Setelah melewati berbagai kesulitan dan rintangan, sedikit sinar matahari akhirnya menembus awan hitam pekat yang dipenuhi retakan ruang dan kabut di langit, menembus kanopi dan dedaunan pohon yang lebat, meninggalkan bintik-bintik cahaya seperti emas di pegunungan gelap yang dingin.
Kreek! Kaki kanan besar yang mengenakan sepatu ksatria menginjak bintik emas, membuat tumpukan dedaunan busuk yang terinjak cekung ke bawah, sekaligus mematahkan ranting kering yang tersembunyi di dalamnya.
Lentat, manusia serigala yang mengikuti dari belakang, berpikir dengan sedikit terkejut: "Mengapa Yang Mulia Pangeran tidak bisa mengendalikan tenaga saat menginjak? Apakah beliau sedang memikirkan masalah penting?"
Yang berjalan di depan adalah Pangeran Manusia Serigala Dubonar. Ia memiliki rambut pendek abu-abu perak, tubuh gagah berotot, dengan raut wajah penuh kesombongan - jelas terlihat sebagai seorang Ksatria Epik yang ahli dalam pertarungan jarak dekat.
Dubonar mengenakan baju zirah hitam yang aneh, tidak kaku seperti baju zirah lengkap namun juga tidak tersusun dari kepingan-kepingan kecil. Seolah-olah ini adalah "zirah kulit" yang dibuat dengan material dan teknik pembuatan baju zirah lengkap. Tangannya memainkan beberapa batu Jin Qing, Hailan, dan Matahari sambil berkata dengan nada penuh makna tersembunyi: "Lentat, apakah kau terkejut?"
"Yang Mulia, bagaimana Anda tahu?" Lentat spontan berteriak dalam keterkejutan. Bagaimana mungkin Yang Mulia bisa menebak isi hatinya tanpa menggunakan tenaga supernatural? Pantas disebut sebagai bijak terhebat dan konspirator terlicik di klan manusia serigala!
Dubonar menyipitkan matanya, memandang pilar cahaya yang menembus dedaunan lebat di depan. Cahaya itu berkilauan dan jernih, seolah-olah bisa melihat debu-debu tak terhitung yang beterbangan di dalamnya.
"Aku tahu kamu pasti heran mengapa aku tidak langsung pergi ke 'Lembah Batu Api' melalui 'Gerbang Antar Dimensi', malah berjalan perlahan di hutan." Dubonar berkata dengan nada khas "orang bijak".
"Lembah Batu Api" adalah lokasi Markas Besar Dewan Kegelapan.
Eh, aku hanya heran mengapa Yang Mulia tidak bisa mengendalikan tenaga pijakan kaki sendiri, dan lain-lain. Aku sama sekali tidak heran mengapa Yang Mulia Pangeran memilih berjalan kaki! Butuh beberapa jam untuk sampai ke "Lembah Batu Api"! Ah, dibandingkan kebijaksanaan Yang Mulia yang luas dan dalam seperti lautan, aku masih terlalu jauh tertinggal. Bahkan ketidakteraturan paling mencolok ini tidak kusadari, sampai harus membuat Yang Mulia berinisiatif memberi petunjuk!
Lentat yang selalu menganggap diri cerdas tertegun sejenak, kemudian memahami "niat tersembunyi" Yang Mulia Pangeran. Setengah malu pada diri sendiri, setengah haru tanpa alasan yang jelas, ia memuji dengan tulus: "Benar, Yang Mulia, aku benar-benar sangat terkejut."
"Ha ha," Dubonar tertawa dalam hati. Pikiranmu terlalu mudah ditebak. Sebagai Pangeran manusia serigala yang paling licik dan bijaksana, cukup dengan penalaran sederhana sudah bisa diketahui: "Rapat kali ini diusulkan bersama oleh Danisos dan Dracula, berharap bisa menyatukan Dewan Sihir menjadi kesatuan yang komando-nya lancar, tidak seperti dulu yang sama sekali tidak bisa mengikat berbagai kekuatan. Perampas Pikiran punya target sendiri, Eye Fiend punya niat sendiri, sedikit saja lengah langsung terjadi konflik internal."
"Secara menyeluruh ini adalah hal baik, tapi belum tentu untuk kita manusia serigala. Karena di klan kita hanya aku dan Sonett yang mencapai level legenda. Dibandingkan tujuh Naga Tai dari klan naga atau empat generasi pertama vampir, kita jauh tertinggal. Lagipula, aku dan Sonett sudah lama terhenti di legenda tingkat tiga, tidak seperti tingkat puncak Danisos dan Dracula. Jika disatukan, bisa-bisa kita jadi budak sialan para vampir!"
Mendengar Yang Mulia Pangeran terus berbicara dengan analisis terstruktur tentang masa depan dan situasi klan manusia serigala, Lentat matanya berbinar-binar. Di dalam hatinya bergelombang antara kecemasan dan kekaguman yang luar biasa. Para bangsawan seperti Pangeran Sonit selalu mencemooh pangeran kami yang dianggap berotak otot, haus darah dan kejam, sama sekali tidak bisa berpikir. Tapi coba dengarkan pidato ini, mungkinkah mereka mengucapkannya?
Klan manusia serigala memiliki beberapa pangeran, tetapi yang mencapai tingkat legenda hanya dua.
Ekspresi Dubonar menjadi khidmat: "Karena itu aku memilih berjalan kaki untuk memberi diri waktu berpikir - memikirkan bagaimana klan kita bisa melepaskan diri dari kesulitan ini dan memperoleh keuntungan cukup dari persoalan ini..."
Melihat bayangan punggung Yang Mulia Pangeran yang gagah, Lentat merasa hidung dan matanya perih. Terlalu mengharukan, bahkan manusia serigala sekuat diripun tak bisa mengendalikan perasaan. Yang Mulia Pangeran benar-benar nurani dan harapan klan kami, juru selamat kita.
"Yang Mulia Pangeran, apakah Anda sudah menemukan solusi?" tanya Lentat dengan sedikit ketergesaan.
"...Ini masalah rumit dan sulit, tidak semudah itu terselesaikan..." Nada Dubonar tiba-tiba berubah berat. Tiba-tiba hidungnya berkedut, "Aku mencium bau orang asing."
Bau orang asing? Orang tak dikenal yang bisa mencapai kedalaman Pegunungan Kegelapan dengan selamat? Lentat merasa bulu serigalanya meremang, namun saat memandang bayangan punggung megah sang Pangeran, hatinya pun kembali tenang.
Dubonar tiba-tiba menoleh, siluetnya menerjang ke depan, angin kencang dahsyat menerbangkan pepohonan raksasa hingga patah, memperlihatkan danau di kejauhan yang memantulkan kilauan cahaya lembut.
Di tepi danau, di area yang diterpa angin kencang, "ruang-waktu" bergoyang seperti air. Sebuah siluet manusia perlahan muncul. Dia mengenakan gaun panjang hitam berkancing ganda dengan topi tinggi senada, tangan kanannya menggenggam arloji saku keperakan dengan desain rumit nan elegan - tak lain adalah Lucien.
Lucien tak menunjukkan keterkejutan atau kepanikan. Ia mengangguk perlahan, membenarkan catatan kitab Dewan Sihir: indra tajam manusia serigala level legenda terhadap perubahan lingkungan memang luar biasa, bahkan melebihi dugaan.
Roar!
Rambut pendek abu-abu perak Dubonar berdiri tegak. Mulutnya menganga memperlihatkan deretan taring runcing. Lapisan keperakan menyelimuti mata keemasan-nya.
Tubuhnya setengah membungkuk, bagaikan busur panah yang dipenuhi tenaga, puluhan hingga ratusan bayangan hitam melilit di sekelilingnya.
Tiba-tiba matanya memancarkan cahaya, lapisan keperakan itu lenyap seketika.
Namun di tengah hutan yang gelap, bulan dingin yang pucat perlahan terbit, menggantung di pucuk pohon!
Di bawah sinar bulan purnama, ratusan bayangan hitam itu tiba-tiba berpencar. Mereka menerjang Lucien dari segala penjuru - ada yang seperti bayangan asli merayap di tanah, ada yang bagaikan burung gagak hitam terbang dari langit, ada pula yang mirip manusia serigala sesungguhnya mengayunkan cakar.
Setelah bayangan-bayangan itu berpencar, Dubonar kehilangan jejak, seakan setiap bayangan hitam bisa berubah menjadi dirinya!
"Pemecahan Mewah!" Lucien menunjuk dengan tangan, mantra pun terucap.
Deng-deng-deng-deng, bayangan-bayangan itu remuk tanpa perlawanan, menyatu ke dalam kegelapan yang tak terjangkau cahaya bulan.
Tiba-tiba, bayangan di kaki Lucien hidup kembali, berubah menjadi manusia serigala yang luar biasa kekar, cakar-cakarnya menyambar tubuh Lucien dengan kilatan keperakan!
Semua bayangan hitam Dubonar sebelumnya hanyalah kamuflase - inilah serangan mematikan sesungguhnya!
Kreek! Saat matanya menangkap arloji saku mistis yang indah itu, telinganya mendengar suara nyaring, lalu penglihatannya lenyap seolah terlempar ke alam semesta lain.
Crack! Sesuatu dari tubuh Dubonar pecah, memancarkan cahaya perak yang beradu sinar dengan rembulan pucat.
Warna-warni dunia kembali mengalir ke sekeliling yang semula abu-abu, namun tak ada lagi siluman itu dalam pandangan Dubonar - hanya suara melengking "Ledakan Jiwa" yang menggema di telinganya.
Boom!
Dubonar merasa seperti ada bom alkimia yang diletakkan di otaknya, gemuruh dahsyat membuatnya pusing dan kehilangan keseimbangan. Pikirannya menjadi tumpul, sementara jiwanya berguncang tak terkendali.
Sebagai Ksatria Epik, nalurinya membuatnya tak peduli citra diri—ia langsung terjatuh ke tanah, berguling-guling cepat dalam bayangan sambil menghindari serangan lanjutan.
"Haha." Suara tawa lembut bergema dari hutan sebelah, "Dubonar, tak kusangka kau bisa separah ini. Andai Tuan Ivens berniat membunuhmu, tak mungkin kau masih utuh. Baik 'Pengampunan Dewi Salju' maupun mantra antimateri yang melukai 'Penguasa Neraka', semua itu berada di luar kemampuanmu untuk menahan."
Dalam suara yang berbicara, seekor kucing kecil berwarna hitam legam dengan cakar putih salju merayap keluar dari hutan. Dengan malas, ia berbaring di tanah sambil bermain dengan perutnya. Di belakangnya, seorang gadis remaja yang terlihat lemah fisiknya mengambang di udara. Wajahnya halus dan sempurna, mengenakan jubah bergaya Kekaisaran Sihir Kuno yang dipenuhi pola-pola rumit dan mistis.
Seperti kucing itu, gadis ini memiliki sepasang mata hijau zamrud yang transparan dalam. Rambut pirang madunya bergelombang alami, terurai di punggungnya.
Meski berusaha menyembunyikan aura-nya, Lucien yang telah mencapai level legenda puncak dengan tajam menyadari: dia adalah vampir berlevel legenda. Namun tak sesuai dengan ciri-ciri Pangeran Vampir manapun yang pernah ia ketahui, juga tak memiliki kesan unik seperti bangsa vampir generasi pertama.
Setelah bercanda pada Dubonar, sorot matanya beralih ke Lucien di kejauhan: "Tuan Ivens, aku Fidia, bawahan Pangeran Dracula. Dia mendeteksi pertempuran kalian dan menyuruhku bertanya, apa maksudmu datang ke Lembah Batu Api tanpa alasan?"
Meski mengaku sebagai bawahan Dracula, nada bicaranya tak menunjukkan rasa hormat yang semestinya, datar saja seperti membicarakan seorang teman biasa.
"Apakah aku dilarang datang ke Lembah Batu Api?" Lucien balas bertanya sambil tersenyum, "Konon kabarnya Tuan Rhine sedang berada di sekitar sini?"
Fidia? Nama itu agak familiar...
"Jejak Pangeran Mata Perak selalu menjadi misteri, tapi kurasa dia pasti akan hadir dalam pertemuan mendatang." Fidia sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda mengikuti perintah Dracula, malah dengan riang memberitahu Lucien tentang kabar Rhine.
Hmph!
Sebuah dengusan dingin terdengar, kegelapan pekat menyebar menyelimuti hutan ini. Tekanan legenda tingkat puncak membuat para makhluk kegelapan merangkak di tanah.
Ekspresi Lucien tak berubah. Ia melangkah maju, ruang-waktu di sekelilingnya tiba-tiba berubah. Dari kegelapan muncul bintang-bintang berwarna-warni, dengan cahaya matahari yang panas membara di pusatnya menerangi kegelapan.
Tanpa suara, kegelapan memudar. Bintang-bintang menghilang. Semua kembali seperti semula. Dua legenda tingkat puncak ini saling menguji lewat indra aura mereka.
Tuan Ivens yang baru mencapai legenda tingkat puncak ternyata tak kalah dari Pangeran Dracula... Fidia menyembunyikan senyumnya.
