Kelopak mata terkatup, gelap gulita di dalam otak, namun Lucien jelas merasakan kesadarannya kian meninggi. Seperti burung yang terbebas dari sangkar atau kabut putih yang merindukan langit biru, menyebar di angkasa, terus naik, memandangi tanah di bawah.
Di bawah kepepungan tujuh legenda tingkat puncak, Lucien justru melakukan gerakan puitis seperti ini tanpa memberi perlindungan apapun pada dirinya. Namun para setan kuno "Kemunafikan", "Kesombongan", dan "Keserakahan" tidak menyambar kesempatan ini untuk menyerang. Mereka justru mengawasi Lucien dengan ekspresi wajah yang berubah-ubah, seolah terpisah oleh jarak sejagat raya!
Kesadaran semakin meninggi, perlahan samar. Saat Lucien hampir tak bisa mempertahankan keadaan ini, tiba-tiba ia merasakan "dirinya" menyentuh lapisan tak kasat mata yang lembut!
Boom!
Seketika Lucien merasakan jiwa bergetar. Medan energi spiritualnya seolah berhasil menembus belenggu tertentu, menyebar bagai air pasang.
Langit suram di sekeliling, tanah merah gelap, istana yang terbuat dari emas, pengadilan bergaya Kerajaan Holm, serta "Kesombongan", "Kemunafikan", "rasa jijik", "Hawa Nafsu" dan setan kuno lainnya tiba-tiba "terbelah", bagaikan cermin yang dihempas ke tanah keras.
Kreek-kreek! Suara pecahan menusuk terus bergema. Seluruh Neraka Kuno hancur menjadi fragmen-fragmen kecil. Di balik serpihan-serpihan itu, kehampaan dipenuhi oleh cahaya kacau berwarna merah, jingga, kuning, hijau, biru muda, biru, ungu yang berdistorsi membentuk dunia samar.
Kilatan-kilatan ilusi ini bagai benang tipis yang kusut melilit, sesekali menampakkan wajah-wajah manusia, wajah Naga, wajah Setan... Mereka memancarkan rasa jijik, keserakahan, kesakitan, atau hawa nafsu yang tak terbendung.
Dunia "emosi negatif" yang penuh warna dan ilusi ini tak bertepi, tak terlihat ujungnya. Namun di sekitar Lucien, semuanya runtuh menjadi panorama yang hampir nyata.
Di bagian terdalam, tepat di posisi kaki Lucien, terdapat planet biru muda yang lucu karena ukurannya yang kecil. Di bawahnya, sebuah kota melayang di langit dengan menara sihir menjulang menyentuh planet biru tersebut.
Di bawah Kota Langit, terpantul secara kacau Alto - Kota Nyanyian Suci, Ibu Kota Musik.
Semua ini tidak tetap, terus berubah-ubah bagaikan jiwa yang dipenuhi pikiran yang fluktuatif.
Lucien tidak mencoba menyelidiki batas "alam semesta" ini. Ia membuka mata dan menoleh tiba-tiba, melihat di luar gerbang kota "Alto" yang lain terbentang ngarai tempatnya masuk sebelumnya, jurang yang dalamnya hampir tak terlihat dasarnya.
Di dalam ngarai, gerbang perunggu kuno itu tak lagi solid, tampak ilusif dan samar-samar, memberikan kesan transenden yang tak terjangkau.
Di depan gerbang, berdiri seorang pria muda mengenakan gaun panjang hitam berkancing ganda. Wajahnya tampan namun matanya kosong, ekspresinya seolah tersenyum tapi juga menangis, marah namun tak jelas. Tangan kanannya menempel erat pada gerbang perunggu yang seolah tak pernah bisa disentuh!
Ini jelas-jelas adalah Lucien sendiri!
Hanya saja "Lucien" ini tampak menyatu dengan gerbang perunggu: sama-sama ilusif dan samar, sama-sanga melampaui materi, sulit disentuh maupun didekati.
"Ternyata, di sini adalah tempat berkumpulnya 'emosi negatif', sekaligus gerbang menuju 'hati' sendiri. Pintu Nafsu, juga Pintu Jiwa!" Lucien menolehkan kepala dengan ekspresi puas, memandangi tujuh setan kuno yang masih ada di sekelilingnya. Namun kali ini, mereka tidak lagi berwujud Lucien, melainkan kilatan cahaya berwarna-warni yang terus berdistorsi, hanya mampu mempertahankan bentuk manusia dan memancarkan perasaan kesakitan, keserakahan, serta iri yang sangat intens.
Tempat ini tentu bukan sekadar hati nurani, melainkan jiwa atau batin yang - melalui sentuhan "Pintu Nafsu" - terkopel dengan ribuan 'emosi negatif' yang terkumpul di dalam 'ruang' yang seolah milik dunia ini namun sekaligus asing. Hasilnya terciptalah pemetaan 'Neraka Kuno' yang penuh cahaya aneh. Karena itulah, 'Neraka Kuno' yang dilihat setiap penjelajah selalu berbeda!
Sedangkan "Neraka Kuno" yang sebenarnya adalah bentuk yang terlihat oleh diri kita sekarang, fisik berada di luar pintu, jiwa berada di dalam pintu dengan cara yang aneh, "menyelidiki" "hati" kita sendiri.
Yang disebut setan kuno sebenarnya adalah proyeksi dari keterkaitan emosi negatif dalam diri dengan "Neraka Kuno" di dunia luar yang diperbesar, mustahil dihancurkan. Inti Bintang itu pun tidak bisa disembunyikan di sini kecuali karena esensi khususnya.
Dalam sebagian besar kasus, legenda memiliki kendali kuat atas jiwa mereka sendiri, sehingga jumlah setan kuno umumnya kurang dari empat. Namun jika menghadapi situasi khusus atau menjadi korban intrik, tujuh setan kuno akan berkumpul secara bertahap.
Karena itu, sebesar apa hati, "realitas" akan secemerlang itu! Bahkan hal-hal yang paling tidak sesuai dengan okultisme maupun logika sekalipun bisa "termanifestasikan"!
Setan "Kemunafikan" yang terbentuk dari cahaya putih murni bertanya dengan suara serak: "Bagaimana kamu tahu?"
Di dasar cahaya putihnya, tampak samar-samar warna hitam pekat.
Lucien terkekeh: "Kalian bisa menyimulasikan efek mantra dan semua sihir di tubuhku, itu tidak aneh. Bagaimanapun tempat ini memperbesar semua emosi negatif, mungkin kalian bisa membangun hubungan tertentu dengan jiwa-Ku yang mewakili pikiran."
"Meski belum mengerti prinsip pembentukannya, ini termasuk hal yang bisa dipahami dan diulangi. Aku pernah melihatnya di tempat lain. Tapi, kalian ternyata bisa meniru efek 'Moon Hourglass' benda legenda tingkat puncak? Padahal bahkan aku sendiri tidak bisa, legenda ahli ruang-waktu pun tak mampu! Dengan apa kalian menyimulasikannya?"
"Apa Neraka Kuno menyimpan tujuh benda legenda sejenis terkait ruang-waktu? Atau ada tujuh jiwa tersesat di sini yang lebih ahli bidang ruang-waktu dariku?"
"Jika hanya satu dua, mungkin masih masuk akal. Tapi kalian terlalu rakus! Ini memang ciri khas Setan!"
Penilaian ini tampak sempurna, tapi Lucien sendiri sangat sadar: Jika bukan karena sudah memiliki pemikiran dan hipotesis sebelumnya, bagaimana mungkin dia bisa memahami semuanya secepat kilat dan menentukan dengan pasti?
"Kesombonganmu keterlaluan! Mengapa kami tidak bisa?!" Setan "Kesombongan" yang terbentuk dari distorsi cahaya keemasan dan warna darah menggeram. "Ini hanya keberuntunganmu semata!"
Setan "Iri" yang kehijauan menyeringai dingin: "Jangan terlalu cepat senang! Sekalipun kau tahu, lalu bagaimana? Sekarang kau sudah benar-benar memicu kekuatan 'Neraka Kuno'. Lambat laun kau akan terkorosi dan terinfeksi oleh kami, menjadi jiwa tersesat berikutnya!"
"Kemunafikan" Setan juga tertawa penuh hawa dingin: "Di hati setiap orang terdapat Neraka Kuno, di hati setiap orang bersemayam tujuh setan kuno! Kau takkan pernah bisa melepaskan diri dari kami! Sekalipun kau bisa kabur dari sini sekarang, setelah memicu kekuatan tadi, kami tetap akan eksis dalam hatimu. Setiap detik hidupmu akan kami siksa dan korosi, berapa lama kau bisa bertahan? Kemenangan akhir pasti milik kami!"
"Sekarang juga akan kujadikan kau monster kebencian yang tak mengenali diri sendiri!" Raungan "Kebencian" Setan yang merah menyala bagai api.
Tujuh setan kuno kembali mengepung, tapi kali ini mereka mengubah taktik serangan. Dari tubuh masing-masing menjulur benang-benang halus berwarna berbeda, terhubung ke tubuh Lucien dengan presisi nan tak terbendung!
Lucien menghadapi ancaman dan serangan mereka tanpa gentar, malah menyeringai sambil bertepuk tangan "tep tep tep": "Ucapan yang bagus, setiap hati manusia memiliki 'Neraka Kuno', setiap jiwa menyimpan 'tujuh setan kuno'. Sejak aku mulai memiliki ingatan, memang sering berurusan dengan kalian."
Hah, tujuh setan kuno itu sekonyong-konyong membeku.
"Pernah kudengar sebuah peribahasa: Nilailah manusia dari tindakan nyata dan tujuan sebenarnya di baliknya, jangan selami pikiran-pikiran liar saat mereka bertindak. Jika tidak, seluruh dunia ini akan dipenuhi orang jahat!"
"Karena jika menyelami jiwa, setiap hati manusia mengandung berbagai pikiran kotor, hina, dan menjijikkan." Lucien menyeringai kecut, "Kuakui, terkadang muncul khayalan memalukan dalam diriku. Tapi akhirnya, itu semua takkan pernah terwujud di dunia nyata - karena aku telah mengalahkannya!"
“Dalam melakukan setiap hal, di dalam hatiku selalu ada lebih atau kurang pemikiran egois, dengki, mesum, dan kotor. Namun pada akhirnya semua itu berhasil kukendalikan dan kalahkan, memungkinkanku menyelesaikan segala persoalan sesuai pandangan dunia, pandangan hidup, dan nilai-nilai yang kupegang.”
Saat mengucapkan ini, ekspresi Lucien berubah khidmat, menatap tujuh setan kuno itu: "Pola pikirku, konsep hidupku, terbentuk secara bertahap melalui kemenangan berulang kali atas 'setan-setan kuno' sepertimu. Sekarang, hari ini, mungkinkah aku takut pada pecundang yang telah berkali-kali kulewati ini?"
Bersamaan dengan ucapannya, Lucien melangkah maju langkah demi langkah. Posturnya tiba-tiba tampak luar biasa gagah, sebaliknya ketujuh setan kuno itu menyusut drastis, seluruh tubuh mereka membungkuk seperti ditekuk beban tak terlihat!
Setelah Lucien selesai berbicara, setan "Kesombongan" baru tersadar. Dengan amarah meluap, ia berkata, "Terlalu sombong! Terlalu sombong! Masa lalu kau bisa mengalahkan kami, bukan berarti sekarang juga bisa! Sikapmu ini akan menjadi akar segala kegagalanmu!"
Setan "Kemunafikan" berguncang hebat, "Idiot! Kau justru memberitahunya cara mengalahkan kita secara gamblang!"
Selain mereka, lima setan kuno besar lainnya masih terlihat ragu-ragu dan takut.
……
Di bawah Balai Terang Agung Kota Suci Rennes, terdapat aula bawah tanah yang luas tak terkira.
Di bagian depan aula tergantung lambang salib usang yang penuh liku-liku kehidupan. Seluruh ruangan hanya diterangi oleh deretan kandil penuh karat.
Inilah pusat penyebaran ajaran pertama Gereja Kebenaran yang dibangun secara rahasia saat awal penyebaran agama.
Saat itu, cahaya kekuningan kusam pada setiap kandil berkarat menyala. Dua belas anggota Dewan Kardinal termasuk Santo Kati, Santa Maria, Uskup Philip, dan Astira berdiri tersebar di setiap sudut ruangan.
Di pusat aula, terpajang suatu grafis tiga dimensi aneh yang sangat berbeda dari formasi sihir ilahi maupun magis biasa, menyerupai kumpulan coretan anak-anak.
Di dalam formasi ganjil ini, Benediktus III yang memegang tongkat kerajaan platinum mondar-mandir sambil terus memeriksa. Anggota Dewan Kardinal seperti Santa Maria juga dengan cermat mengidentifikasi, memastikan bahwa setelah formasi diaktifkan mereka tidak akan dikorbankan atau ditelan, menghindari nasib seperti "Penguasa Lautan Tak Bertepi" Haierkesi.
"Sudah siap?" tanya Benediktus III dengan nada suara yang melengking tak stabil.
Setelah berulang kali memverifikasi, Astira, Uskup Philip dan lainnya serempak menjawab: "Lapor Yang Mulia Paus, semua sudah siap!"
