucien mengabaikan liche naga. Dengan persiapan energi dari diri sendiri dan Moon Hourglass, ia melemparkan sembilan cincin sihir Pemecahan Besar secara instan, dikombinasikan dengan "Tangan Ketidakpastian", lalu mengaktifkan "Labirin Soal Ivens" yang telah ditambahkan efek Delayed Spell dan Tangan Ketidakpastian!
Usai semua itu, Lucien berubah wujud menjadi Ksatria Epik, menyambar Pedang Kebenaran lalu menghujamkannya ke arah pelayan kematian!
Di saat seperti ini, tak boleh berpikir untuk menyimpan senjata rahasia. Cara tercepat untuk mengusir musuh dan menyelesaikan pertempuran adalah prioritas utama!
Pembekuan pucat dengan cepat menghilang, kawanan kelelawar hitam yang pertama pulih, langsung melayang mengerumuni liche naga dan menggerogoti raga serta jiwanya dari segala penjuru.
Rhine sepertinya telah menduga Lucien akan fokus menangani pelayan kematian, dengan keharmonisan tak terucap membantu mencegat liche naga untuknya.
Sabit aneh yang menyapu tubuh Lucien merobek siluet ilusi. Saat efek Penghentian Waktu Tingkat Tinggi hampir berakhir, Lucien telah mengubah posisi sambil memegang Perisai Kebenaran.
Jubah hitam pelayan kematian memancarkan kegelapan pekat yang menetralisir setiap Pemecahan Besar Lucien. Tiba-tiba, kegelapan meletus bagai kembang api berdarah - dari banyak Tangan Ketidakpastian yang dikeluarkan, akhirnya satu berhasil menghancurkan sepenuhnya lapisan pertahanan mantra semu sang pelayan kematian!
Tep tep, suara benda-benda magis pecah bergema dari tubuh pelayan kematian, membuat Lucien nyaris menangis darah. Sedikit penyesalan muncul karena tidak mempelajari "Pemecahan Mewah"—andai saja, jubah hitam lapis terakhir pun tak akan tersisa! Selain sabit legenda, seluruh perlindungannya pasti terkupas habis!
Kilatan keabuan menyambar, retakan mengerikan maya muncul di jubah hitam, merobek pertahanan terakhir seolah tangan tak kasat mata.
Berkat perlambatan sekejap dari jubah, tepat sebelum kilatan Pedang Kebenaran menyentuh tubuhnya, raga pelayan kematian tiba-tiba maya berubah menjadi asap tercerai-berai kabur, lolos dari serangan fatal.
"Aaaa!" Jerit pilu pelayan dewa menggema. Asap pucat kehijauan berkumpul kembali dalam wujud samar, mencengkeram sabit dengan aura misteriusnya semakin pekat.
"Haa," sabit raksasa menghantam Perisai Kebenaran Lucien hanya mengeluarkan suara gedebuk yang redup.
Seolah berada di dunia lain, Lucien tiba-tiba merasakan hembusan angin sepoi-sepoi dingin yang menusuk, menembus Jubah Arkanis Agung, menerobos pertahanan fisik, langsung menyapu jiwa-nya hingga membuatnya menggigil tak tertahan.
"Berdasarkan data Alder, senjata sabit pelayan kematian adalah serangan jiwa murni yang sangat sulit dihalau. Jika bukan karena Perisai Kebenaran, aku pasti akan terluka," batin Lucien.
"Pisau Jiwa" sabit gagal menembus, pelayan kematian berubah menjadi api pucat kehijauan yang mengepung Lucien, membakar gelombang kosong, sambil sesekali menyebar menghindari serangan Pedang Kebenaran.
Waktu penyangga Moon Hourglass habis. Lucien menyimpan Pedang Kebenaran, tangan kanannya kembali menggenggam arloji saku yang berdetak rhythmis.
Saat itu, "Pelayan Kematian" tiba-tiba berubah menjadi asap, menyebar dengan cepat dan menerobos masuk ke area pertarungan Rhine dengan Lich Naga, membawa serta gerbang hitam besar yang tertabrak, lalu kabur terburu-buru.
"Kabur?" Lucien belum sempat menekan tombol "Penghentian Waktu Tingkat Tinggi", sudah mendapati Pelayan Kematian menghilang tanpa jejak. Sebagai petarung kuat legenda tingkat tiga, dia ternyata melarikan diri dengan Tindakan Tegas!
Rhine mendarat di tanah, terkekeh: "'Penghentian Waktu Tingkat Tinggi' ditambah 'Pedang Kebenaran', benar-benar cara curang. Apalagi 'Penghentian Waktu Tingkat Tinggi'-mu berasal dari artefak legenda tingkat dua 'Moon Hourglass' yang daya hancurnya mendekati tingkat tiga. Pengaruhnya sangat besar pada Pelayan Kematian. Kalau tidak kabur, mau menunggu runtuh total?"
Dia mengira alasan Pelayan Kematian dilucuti hingga "telanjang" adalah karena Lucien menggunakan peralatan dengan "Pemecahan Mewah". Kalau tidak, makhluk itu tidak akan begitu takut pada serangan Pedang Kebenaran, dan bisa menggunakan efek pertahanannya sendiri untuk menetralisir.
“Bisa membuat kabur seorang legenda tingkat tiga, aku sudah puas.” Lucien tersenyum menyimpan Pedang Kebenaran. Tidak membuang kemampuan Moon Hourglass adalah yang terbaik, siapa tahu apa bahaya yang tersembunyi di laboratorium ini.
Rhine memandang sekeliling aula kelabu: "Ketika aku menemukan mereka, mereka sepertinya sedang memeriksa sesuatu?"
Dia melemparkan kemampuan mirip mantra untuk memeriksa sekeliling, Lucien juga membatalkan transformasinya, menggunakan sihir sebagai pendukung.
"Aura Salder, jejak fragmen-fragmen mistis..." Rhine tiba-tiba berhenti bicara.
