"Kesombongan" Setan yang berubah wujud menjadi Lucien, keluar dari cermin dengan elegan dan perlahan, sepatu kulit hitamnya berkilau.
"Jika penilaian paling dasar berdasarkan fakta objektif saja disebut kesombongan, maka kesombongan bukanlah Setan melainkan malaikat." Lucien tidak menyerang, malah mengamati dengan penuh ketertarikan "Setan Kesombongan" di hadapannya yang memiliki ekspresi wajah sama persis dengannya.
"Kesombongan" Setan masih mempertahankan ekspresi merendahkan yang seakan melihat dari atas: "Berani kau bilang dalam hatimu tidak ada sedikit pun pandangan merendahkan dan cemoohan? Kesombongan bukanlah perasaan, ia berasal dari pola pikirmu, berasal dari prasangka yang tercipta karena pengalaman sukses. Jika kau sebut ini sebagai Setan, maka ia adalah Setan. Jika kau sebut sebagai malaikat, maka ia adalah malaikat. Karena itu, ia tak bisa dihalau oleh mantra-mantramu. Saat kau menghadapi teori okultisme yang salah, bukankah kau sombong? Saat kaum lemah menantangmu, bukankah kau sombong? Akui saja, kesombongan bukanlah hal buruk. Inilah tanda pembeda antara pemenang dan pecundang, seperti..."
Di sini, tiba-tiba ia mengangkat tangan kanannya, mengeluarkan suara serak:
"Pengampunan Dewi Salju!"
...Seperti saat kau menciptakan mantra legenda "Pengampunan Dewi Salju" yang mendekati suhu nol absolut, bukankah ada kebanggaan dalam hatimu? Saat kau gunakan untuk melawan musuh, bukankah hatimu dipenuhi keangkuhan dan kebanggaan?
Inilah Kesombongan!
“Kesombongan” Setan dengan sikap memandangi yang sulit diungkapkan, melemparkan sihir legenda bertema salju ini kepada Lucien - sihir legenda eksklusif milik Lucien, seolah ia adalah Lucien sejati yang penuh kesombongan!
Serangannya datang tiba-tiba, sebuah pilar cahaya jernih yang terikat oleh medan magnet gelap berpetak-petak dan kilatan halus tak kasatmata, melesat cepat ke arah Lucien.
Lucien yang selalu siaga tampak telah mengantisipasi. Saat Setan "Kesombongan" mengangkat tangan kanan, dari punggungnya muncul alam semesta gelap nan dalam dengan planet-planet berwarna-warni mengelilingi sebuah bola api raksasa yang memancarkan suhu tinggi mengerikan.
Bola api itu terasa nyata, mempengaruhi lingkungan sekitar. Tempat tidur merah gelap dan karpet coklat kekuningan di ruangan langsung menyublim.
"Pengampunan Dewi Salju" menembus "Atom Semesta" ini. Di bawah suhu tinggi "matahari" dan badai energi yang dahsyat, medan gaya dan laser yang mengikatnya berdistorsi, terpengaruh. Maka, suhu ultra-rendah yang tak terbayangkan pun meledak lebih awal, planet-planet membeku satu per satu, langit berbintang yang gelap terasa semakin dingin.
Namun, ketika kegelapan yang bahkan membekukan kilatan itu membeku di tempat, Lucien yang semula berdiri di sana telah menghilang.
"Setan Kesombongan" belum sempat bereaksi, tiba-tiba mendengar detak berirama yang riang di telinganya, lalu sebuah suara "Kreek" mengakhiri segalanya.
Kastil megah itu kehilangan semua warna indahnya, hanya menyisakan keabu-abuan yang monoton dan membusuk. "Lucien" hasil jelmaan "Setan Kesombongan" terlihat seperti boneka dalam foto lawas.
Di luar jendela, siluet Lucien muncul dengan arloji saku keperakan yang indah di tangan kanannya, melantunkan mantra yang menciptakan gelombang getaran aneh:
"Pemecahan Mewah!"
"Pemecahan Mewah!"
"Pukulan Berat Jiwa!"
Ketiga sihir legenda ini telah diperkuat dengan "Tangan Ketidakpastian", sementara yang terakhir adalah salah satu mantra baru yang dipelajari Lucien belakangan ini, khusus untuk menghadapi makhluk astral dan setan kuno yang tak memiliki wujud fisik.
Sebelum memasuki Neraka Kuno, persiapan matang mutlak diperlukan. Lucien tak pernah meremehkan lawan manapun - kecuali ada tujuan lain, bahkan saat menghadapi musuh lemah pun ia akan mengerahkan seluruh kekuatannya!
Saat tiga mantra legenda ini dilepaskan, pembekuan aliran waktu langsung terkoyak. Warna-warna mewah seperti merah gelap dan kuning terang kembali menghiasi ruangan. "Setan Kesombongan" dalam "foto lama" itu berderak-derak saat efek mantra satu per satu menghilang.
Semua efek pada tubuhnya, termasuk "Pemicu Mantra", hancur berantakan di bawah dua putaran "Pemecahan Mewah".
Kemudian, dengan suara gedebuk, raganya menjadi ilusi. Dari mata, leher, telinga, mulut dan pori-porinya menyembur asap hitam, seolah bola air yang dihantam palu raksasa tak kasat mata hingga airnya muncrat ke segala arah.
Mantra legenda "Pukulan Jiwa" menyebabkan "Setan Kesombongan" mengalami luka berat dan kekakuan sementara. Lucien tentu tidak akan melewatkan kesempatan ini. Dengan gerakan cepat, dia melepaskan "Biru Sunyi" yang diperolehnya dari pertukaran "Pengampunan Dewi Salju" dengan Helen.
Asap hitam di sekitar "Setan Kesombongan" dan "dirinya sendiri" membeku, tenggelam dalam biru sunyi yang dingin menusuk, kehilangan semua vitalitas.
Tepat saat Lucien bersiap memberikan berbagai segel untuk membawa pulang "Setan Kesombongan" guna dipelajari, tiba-tiba sudut bibirnya di dalam Biru Sunyi melengkung membentuk senyum mengerikan. Lalu, Boom! Ia meledakkan diri!
"Biru Sunyi" ternyata tak sepenuhnya menjebaknya!
Boom!
Sebuah bola api bergulung-gulung membumbung, gelombang kejut dahsyatnya menyapu seluruh kastil. Bangunan bernilai tinggi itu bagai istana pasir di tepi pantai, ambruk berantakan bak diterjang air pasang.
Lucien berkilat ke ketinggian di luar kastil. Memandangi reruntuhan yang membara di bawahnya, ia merenungkan kondisi Setan Kesombongan:
"Sepertinya bisa meniru semua sihirku termasuk mantra legenda, juga seluruh efek mantra di tubuhku. Seolah salinanku yang persis, mirip Monster Viken dari 'Dunia Gerbang'. Tapi tanpa properti khusus setengah tingkat lebih tinggi dariku..."
“……Tidak memiliki 'Moon Hourglass', sehingga di bawah 'Penghentian Waktu Tingkat Tinggi' tidak bisa melepaskan ikatan... Ini membuktikan, dia tidak bisa meniru efek benda-benda magis yang melekat padaku?”
“……Tidak mampu melakukan transformasi status dengan cara eksklusifku, jelas tingkat esensi dunia ini sudah di luar jangkauan setan kuno untuk menyentuh atau menggandakan, hanya bisa menggunakan bentuk serupa dari setan kuno itu sendiri. Karena itu baru tidak bisa menghindari 'Biru Sunyi'...”
Saat Lucien menganalisis kondisi Setan Kesombongan, reruntuhan dan padang sekitarnya bergema tawa terbahak-bahak: "Percuma! Kau takkan bisa membunuhku, karena, aku adalah dirimu!"
"Menolak mengakui diri sendiri juga bentuk kesombongan!"
Tawa itu berangsur mereda. Di luar dugaan Lucien, Setan Kesombongan tidak melanjutkan serangan untuk menguras energi spiritualnya melalui perang panjang, malah menyatu ke dalam kegelapan tanpa meninggalkan jejak suara. Persis seperti pemburu yang diam-diam menguntit mangsanya, menunggu kelelahan total sebelum melancarkan serangan ganas.
Lucien tetap siaga sambil mengamati sekeliling. Ini adalah padang gurun tanpa setitik vegetasi, tanah merah tua seolah terendam darah, menciptakan sensasi menyiksa dan tidak nyaman yang luar biasa.
"Padang Gurun Penderitaan..." Lucien menghela napas pelan. Ini adalah 'landmark' yang hampir pasti ditemui setiap penyihir legenda yang pernah menginjakkan kaki di Neraka Kuno, dianggap sebagai ciri khas utama dimensi ini. Oleh karena itu, seorang penyihir legenda kuno zaman dahulu memberinya nama demikian.
Lucien melanjutkan penerbangan sesuai arah yang telah direncanakan. Bagaimanapun, jika mundur hanya karena diintimidasi Setan Kesombongan, mustahil baginya mengeksplorasi Neraka Kuno.
Setelah beberapa waktu terbang, 'peta' di dada Lucien tiba-tiba memancarkan gelombang energi yang intens.
Mengeluarkan peta dari "Tuan Misterius" itu, Lucien menyaksikan simbol-simbol jahat di permukaannya bergerak-gerak seperti organisme hidup, menyusun diri untuk menunjuk suatu lokasi tertentu.
“‘Tempat persembunyian Inti Bintang khusus milik ‘Tuhan Perak Putih’ berada di sekitar sini?’” Lucien bergumam dalam hati, setelah merenung sejenak memutuskan untuk menyelidiki selagi belum ada gangguan lain.
Mengikuti petunjuk "peta", Lucien terbang melintasi langit yang suram dan gelap hingga melihat sebuah kuil yang terhuyung-huyung di bawahnya.
Kuil reyap ini mirip dengan istana di luar "Pintu Biru Muda", bergaya khas Era Kuno dengan kubah yang ditopang pilar-pilar batu raksasa.
Namun sebagian besar pilar kuil ini telah roboh, menghembuskan aura kebusukan dan liku-liku zaman.
Setelah melakukan deteksi sihir teliti selama setengah hari, barulah Lucien menurunkan ketinggian terbangnya, mendarat, dan memasuki kuil.
Di dinding kuil tergambar relief sederhana namun jelas, menampilkan berbagai hukuman mengerikan seperti cambukan, pemenggalan kepala, pemotongan pinggang, gantung diri, pemotongan daging, tenggelam dalam air, serta sekumpulan makhluk humanoid yang melakukan upacara ritual menggunakan metode tersebut.
Begitu melihat lukisan dinding yang primitif ini, Lucien hampir tak bisa mengendalikan diri, perasaan kesakitan dan rasa jijik menguasainya.
"Inikah awal mula pemanggilan setan kuno? Apakah gambar-gambar ini sengaja dibuat oleh iblis purba untuk merayu petualang?" Dengan bantuan mantra, Lucien tetap tenang, merekam detail relief sambil berjalan menuju kedalaman kuil.
Meski ukurannya luar biasa besar, bagi Penyihir Legendaris seperti Lucien, kuil ini tak lebih dari ruang baca kecil. Tak lama, dia menemukan Inti Bintang berkilauan yang terpajang di altar kuil.
Inti bintang ini lebih kecil, lebih jernih, dan lebih berkilauan dibandingkan yang digunakan Lucien untuk membuat "Moon Hourglass", ruang di sekelilingnya tertarik melengkung ke dalam, menciptakan sensasi luar biasa berat.
Keistimewaan utamanya adalah tubuh aslinya telah terkontaminasi sedikit aura transendental, melalui intinya yang berkilauan seolah bisa melihat ilusi planet raksasa.
Melihat inti bintang ini, senyum tulus merekah di wajah Lucien, bukan karena kelangkaan material ini, melainkan keunikan yang ditunjukkannya semakin mendekatkannya pada "kebenaran".
Dalam kondisi bahagia ini Lucien tetap tidak lengah, mulai melakukan berbagai pemeriksaan sihir terhadap "Inti Bintang" dan sekitarnya, menghindari jebakan seperti "Lempengan Ruang-Waktu" atau tipu daya "Tuhan Perak Putih".
Sihir Lucien baru saja digunakan, cahaya gemilang "Inti Bintang" yang memantul di tanah tiba-tiba menyusut dan berdistorsi, membentuk sosok pria berjas ramping yang tak lain adalah "Tuan Misterius" Mephistopheles.
"Senang bertemu, aku 'Keserakahan'." Setan ini terkekeh sambil memperkenalkan diri, lalu menunjuk wajahnya sendiri, "Kau pasti terjebak dalam konspirasi anggota ini."
Yang dimaksud jelas merujuk pada "Tuan Misterius" Mephistopheles.
"Hm?" Lucien mengeluarkan suara hidung sambil tersenyum.
Setan "Keserakahan" melanjutkan dengan ceria: "Meski kekuatannya biasa, tipu muslihatnya luar biasa. Dia suka menyakiti orang tanpa alasan. Saat kau setuju membantunya mengambil 'Inti Bintang', kau sudah masuk perangkapnya."
"Aku tahu, kau pasti tidak menandatangani kontrak dengannya. Tapi niat hatimu untuk mengambil 'Inti Bintang' saja sudah setara dengan menyerahkan pisau kepada kami Setan Kuno."
Lucien menghentikan senyumannya dan mendengarkan dengan tenang.
"Setan Keserakahan" semakin berbangga: "Biasanya, jika legenda tingkat puncak sepertimu sudah memperkuat berbagai mantra tanpa gelombang perasaan, saat memasuki Neraka Kuno paling-paling hanya menemukan ilusi dan hantu pengembara yang kami rasuki, tidak akan bertemu kami secara langsung berturut-turut! Tapi, di hatimu sudah ada niat 'keserakahan' untuk mengambil 'Inti Bintang', jadi pertahanan sihirmu menyisakan celah - celah yang mudah kami masuki!"
Ekspresi Lucien tetap tenang mendengarkan, tidak menjawab.
"Bagaimana? Konspirasi itu sulit ditebak, bukan?" Setan Keserakahan berkata dengan dramatis.
Lucien masih tetap diam.
Setelah beberapa saat, "Keserakahan" bertanya seolah tak sengaja: "Kamu tidak marah? Tidak geram? Tidak ingin mengalahkannya?"
“Tidak peduli apakah yang kau katakan benar atau tidak, apa gunanya marah dan kesal? Itu hanya akan membuat rekan lamamu ‘Rasa Jijik’ memproyeksikan diri ke dalam hatiku.” Lucien akhirnya berbicara, senyum ramah dan damai bagai kilatan lembut cahaya bulan perak.
