Kota Suci Ransum.
Seluruh Balai Terang Agung diliputi kesunyian khidmat yang tak terucapkan, suasana hening bagai membeku. Tanpa memandang partisipasi dalam operasi penangkapan planet buatan ini, semua anggota Dewan Kardinal menundukkan kepala mulia mereka, bersiap menyambut amarah Yang Mulia Paus.
Operasi kali ini benar-benar gagal total. Kegagalan telah ditakdirkan sejak awal, membuat pengambilan risiko Yang Mulia Paus menjadi tak bermakna. Pasti ada yang harus menanggung tanggung jawab atas ini!
Dibandingkan dengan Penyihir Legendaris Majelis Sihir, Pastor Suci dan Ksatria Suci Gereja tampak kurang transenden. Status mereka sendiri dan kedaulatan yang dipegang membatasi pertumbuhan kekuatan. Semakin tinggi status dan hak yang dikuasai, semakin dekat dengan Tuhan - peningkatan kekuatan pun semakin cepat. Namun ketergantungan esensial ini membuat hukuman yang diterima bukan sekadar simbol belaka.
Dan, sebelum mereka menguasai misteri iman, para Paus sebelumnya masih memiliki "hukuman ekskomunikasi" sebagai "taktik pemberian Tuhan". Para Pastor Suci yang dikenakan hukuman ini akan terputus hubungannya dengan Gunung Surga, hanya dapat menggunakan "Hati Iman" mereka sendiri dan tidak dapat mengisinya kembali, sehingga dengan cepat akan menjadi legenda yang hanya memiliki tingkatan tanpa kekuatan.
Sedangkan status para Penyihir Legendaris sepenuhnya berasal dari kekuatan mereka sendiri. Bahkan jika kehilangan identitas sebagai anggota Majelis Parlemen Tertinggi, hal itu tidak akan berpengaruh apa pun. Ketergantungan mereka pada Majelis Sihir terletak pada integrasi sumber daya, lingkungan penelitian okultisme dan sihir, sehingga pasti jauh lebih independen. Hukuman yang diterima tidak akan melukai inti kekuatan mereka.
Ini juga salah satu alasan mengapa di dalam parlemen terdapat banyak aliran yang bertentangan, dan konflik internal tidak dapat dihilangkan - keindependenan para Legenda memiliki kelebihan sekaligus kekurangan.
Di antara anggota Dewan Kardinal, yang paling gelisah adalah Filipus. Rencana ini disusun sepenuhnya olehnya. Benediktus III memberinya kebebasan paling besar, bahkan menjadikan diri-Nya sebagai bagian dari rencananya. Namun dia justru membuat segalanya gagal total!
Ledakan keras dari planet buatan yang meledakkan diri bagai tawa ejek penuh kebencian Majelis Sihir, terus bergema dalam benak Filipus, membuatnya tak bisa melupakan kejadian itu.
Meski sebagai Pastor Suci baru yang memiliki potensi menjadi "remaja" calon santo, pendukung setia Paus, ia tetap harus memikirkan cara menanggung amarah Yang Mulia Paus, merancang strategi untuk meminimalisir "kerugian".
Walau Paus Viken telah menyatukan "hati" Gereja dengan metode mengkonversi keadaan tubuh melalui emosi umat beriman dan memanfaatkan kekuatan iman, membuat mereka bisa mencuri kekuatan iman secara mandiri sehingga kekuatan bertambah drastis dan tak lagi takut hukuman ekskomunikasi, ketergantungan pada organisasi Gereja justru semakin menguat!
Dibandingkan dengan para petarung kuat yang harus diam-diam bersusah payah mengumpulkan kekuatan emosi dan menyebarkan iman, mereka yang memiliki organisasi Gereja Kebenaran ini berbahagia berkali-kali lipat. Setiap hari mereka bisa secara terbuka mencuri kekuatan iman dari keuskupan yang mereka kendali sesuai rasio, tanpa perlu melakukan hal-hal lain. Jika mendapat hukuman dan dipindahkan ke keuskupan kecil terpencil, itu akan menjadi kerugian yang sangat besar!
Paus Benediktus III dengan rambut beruban mengenakan Mahkota suci di kepalanya, memegang tongkat kerajaan platinum di tangan, matanya tertuju dengan dingin pada anggota Dewan Kardinal. Selama lima menit penuh tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Kewibawaan mirip dewa-nya tidak menyebar, namun tekanan tak kasat mata membuat seluruh aula membeku, membuat setiap anggota Dewan Kardinal enggan membuka mulut.
Tiba-tiba, dia menghela napas pelan: "Persoalan kali ini tidak ada hubungannya dengan kalian, bukan kesalahanmu. Rencana sebenarnya sudah hampir sempurna, berhasil mengalihkan dan menahan Arkanis Agung. Yang disalahkan hanyalah para Penyihir Gelap yang terlalu licik, sampai-sampai memasang perangkat ledakan diri yang mengerikan di planet buatan itu."
Nada bicaranya yang tenang dan penilaian atas peristiwa itu seketika mencairkan suasana yang membeku. Di dalam hati, Filip menghela napas lega, dipenuhi rasa syukur yang tulus. Yang Mulia Paus benar-benar berwawasan luas, pandangannya jauh ke depan, mengerti kebenaran.
"Yang Mulia Paus, lalu apa yang harus kita lakukan sekarang? Merencanakan lagi aksi serupa?" Filip sengaja mengajukan pertanyaan yang sudah diketahuinya jawabannya, untuk mengalihkan fokus pembahasan dari kegagalan sebelumnya.
Benediktus III seolah tidak menyadari keraguan dalam hatinya, berkata dengan nada sedang: "Sebelum memahami keanehan perangkat ledakan diri itu, semua rencana serupa mustahil berhasil."
“Yang Mulia Paus benar, efek sihir yang dihilangkan justru meledak dengan daya hancur luar biasa. Ini tak boleh diremehkan. Kecuali kita pahami penyebabnya, mungkin akan ada yang runtuh dalam misi berikutnya.” Malaikat Angin Elsa Astira berkata dengan ketakutan pasca-kematian. Seandainya ledakan meledakkan diri saat itu mendekati tingkat "Blaze Abadi", mereka pasti telah binasa. Jika planet buatan yang bukan benda legenda saja bisa menghasilkan ledakan tingkat fisi atom, mustahil "Blaze Abadi" tak memiliki kemungkinan serupa meski kecil.
Melmoth mengangguk: "Kecuali memanggil 'Mata Dewa' Alvin untuk mengendalikan dengan 'Jam Pasir Tuhan' dan sihir ilahi lainnya, aku tak melihat cara selain penangkapan paksa. Tapi penangkapan paksa membutuhkan waktu terlalu lama, berisiko memicu perang total."
"Mata Dewa" Alvin, salah satu dari enam Malaikat Api, merupakan satu-satunya petarung kuat di Gereja Kebenaran yang mampu menggunakan sihir penghenti waktu - selain Paus Viken yang sudah merosot.
Kemampuan mengendalikan "ruang-waktu" yang dimilikinya sepertinya berasal dari pemberian "Tuhan Kebenaran". Oleh karena itu, meskipun ksatria yang mewarisi darahnya dan Elsa yang telah menyatu dengan kekuatan "Malaikat Angin", tak ada yang bisa menciptakan efek Penghentian Waktu sejati. Paling-paling hanya bisa memperlambat atau mempercepat "waktu".
"Kita bisa menggunakan cara yang lebih berbelit dan tersembunyi." Filip menatap Benediktus III, "Yang Mulia Paus, metode menjadi makhluk mirip dewa yang Bapa sebarkan diam-diam pasti sudah mulai menggoyahkan jiwa beberapa penyihir tingkat tinggi? Kita bisa memanfaatkan mereka..."
Kalimatnya terhenti di tengah, namun semua anggota Dewan Kardinal yang hadir memahami maksud tersiratnya - tak berbeda dengan cara sebelumnya dalam menyusup mata-mata untuk mencuri rahasia atau melakukan pembunuhan gelap.
Pada rapat darurat dulu, Benediktus III "memberi tahu" mereka tentang latar belakang Gereja Kebenaran, menggambarkan "Raja Matahari" Tanos sebagai Putra Suci yang turun ke bumi dari Yang Maha Kuasa yaitu Tuhan Kebenaran, Putra Suci yang tiga dalam satu bersama Tuhan Kebenaran dan Paus, yang berusaha menghancurkan Kekaisaran Sihir Jahat dan menebus umat manusia. Proses penelitiannya dalam mengeksplorasi misteri para dewa digambarkan sebagai pengalaman bangkitnya ingatan yang diilhami oleh "Tuhan Kebenaran". Kegagalan eksperimen terakhirnya yang menyatu dengan Gunung Surga dan kehilangan semua kesadaran diri digambarkan sebagai pengorbanan diri untuk menyelamatkan dunia dengan membuka ruang rahasia keabadian dan membangunkan jiwa manusia, lalu kembali kepada "Tuhan Kebenaran".
"Kisah" seperti ini hanya bisa membuat anggota Dewan Kardinal setengah percaya, namun poin penting Viken bukanlah memalsukan cerita, melainkan membuat mereka paham bahwa "Tuhan Kebenaran" memang adalah Tuhan sejati yang menguasai tenaga tertinggi, hanya sedang tertidur panjang - hal ini bisa dibandingkan dengan tenaga dahsyat Gunung Surga yang mereka rasakan. Ditambah Viken secara proaktif membuka rahasia metode mirip dewa dan iman, secara alami mereka menjadi "yakin tanpa keraguan".
Sedangkan masalah Viken diam-diam menyebarkan metode mirip dewa juga tidak disembunyikan dari mereka. Mereka tidak menolak hal ini, lagipula kelompok mereka memiliki wilayah kontrol iman yang luas, tak perlu berebut dengan pihak lain. Cukup mengintip perebutan antar mereka, lalu melalui pertolongan pada kekuatan berbeda membuat persaingan ini semakin sengit dan menguntungkan diri sendiri - Jika mereka bersatu, di pihak kita ada seorang Paus yang bisa melemparkan Sihir Ilahi!
Paus Benediktus III menggelengkan kepala: "Saat aku memberikan metode mirip dewa kepada mereka, tidak ada syarat apapun yang kusampaikan. Mereka juga tidak akan melakukan hal yang bertentangan dengan kepentingan mereka untuk kita. Sebenarnya, aku lebih senang seperti ini. Ketika mereka semakin mendekati kesuksesan, saat itulah bunga harum mekar merekah. Persoalan akan menjadi sangat menarik, dan kita akan mendapat hasil lebih besar. Jadi, aku tidak ingin usaha 'keras' mereka terdeteksi hanya karena urusan planet buatan."
"Apakah kita harus menyerah begitu saja?" Philip terlihat agak kecewa.
Paus Benediktus III tersenyum: "Jika mereka yang aktif membocorkan dan mencari pertukaran, itu cerita lain. Aku tahu 'Burung Pembawa Maut' sangat berharap mendapatkan kekuatan iman tertentu. Penyembunyian dirinya sangat baik, bahkan jika tereskpos pun ada kambing hitam. Selain itu, aku masih perlu menemui seseorang. Mungkin rahasia planet buatan bisa langsung kudapatkan dari dirinya..."
Sampai di sini, beliau menghentikan ucapannya dan menutup rapat Dewan Kardinal.
Meskipun penuh kebingungan dan rasa penasaran tentang siapa sebenarnya "Burung Pembawa Maut" dan orang terakhir yang ingin ditemui Yang Mulia Paus, Melmoth, Maria, Kadi, Astira, dan yang lain terpaksa menekan semua niat mereka serta meninggalkan Balai Terang Agung dalam keheningan.
