Jiang Shenghe khawatir dengan kondisi Luo Qi, menyuruh sopir menghentikan mobil.
“Bantu Luo Qi mengemudikan mobilnya kembali, berikan alasan resmi.”
“Baik.” Sopir tidak mengerti apa yang terjadi, juga tak pernah banyak bertanya, melepas sabuk pengaman lalu turun. Bodyguard yang duduk di kursi penumpang pindah ke kursi pengemudi.
Jiang Shenghe memberikan seluruh kesabarannya seumur hidup pada Luo Qi, namun terhadap beberapa hal terkait Luo Qi, dia justru paling tak sabar. Dia mengirim kabar untuk mendesak Jiang Sishun: [Hasil dalam tiga hari.]
Jiang Sishun sekalian bertanya jelas: [Standar "hal-hal kecil tidak ikut campur" yang kau maksud itu apa?]
Jiang Shenghe: [Kecuali pertengkaran karena Luo Qi bertindak semaunya sendiri, selama itu karena alasan Pei Shixiao, apapun alasannya, itu bukan hal kecil.]
Jiang Sishun: "......"
Mungkin terpancing oleh air mata Luo Qi, mulai menerapkan standar ganda besar-besaran. Dia tak berdebat dengan Jiang Shenghe, menunggu sampai rasionalitasnya kembali, nanti standar akan diubah.
Jiang Shenghe menoleh melihat luar jendela, sopir sudah masuk ke dalam gedung pencakar langit.
Sopir menyiapkan draf mental, naik lift ke area parkir bawah tanah.
Luo Qi sudah duduk di mobil selama dua-tiga menit, terlalu lama menangis membuat otaknya lambat bereaksi, seluruh tubuh terasa mati rasa, berencana menunggu perasaannya tenang dulu baru pergi.
Sopir menemukan mobil Luo Qi, mengetuk jendela mobil, "Asisten Luo."
Luo Qi mengenal sopir Jiang Shenghe, segera membuka jendela mobil, "Halo, ada apa?"
"Direktur Jiang menyuruh saya melihat apakah Anda perlu saya antar. Beliau bilang, karena kondisi kesehatan Direktur Jiang akhir-akhir ini, tekanan pekerjaan semua jatuh ke Anda. Keselamatan di jalan saat berangkat/pulang kerja itu paling penting."
Luo Qi hari ini tidak menolak kebaikan bos. Dia juga khawatir jika nanti kurang fokus di jalan sampai terjadi tabrakan, yang akan mempengaruhi pekerjaan dan jadi bahan ejekan orang, mengira dia tidak bisa hidup tanpa pria sampai nekat nabrak mobil.
"Maaf merepotkan. Terima kasih untuk Anda dan Direktur Jiang."
Sopir bicara dengan nada natural: "Tidak sungkan, ini semua urusan pekerjaan. Staf sekretariat yang minum anggur saat acara malam juga sering saya antar."
Luo Qi turun dari mobil, berjalan memutar ke kursi penumpang.
Baru saja memasang sabuk pengaman, ponsel bergetar. Pei Shixiao menelepon, dia memotong sambungan lalu menyaring nomornya.
【Qi, Aku menyimpan aula pernikahan.】
Pei Shixiao tak bisa menghubungi telepon, hanya bisa meninggalkan pesan. Begitu pernikahan benar-benar dibatalkan, tak akan ada lagi ruang kompromi antara dia dengan Luo Qi. Tekad murninya membatalkan pernikahan membuatnya terkejut.
“Pei Shixiao.”
Riuh rendah suara penumpang memenuhi stasiun kereta cepat. Pei Shixiao mendengar Cui Peng memanggilnya, mengira itu halusinasi. Saat menoleh, Cui Peng berlari kecil menghampirinya. Perempuan itu telah berganti baju, sehelai syal melingkari lehernya.
Pei Shixiao melepas kacamata hitam, “Bagaimana caranya kau datang?”
Napas Cui Peng tersengal-sengal, “Aku mengantarkanmu ke Beijing. Pembatalan pernikahan ini semua salahku. Akan kujelaskan langsung pada Luo Qi, bahwa akulah yang mempermainkan pikiran-pikiran sempit dan menggunakan segala taktik untuk merangkulmu, sementara kau selalu menolakku. Dia pasti akan memaafkanmu.” Diam-diam ia ingin bertemu Luo Qi, menunjukkan kepada sang rival siapa yang akhirnya menang.
Pei Shixiao tak sampai hati membiarkan seorang perempuan menanggung kesalahannya. Lagipula, Cui Peng tak pernah benar-benar merayunya.
“Ini urusanku dengan Luo Qi, tak ada hubungannya denganmu. Kau pulang saja.”
“Aku harus pergi.” Tekad Cui Pengg tetap, matanya berkaca-kaca. “Bagaimanapun, ini salahku. Sekali pun sangat menyukaimu, seharusnya kusimpan dalam hati, menjaga jarak denganmu. Tak bisa mengendalikan diri bukanlah alasan.”
Ia menatapnya, “Maafkan aku.”
Pei Shixiao: “Yang seharusnya meminta maaf adalah aku.”
Cui Pengg menggelengkan kepala, air matanya jatuh, memalingkan wajah darinya.
Pei Shixiao melihat bekas cakaran di lehernya, panjang sekali. “Masih sakit?”
Cui Pengg tersedu: “Tidak.”
“Kau pulanglah.” Ia meminta maaf lagi: “Aku sungguh menyesali kejadian hari ini.”
“Sudah kukatakan ini bukan salahmu seorang. Siapa suruh aku juga menyukaimu.” Cui Pengg mengusap air mata di sudut mulutnya dengan punggung tangan. “Padahal tahu kau sebentar lagi menikah, aku tetap tak menguasai seni menjaga batas. Ini bukan salahmu.”
“Dia tampan dan memesona, aku tak bisa menahan diri untuk tidak tergoda, tak kuasa untuk tidak mendekat. Tapi setelah dekat, perlahan rasa tak puas mulai muncul. Tak tahan melihatnya baik pada Luo Qi, hanya ingin dia milikku seorang. Ingin menikah dengannya, ingin bersama seumur hidup.”
Telepon genggam Pei Shixiao berdering, telepon dari ibunya.
Luo Qi membatalkan pernikahan, pasti ibu sudah mengetahuinya.
Dia menyambung telepon, “Ibu.”
“Apa yang terjadi denganmu dan Luo Qi? Mempermainkan pernikahan? Kalian yang mau menikah, sekarang tiba-tiba membatalkan tanpa penjelasan, membatalkan pesta tanpa sepatah kata. Apa kalian masih menghormati orang tua?”
Dari jarak 40-50 sentimeter, Cui Peng masih bisa mendengar suara interogasi arogan dari telepon itu.
“Ibu, ini salahku. Aku telah melakukan hal yang menyakiti Luo Qi.”
“Maksudmu?”
“Aku berselingkuh.”
“Kau...”
Nyonya Pei terpaku tak percaya, nekat tidak mengucapkan sepatah kata pun.
“Ibu?” Telepon sunyi sepi, Pei Shixiao memanggil lagi.
Nyonya Pei terlalu marah hingga enggan bicara. Sejak remaja 10-an tahun, anaknya sudah menyukai Luo Qi. Demi Luo Qi, dia melepas kesempatan tinggal di luar negeri. Bertahun-tahun berperang dingin dengan keluarga, membangun startup dengan teman tanpa bantuan keluarga. Separuh hartanya ditempatkan atas nama Luo Qi.
“Apa kau lupa, awal tahun ini kau merendahkan diri memohon kami menyetujui pernikahanmu? Sepanjang hidupmu, kapan kau pernah menunduk pada siapapun? Untuk Luo Qi, kau menunduk pada kami. Tinggal dua bulan lagi menuju hari pernikahan, kenapa kau berbuat kesalahan bodoh sekarang? Pei Shixiao, apa yang kau pikirkan?”
“Apakah perempuan itu buta sampai tak melihat cincin pernikahan di jarimu, atau kau menyembunyikan hubungan dari kedua pihak?”
“Bu. Ini salah saya.”
Nyonya Pei langsung memutuskan telepon.
Pei Shixiao melirik jam tangannya. Waktu sudah hampir habis. Dia berkata pada Cui Peng: “Kita pulang. Luo Qi juga tak ingin bertemu orang lain.”
Dia memasang kacamata hitam, berjalan cepat menuju loket tiket.
Cui Peng mengikuti kepergiannya. Seorang yang punya harga diri setinggi itu, Luo Qi sudah putus dengannya, bahkan acara pernikahan dibatalkan, tapi dia tetap harus larut malam pergi untuk memohon maaf.
Pei Shixiao terus mengirim pesan sambil berjalan: 【Qi, aku akan segera ke sana.】
Luo Qi tidak membalas, juga tidak memberi harapan bahwa masih ada kemungkinan untuk memperbaiki hubungan.
Mereka punya banyak teman bersama. Teman SMA-nya, separuhnya dia kenal.
【Aku sudah putus dengan Pei Shixiao. Terima kasih atas restu kalian sebelumnya.】
Circle friends ini hanya terlihat oleh orang-orang yang mereka kenal bersama.
Tak lama kemudian, Pei Shixiao menerima banyak telepon dari teman-teman yang bertanya apa yang terjadi antara dia dan Luo Qi. Baru saat itulah dia tahu Luo Qi mengunggah circle friends dan menyaringnya.
【Cuma bertengkar. Tidak akan putus.】
Hanya itu yang bisa dia katakan kepada teman-temannya.
【Qi, aku di kereta cepat. Sekitar lima jam lagi sampai.】
【Ini salahku.】
【Sekalipun kau putus, aku akan menunggu. Berapa pun lama-nya.】
Semua pesan yang dia kirim ke Luo Qi seperti batu tenggelam di laut.
Luo Qi tidak melihatnya, tidak tahu apa yang Pei Shixiao katakan.
Kembali ke rumah, membersihkan rumah secara total, membuang semua yang perlu dibuang. Kecuali beberapa pakaian di lemari batu yang belum sempat dirapikan, apartemen kembali menjadi seperti saat ia pertama kali pindah.
Barang-barang yang dibuang lebih dari dua pertiga. Sisa pakaian dan barang bawaan bisa dimasukkan ke dua koper.
Luo Qi memesan kamar hotel secara online. Setelah semuanya selesai, ia mengirim pesan ke sepupu: 【Aku sudah pindah dari apartemen, sementara tinggal di hotel beberapa hari. Aku baik-baik saja, tak perlu menemaniku, ingin menyendiri dua hari. Hubungi aku setelah menemukan rumah.】
Ia meletakkan kartu pintu gerbang di meja teh, mendorong koper beberapa langkah. Tiba-tiba melihat cincin pernikahan di jari manis.
Terbiasa memakainya, hampir lupa melepasnya.
Luo Qi melepas cincin berlian, menaruhnya di sebelah kartu pintu gerbang.
Awal tahun ini, Pei Shixiao melamarnya di Suzhou. Kotak cincin tertinggal di kamar pengantin Suzhou. Katanya nanti akan memakai cincin itu setiap hari, tak perlu kotak penyimpanan.
Mengenal Pei Shixiao selama 10 tahun, bersama selama 6 tahun. Jika bukan karena masalah keluarga yang menimpanya saat itu hingga kehilangan konsentrasi dan kurang yakin diri untuk berpacaran, mungkin mereka sudah mulai hubungan setahun lebih awal.
Enam tahun ini, dia menemani melewati titik terendah hidup. Seluruh kenangan masa mudanya terkait dengannya.
Namun akhirnya mereka berpisah.
Pintu tertutup.
Luo Qi mendorong koper pergi.
Hotelnya dekat, kurang dari 5 menit berkendara.
Setelah check-in dan mandi, Luo Qi merasa seluruh tubuhnya lemas. Terbaring di ranjang tanpa semangat melakukan apapun. Biasanya dia memeriksa email sebelum tidur, tapi malam ini benar-benar kehabisan energi.
Biarkan diri melonggarkan aturan sekali ini saja.
Setelah memejamkan mata setengah jam, dia bangun dengan tubuh lelah. Mengeluarkan buku catatan, menghubungkan charger, membuka dan login ke email.
Kini cinta telah tiada, hari pernikahan batal, hanya menyisakan segunung utang.
Tak bekerja, dengan apa melunasi hutang?
Layar ponsel sesekali berbinar, sejak dia memposting status putus dengan Pei Shixiao di circle friends, kabar tak putus-putus. Dia menyetelnya ke mode senyap, tak satupun dibalas.
Hal berselingkuh seperti ini, diucapkan pun tak pantas.
Luo Qi sedang membaca email, sistem mengeluarkan pemberitahuan ada email baru. Dikliknya, ternyata email dari kakak sepupu.
Luo Yuli: ["Tidak bisa menghubungimu via telepon, balas kalau sudah lihat."]
Luo Qi meletakkan mouse, meraih ponsel dari ranjang. Belasan panggilan tak terjawab.
Dia menelepon kakak sepupunya via pesan suara, di seberang langsung diangkat.
"Lagi lembur?"
"Ya."
Hati Luo Yuli akhirnya tenang. Semua pertanyaan penting sudah diajukan ke Luo Yu. Dia bukan tipe yang suka menasihati, bahkan memberi penghiburan pun dianggap tak perlu.
Yang harus dimengerti, lambat laun akan mengerti juga.
"Pei Shixiao tidak bisa menghubungimu, teleponnya dialihkan ke sini. Sekarang dia ada di apartemen Beijing, bilang apartemennya kosong melompong."
Luo Qi sudah tahu Pei Shixiao akan datang, bahkan bisa memperkirakan jam berapa dia tiba di Beijing. Tapi tak ada gunanya bertemu lagi. "Semua barangnya sudah kulempar, urusan pengemasan lebih cepat dari perkiraan."
"Sekarang tinggal di mana?"
“Hotel. Kak tak perlu khawatir.”
Luo Yuli berkata: “Kau bisa melihat email dengan cepat, aku tak khawatir.” Di saat seperti ini masih bisa fokus pada pekerjaan, tidak sampai murung karena putus.
Pada halaman email, kursor berkedip di area kosong. Luo Qi mengklik mouse beberapa kali berturut-turut.
Setelah diam beberapa detik, “Kak, maaf ya.”
“Kau tidak salah. Meminta maaf untuk apa.”
Memang tidak melakukan kesalahan, tapi dia merasa bersalah.
Putus dengan Pei Shixiao akan mempengaruhi bisnis keluarga paman. Seberapa besar dampaknya, dia tidak bisa memperkirakan.
“Kau sibuk saja, aku akan menelepon balik Pei Shixiao.”
“Kak, tunggu sebentar. Pembatalan pernikahan bukan karena marah sesaat, aku dan Pei Shixiao sudah tidak mungkin lagi.”
“Aku tahu. Hanya memberitahunya bahwa kau baik-baik saja, sedang sibuk lembur.”
“......”
Setelah menutup telepon, Luo Qi melanjutkan membaca email.
Efisiensi kerja malam ini sangat rendah, tapi syukurlah semua email sudah selesai dibaca.
Dia melihat jam: pukul dua lewat sebelas menit dini hari.
Mematikan lampu, berbaring di ranjang bolak-balik tak bisa tidur, tanpa sadar teringat banyak kejadian masa lalu. Semakin dipikir, pikiran justru semakin jernih. Saat akhirnya mengantuk sampai malas membuka mata dan ingin tidur, fajar telah menyingsing.
Luo Qi menghabiskan setengah jam untuk dandan, susah payah menutupi lingkaran hitam di matanya.
Tak selera makan pagi, langsung menyetir ke perusahaan.
Di bawah gedung pencakar langit, begitu LuoQi membelok masuk langsung melihat mobil off-road dengan plat nomor yang terasa familiar. Itu mobilnya Pei Shixiao, yang biasanya berdebu di garasi bawah tanah apartemen, kadang ia pakai keluar sekali dua kali.
Pei Shixiao membuka pintu mobil dan turun, melangkah cepat ke arahnya.
LuoQi tak menyangka dia akan menemukan sampai ke kantor. Setelah semalaman, kini dirinya jauh lebih tenang dibanding saat pertama kali tahu perselingkuhannya, perlahan menepikan mobil.
Pei Shixiao semalaman tak tidur, sudah menunggu di sini sejak sebelum pukul enam, khawatir akan melewatkannya.
Jendela mobil diturunkan.
Dia menyangga kaca mobil, sedikit membungkuk, suaranya agak parau: "Aku ingin meminta maaf langsung padamu."
“Luo Qi tidak menatapnya, memandangi kaca depan mobil, "Diterima."”
Pei Shixiao mengawasi pipinya, menyesal tidak lebih sering memeluknya saat kembali ke Suzhou kemarin. Saat itu dia bersandar di dekapan-nya, berkata mereka tidak akrab, mengapa dia tidak segera berbalik.
“Aku dengannya...”
Luo Qi memotongnya: "Ini urusanmu. Memarkir mobil untuk menjaga kehormatan tahun-tahun lalu. Jika tak ada hal lain, minggirlah, aku mau menutup jendela."
Tangan Pei Shixiao masih bertumpu di kaca mobil yang setengah tertutup, beberapa ucapan yang harus dihadapi langsung, bukan sekadar masalah postur tubuh, tapi sulit diungkapkan.
“Hubunganku dengannya belum sampai seperti yang kau bayangkan.”
“Tak ada bedanya.” Luo Qi membuka kartu: “Kau terpesona orang lain, menginjak hatiku yang tulus, saat itulah kita sudah tak mungkin lagi.”
“Bukan sengaja mengabaikanmu, tak tahu cara memohon maaf.” Pei Shixiao mengulang: “Maaf.”
Dia berdiri tegak, menarik kembali tangan, masih menjaga kesopanan dan seni: “Silakan masuk, jangan sampai mengganggu pekerjaan.”
Luo Qi menginjak gas, masuk ke area parkir bawah tanah.
Pei Shixiao kembali ke mobilnya, tubuhnya terasa lemas tak bertenaga.
Sekretaris menelepon menanyakan acara penting malam ini, apakah akan dibatalkan.
Pei Shixiao mengusap-usap batang hidungnya, "Jangan dibatalkan."
Ia menyuruh sekretaris memesan tiket pesawat untuk segera kembali ke Shanghai siang itu.
Mengirim pesan ke Luo Qi: 【Aku harus kembali ke Shanghai urus pekerjaan. Setelah selesai akan menemanimu. Tak peduli berapa lama kau memaafkanku, aku akan menunggu. Setahun tidak cukup, dua tahun pun aku tunggu.】
Luka yang ia timbulkan padanya perlu waktu untuk sembuh.
Pei Shixiao terpaksa memohon bantuan Luo Yuli: 【Tolong sering-seringlah menghiburnya belakangan ini.】
Selama dua hari berturut-turut, performa kerja Luo Qi di kantor tidak optimal. Beruntung Jiang Yueru jarang muncul di perusahaan sehingga tak menyadari keanehan perilakunya.
Baru pada hari ketiga, ia berhasil menyesuaikan kondisi diri. Saat meninjau dokumen, pikirannya tak lagi melayang-layang.
【Kak, rumah sudah ketemu. Sudah kuperiksa, cukup bagus. Kapan luang untuk tandatangani kontrak?】
【Sabtu.】
Baru saja membalas pesan sepupu perempuannya, Jiang Yueru datang mencarinya.
Meletakkan telepon genggam, bergegas menghampiri.
Jiang Yueru mengangkat kelopak mata, meliriknya, "Lingkaran hitam hari ini tidak parah. Dua hari sebelumnya sungguh tidak tega dipandang."
"Anda bisa melihatnya?" Luo Qi tersenyum, "Saya pikir sudah tertutupi."
"Kurang tidur langsung terlihat, mana mungkin bisa ditutupi dengan dandan." Jiang Yueru berkata sambil lalu: "Mendekati pendaftaran pernikahan, beberapa hari ini jangan sering terjaga semalaman. Memasang foto dokumen dengan mata panda tentu tidak cantik."
Sambil bicara, menyerahkan sebuah dokumen penting padanya, "Pelajari baik-baik kalau ada waktu. Beberapa hari lalu saya sudah berdiskusi dengan Direktur Jiang, dia tidak keberatan dengan penugasan mendadakmu di Yuanwei Medical. Penunjukan jabatanmu akan turun bulan Desember."
"Terima kasih Direktur Jiang." Luo Qi tidak membuka map dokumen, sudah menebak isinya adalah data penting Yuanwei Medical, dia mengembalikannya ke hadapan Jiang Yueru, "Direktur, saya lebih memilih tetap di markas besar Yuanwei."
Jiang Yueru kebingungan: "Kesempatan sebaik ini tidak kau raih, bodoh? Aku ini orang berpengalaman, kuberi tahu, pria disiplin itu langka. Jangan pernah menguji pria, sedikit saja yang bisa lolos ujian. Berjauhan terlalu lama, cepat atau lambat pasti ada masalah."
Luo Qi tidak lagi menyembunyikan: "Sudah ada masalah. Beberapa hari lalu diputuskan."
Jiang Yueru tertegun, tiba-tiba tidak tahu harus ikut sedih untuk Luo Qi, atau ikut senang untuk keponakannya.
Sebagai perempuan, dia berharap perasaan Luo Qi berjalan mulus, rasa dikhianati itu sendiri pernah dia alami, tahu betapa menyakitkannya, jadi sungguh tidak ingin Luo Qi mengalaminya.
Namun sebagai bibi, keponakan masih punya kesempatan setelah melewatkan enam tahun, mana mungkin dia tidak senang.
Sesaat campur aduk perasaannya.
"Direktur Jiang, saya tidak apa-apa, sudah bisa mengatur diri." Luo Qi menggoda diri sendiri: "Lingkaran hitam saya saja sudah tidak jelas, bukankah Anda yang bilang?"
Jiang Yueru menyesal: "Aku tidak menyadari, kukira kau kurang tidur karena lembur."
Dia menunjuk map dokumen: "Yakin tidak mau pergi?"
“Tidak pergi. Tinggal di markas besar.” Pernikahan dibatalkan, keluarga sekarang juga mengabaikannya, untuk apa dia pulang.
Jiang Yueru tidak menambahkan komentar, "Dokumen ini sudah tidak terpakai, antarkan ke Direktur Jiang."
"Baik." Luo Qi mengambil dokumen dan pergi, teringat hari itu matanya bengkak karena menangis sampai ketahuan Jiang Shenghe, benar-benar tak ingin bertatapan dengannya.
Jiang Yueru sengaja tidak memberitahu keponakannya bahwa Luo Qi sudah putus, menunggu dia sendiri menemukan keanehan itu.
Jiang Shenghe baru saja tiba di kantor, sedang mempersiapkan rapat video.
Sekretaris Ju datang minta instruksi: "Direktur Jiang, Asisten Luo ada di luar, mengantarkan dokumen."
Jiang Shenghe tiba-tiba menatap, "Luo Qi?"
"Ya. Masih di luar."
"Suruh dia masuk."
Hingga Luo Qi berdiri di depan meja kerja, Jiang Shenghe masih bingung, mengapa bibi menyuruhnya mengantarkan dokumen.
Selama bertahun-tahun, dia dan bibinya memahami seni masing-masing. Dia tak pernah sengaja ke kantor bibi untuk bertemu Luo Qi, bibinya juga tak pernah memaksa Luo Qi muncul di hadapannya.
Luo Qi menjelaskan alasan datang mengembalikan dokumen: "Aku memutuskan tetap di markas besar."
Jiang Shenghe belum sempat menanyakan mengapa dia tidak pergi ke Yuanwei Medical, pandangannya menyapu map dokumen di tangannya, lalu terhenti pada jari manis tangan kirinya.
Cincin pernikahannya sudah dilepas.
Saat itu, gelombang emosi dahsyat menggelora dalam hatinya.
Dengan usaha maksimal mempertahankan ketenangan lahiriah, dia mengangguk halus tanda mengerti.
Luo Qi sudah terbiasa dengan sifatnya yang hemat kata, menaruh dokumen lalu pergi.
Begitu pintu tertutup, Jiang Shenghe mengumpulkan diri, menelepon Jiang Sishun dengan nada menuntut: "Tiga hari berlalu, belum ada hasil investigasi, bagaimana kerjamu?"
Jiang Sishun sebenarnya sudah mendapat kabar mengejutkan. Khawatir kejutan itu sia-sia, dia memverifikasi ke beberapa sumber lagi.
"Aku sedang makan, rencananya habis ini baru kuberitahu. Siapa sangka kau tak sabar menunggu beberapa menit." Dia mengklaim jasa: "Ini berkat karma baikku kau bisa dapat hari ini. Ingat, mulai sekarang sembah aku beberapa kali tiap hari."
Setelah lama terdiam, Jiang Shenghe akhirnya bisa mengeluarkan suaranya, "Luo Qi yang mengajak putus?"
"Ya. Aku tak ingin menyelidiki alasan detailnya, berikan Luo Qi sedikit privasi dan penghormatan."
"Tak perlu diselidiki. Berikan aku dokumen perusahaan Pei Shixiao."
Jiang Sishun khawatir Jiang Shenghe bertindak tak rasional, "Kau mau apa? Cari masalah dengan Pei Shixiao?"
"Tak ada waktu untuk itu. Apa untungnya bagiku jika dia bangkrut sekarang? Memberi kesempatan bagi Luo Qi untuk bersimpati padanya?"
"Lalu untuk apa kau butuh data perusahaannya?"
Jiang Shenghe berkata: "Greb semua proyek dalam negeri yang sedang dia incar baru-baru ini, carikan beberapa proyek luar negeri yang setara sebagai kompensasi. Hal lainnya, baru dibahas setahun kemudian."
"......" Jiang Sishun tertawa, "Kejam tetap kau yang paling kejam." Dengan menjerat Pei Shixiao dalam proyek-proyek luar negeri, membuatnya tak sempat mengganggu Luo Qi, menghilangkan kemungkinan rujukan mereka.
