Andai bukan karena timing yang tidak tepat, dialah yang akan proaktif mendekati Luo Qi - menanyakan apakah bersedia merendahkan hati menjadi asistennya.
Usai menutup telepon, Jiang Shenghe mengirim pesan ke Qin Moling: “Tunda negosiasi. Jadwal baru menyusul.”
Qin Moling: 【Ada urusan dadakan?】
Jiang Shenghe blak-blakan: 【Ya. Luo Qi akan datang ke sini.】
Qin Moling: “......”
Kehilangan kata-kata.
Sambil menunggu kedatangan Luo Qi, telepon dari senior di Shanghai menyela.
"Sudah beberapa waktu tidak berhubungan. Setiap kali menelepon, paling banyak hanya tiga kalimat basa-basi, lalu langsung membahas Luo Zhiqiu."
Jiang Shenghe mengira panggilan ini untuk memberitahu bahwa Pei Shixiao telah membantu perusahaan Luo Zhiqiu melewati kesulitan sementara. Jika benar demikian, Pei Shixiao akan mendapat poin plus di keluarga Luo Qi. Tapi tak masalah, yang penting tekanan pada Luo Zhiqiu sudah hilang.
Dengan santai ia berkata: "Kan sudah disepakati Pei Shixiao yang akan mengurus ini."
Senior itu menghela napas, "Kau salah hitung."
Wajah Jiang Shenghe berubah halus, "Maksudmu? Dia tidak mengurus?"
"Ya. Sepertinya tidak dianggap serius." Mustahil Pei Shixiao sengaja tidak membantu. Waktu itu masih bulan Juni, saat ia sudah memastikan akan menikahi Luo Qi, tentu ingin mertuanya baik-baik saja.
"Bulan ini perusahaan Luo Zhiqiu bahkan kesulitan membayar gaji. Teknisi inti di departemen R&D sudah menyerahkan surat pengunduran diri. Tak bisa disalahkan, mereka pun harus menghidupi keluarga. Nostalgia tidak bisa mengisi perut."
Alasan spesifik mengapa Pei Shixiao tidak mengurus hal ini, orang yang lebih tua tidak tahu, juga tidak sempat menyelidiki. Baru hari ini dia mengetahui bahwa inti teknologi perusahaan Luo Zhiqiu telah pindah ke perusahaan besar sejenis lainnya.
Bocor di atap, hujan malam berturut-turut. Kini Luo Zhiqiu memiliki keinginan tapi tak punya tenaga cukup.
"Pengembangan perusahaan hanya mengandalkan dia seorang pasti tidak bisa. Perusahaan tanpa prospek, merekrut orang yang cocok pun sulit."
Jiang Shenghe mengajukan pertimbangan, "Cari perusahaan untuk menandatangani perjanjian taruhan dengan Luo Zhiqiu. Beri pendanaan yang dia butuhkan. Jika keuntungan tidak memenuhi syarat perjanjian, saat itu dia harus menyerahkan semua paten teknologinya tanpa syarat."
"Ini." Orang yang lebih tua berkata, "Memberinya kesempatan, sekaligus membuatnya merasa kita bukan berbuat amal, tapi punya tujuan. Dengan begitu dia tak perlu terbebani hutang budi."
Tindakan Jiang Shenghe ini tepat untuk mencegah Luo Zhiqiu kembali tertekan oleh utang budi. Enam tahun terakhir, punggung Luo Zhiqiu telah bungkuk oleh beban hutang sosial, terengah-engah tak bisa bernapas.
"Saya harus merepotkan Anda lagi."
“Kali ini tidak merepotkan, aku senang. Anggap saja sebagai hadiah pernikahan untukmu dan Luo Qi.”
Jiang Shenghe menangkap penekanan khusus pada frasa “kali ini” dari orang yang lebih tua itu. Ia tersenyum: “Sebelumnya saat Anda membantu, apakah tidak rela?”
“Sekarang boleh kuberi tahu kebenaran, benar-benar tidak rela, dari dalam hati tidak rela. Kau membantu pacar orang lain, mana mungkin aku rela? Karena tak ingin mengganggu perasaanmu, aku diam saja. Hal seperti menjadi pengantin bagi orang lain ini sungguh melawan sifat dasar pengusaha. Kali ini pasti memuaskanmu.” Sang senior tertawa, lalu menutup telepon.
Jiang Shenghe belum sempat meletakkan ponsel ketika suara ketukan pintu terdengar.
“Direktur Jiang.” Suara Luo Qi.
“Silakan masuk.” Di meja Jiang Shenghe tak ada dokumen, hanya komputer yang menyala. Sebelum Luo Qi mendorong pintu masuk, tangannya telah berada di mouse.
Luo Qi kembali dari rumah sakit tanpa mampir ke kantornya, langsung mencari Jiang Shenghe. Sepanjang jalan ia telah mempersiapkan laporan kinerja, strategi untuk memperjuangkan posisinya.
“Duduk.” Jiang Shenghe tidak menunggunya bicara, langsung bertanya: “Serah terima pekerjaan di sana butuh berapa lama? Paling lambat kapan bisa mulai bertugas?”
Luo Qi hampir tak bisa menjawab, “Seminggu cukup untuk serah terima, paling lambat Senin depan.”
Jiang Shenghe cukup puas, menunggu seminggu lagi, dia bisa berada di sampingnya.
Beberapa hal perlu diutarakan dulu agar nanti berjalan takdir yang wajar, tak perlu penjelasan berlebihan. Dia melepas mouse, menatapnya saat bicara, “Sebelum operasi Direktur Jiang, tim saya hampir tidak lembur. Karena Direktur Jiang segera pensiun, sekarang beban kerja berlipat ganda. Lembur akan jadi hal biasa ke depannya, persiapkan mentalmu.”
“Tidak masalah.” Luo Qi justru membutuhkan pekerjaan berat untuk mengisi waktu sepulang kerja. Sibuk bekerja akan mengalihkannya dari emosi gagal cinta.
Jiang Shenghe melanjutkan, “Perjalanan dinas juga sering. Di tim saya, saat ini hanya kamu yang lajang. Xiao Jiang mungkin menikah tahun depan, urusannya banyak. Saat liburan nanti kamu harus mengambil alih tugas dinasnya. Ada masalah?”
“Saya siap.”
Jiang Shenghe mengangguk, lalu berkata: "Tugasmu adalah membantuku menangani urusan grup. Hal-hal kecil seperti menyajikan teh dan menuangkan air tak perlu kau lakukan. Jangan buang waktu untuk itu. Aku sudah terbiasa merebus kopi sendiri."
Kebiasaan ini sudah dipahami Luo Qi. Saat dinas di Kota Hai, dia memang merebus kopi secara pribadi dan menuangkan secangkir untuknya serta Xiao Jiang masing-masing. Penekanan hari ini tentang tak perlu menyajikan teh sebenarnya adalah cara halusnya menyuruhnya fokus pada pekerjaan, tanpa perlu bermain sandiwara.
Jiang Shenghe sulit menebak isi hati perempuan ini, melanjutkan: "Jika ada perbedaan pendapat dalam pekerjaan, kau boleh mengusulkan pandanganmu. Tapi siapkan mental, usulanmu mungkin akan sia-sia karena belum tentu kuterima."
Luo Qi: "...Tapi kewajiban untuk menyampaikan tetap akan kulakukan."
Ini adalah jawaban standar.
Sebagai asisten yang memiliki kesadaran.
Jiang Shenghe tiba-tiba penasaran, jika dia tak lagi menganggapnya sebagai bos dan tak perlu bermain sandiwara, seperti apa jawaban yang akan diberikan?
“Beberapa kebiasaan kerja saya, Anda bisa tanya pada Sekretaris Ju. Ke depan akan sangat sibuk, usahakan untuk memperpendek masa penyesuaian.”
Luo Qi menyahut: “Baik, saya akan mencari Sekretaris Ju untuk detail lebih lanjut. Direktur Jiang, apakah ada persyaratan lain dari Anda?”
Dia tidak pernah memberikan syarat apapun padanya.
Cukup berada di sisinya.
“Untuk sementara tidak ada.” Jiang Shenghe bersikap formal dalam urusan publik, “Harapan gaji tahunanmu bisa dikirim via email, nanti akan ada penilaian komprehensif.”
Menyangkut gaji, Luo Qi tidak ragu-ragu. Menjadi asisten Jiang Shenghe lebih berat intensitas kerjanya dibanding sebagai asisten Jiang Yueru. Dia yakin mampu menjalankan tugas ini.
Jiang Shenghe kembali mengambil mouse, “Kembalilah bekerja.”
Posisi asisten akhirnya dipastikan, menghemat banyak prosedur administratif.
“Terima kasih atas kepercayaan Direktur Jiang.” Luo Qi berpamitan.
Setelah keluar dari kantor Jiang Shenghe, Luo Qi mencari Sekretaris Ju. Siang itu Sekretaris Ju bahkan tidak sempat istirahat, terlalu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.
“Shifu (Guru).” Luo Qi mengetuk pintu dengan lembut.
Pintu memang sudah terbuka, Sekretaris Ju ramah berkata: “Masuk duduk, ada buah-buahan, ambil sendiri jangan sungkan.”
“Tak perlu.” Luo Qi berdiri di depan pintu tidak masuk, “Malam ini kalau sempat, telepon saya, saya mau tahu kebiasaan kerja Direktur Jiang.”
“Kalau Nona tidak mencari saya pun saya akan mencari Nona.” Sekretaris Ju berbisik pelan: “Malam kita mengeluh-eluhkan dia. Saya sudah bebas, Nona harus bekerja keras nih.”
Luo Qi tersenyum, “Telepon saja.”
Dia tidak lagi mengganggu Sekretaris Ju, kembali ke kantornya sendiri.
Pekerjaan yang perlu diserahterimakan Luo Qi tidak banyak, sebagian besar tugas Jiang Yueru sudah diambil alih Jiang Shenghe, bagian terkait ini akan dilanjutkannya di sana, tak perlu serah terima.
Sisanya, diserahkan ke sekretaris Wakil Chairman berikutnya.
Malam hari tiba di rumah, telepon Sekretaris Ju tepat waktu datang.
Sekretaris Ju masih lembur di perusahaan, tapi urusan bos lebih penting dari segalanya, jadi dia setel alarm, menelepon Luo Qi tepat pukul setengah delapan.
“Shifu, sudah selesai bekerja?”
Luo Qi berada di balkon, memeriksa apakah bibit mentimunnya sudah mengeluarkan tunas.
“Baru saja selesai kerja, minum air sebentar lalu mau pulang. Takut lupa kalau sudah di rumah nanti karena kesal sama anakku.” Sekretaris Ju menghela napas, “Umurku sudah tiga puluh tujuh delapan tahun, belum pernah lihat anak seperti ini, jujur.”
Kegelisahannya nyata, tanpa sadar mengusap-usap pelipisnya.
“Masih kelas dua SD, tenanglah.”
“Aku tidak bisa tenang. Sekarang semua pada sibuk bersaing, dia malah bermalas-malasan. Bagaimana masa depannya nanti?”
Luo Qi mencontohkan Jiang Shenghe, “Bos kita waktu kecil lebih merepotkan daripada anakmu. Menurut Direktur Jiang, pernyataan permintaan maafnya bisa beberapa kali dalam satu semester.”
Sekretaris Ju Cess tertawa tertekan, perasaannya langsung membaik, “Jangan sampai dia tahu soal ini ya.”
Ia kembali ke topik utama, menjelaskan secara detail beberapa kebiasaan Jiang Shenghe yang terkait pekerjaan – sisi yang belum pernah diketahui Luo Qi sebelumnya.
Luo Qi mengambil buku catatan dan mencatat secara sederhana, dari awal hingga akhir, Sekretaris Ju tidak menyebutkan satu pun hal yang berhubungan dengan kehidupan pribadinya.
"Kondisi perasaan Direktur Jiang, tidak ada satu pun di kantor direktur yang paham."
Saat mengucapkan ini, Sekretaris Ju tidak bisa tidak merasa bersalah.
Bos menyukai Luo Qi adalah rahasia terbuka di kantor direktur.
Sekretaris Ju berpura-pura berbisik pada Luo Qi: "Jangan sekali-kali mencoba menguji masalah perasaan Direktur Jiang, pengaturan jadwal pribadi Direktur Jiang juga jangan ditanya satu kata pun. Lagipula, semakin sedikit yang kau tahu, semakin baik. Terutama bos seperti Direktur Jiang yang dirindukan banyak perempuan, sebagai asisten, pertama-tama mulut harus rapat."
Luo Qi tentu tidak akan banyak bertanya, karena Jiang Shenghe pernah memberitahunya bahwa dia pernah direpotkan oleh perasaan.
Bekas lukanya, mana mungkin dia mencoleknya?
"Sekitar segini." Sekretaris Ju dengan halus berkata: "Ini beberapa kebiasaan yang kusimpulkan saat berkoordinasi dengan Direktur Jiang. Setiap orang dengan orang yang berbeda pasti memiliki pola interaksi yang berlainan, usahakanlah menemukan pola interaksi yang lebih efektif antara dirimu dan dia."
Dia semula ingin mengatakan pola interaksi yang 'nyaman', tapi diujung lidah diubah menjadi 'efisien' agar terkesan berjarak.
Luo Qi mengucapkan terima kasih, mencatat semua poin dengan saksama.
Pada hari Jumat itu, surat penunjukan jabatannya turun.
Beralih dari asisten Jiang Yueru menjadi asisten Jiang Shenghe - di mata jajaran tinggi, ini di luar dugaan namun masuk akal. Sebagai orang paling tepercaya Jiang Yueru, Jiang Shenghe pun merasa tenang menyerahkan posisi ini padanya.
Yang mungkin mengejutkan mereka adalah keputusannya melepas kesempatan emas ke Yuan Wei Healthcare yang tak akan terulang.
Malam ini baru pulang setelah lembur sampai pukul sembilan. Pertama kali sampai rumah, langsung menuju balkon untuk memeriksa tanaman mentimun kecil.
Lima hari berlalu, setiap bibit mentimun sudah bertunas. Dua helai daun kecil membentang, dengan pencahayaan balkon yang cukup, pertumbuhannya terlihat cukup baik.
Baru saja mengambil beberapa foto belum sempat dikirim ke Luo Yu, telepon Kakak Sepupu menyela.
Kemarin dia meminta bantuan Kakak Sepupu menanyakan kondisi perusahaan ayahnya kini. Sekarang kabar balasan datang.
Luo Yuli sebenarnya sudah tahu kondisi perusahaan paman, kemarin hanya berpura-pura tidak tahu. Dia tidak ingin sepupunya khawatir, terpaksa berbohong akan membantu menanyakan, situasinya seharusnya tidak parah.
Industri tempat paman berkecimpung tidak ia kenal, jaringan hubungannya juga tidak sampai ke sana, bantuan yang bisa diberikan terbatas.
"Kak, bagaimana kabar ayahku?"
Luo Yuli menyembunyikan detail penting: "Sudah kutetapkan. Harga bahan baku naik drastis, harga produk kehilangan keunggulan kompetitif, pasti tidak bisa dibandingkan dengan dulu."
Luo Qi sedikit lega. Ekspektasinya tidak tinggi, yang penting bisa bertahan, "Bilang ayah jangan khawatir, utang akan kukembalikan. Ada mutasi pekerjaan yang termasuk promosi, gajiku naik sekitar 30%."
Luo Yuli bertanya: "Masih kurang berapa? Utang ke Pei Shixiao?"
"Tidak berhutang padanya."
Luo Yuli paham, "Uang itu memang kami pinjamkan ke paman. Dari awal sudah bilang, kembalikan saat ada rezeki. Ngapain buru-buru?"
Luo Qi terpaksa menjelaskan: "Aku tidak buru-buru, cuma khawatir ayah yang panik."
Yang benar-benar dikhawatirkannya saat ini adalah, perusahaan milik kakak sepupunya kehilangan klien besar seperti keluarga Pei Shixiao. Akan sulit mencari klien sepadan, sehingga kelebihan kapasitas produksi akan memicu masalah seperti pemutusan hubungan kerja.
Setelah menutup telepon, Luo Yuli berpikir cara membantu pamannya.
Di Shanghai, Pei Shixiao tiba-tiba teringat perusahaan Luo Zhiqiu.
Awalnya dia serius menanggapi hal ini, bahkan berniat mencari orang yang tepat untuk membantu. Namun perhatiannya teralihkan oleh Cui Peng, ditambah proyek baru yang memaksa rapat beruntun.
Langsung dilanjutkan perjalanan dinas ke California. Sekembalinya, terjadi insiden di bawah apartemen Cui Peng.
Urusan itu terlupakan sama sekali.
Dia memencet batang hidungnya, menyuruh sekretaris menyelidiki kondisi terkini perusahaan ayah Luo Qi.
"Tunggu."
Sekretaris bertanya, "Ada perintah lain, Pak Pei?"
"Cari tahu kabar terbaru Luo Qi."
Selama periode ini Dia tidak mengganggunya, banyak urusan menjadi satu alasan, juga ingin dirinya sendiri meraih kedamaian. Tidak ada telepon, tidak ada kabar, tidak tahu apa yang dilakukannya setiap hari.
Baru saja tadi, tiba-tiba sangat merindukannya.
Keesokan hari, Sabtu.
Pei Shixiao pagi hari mengajak orang membicarakan urusan penting, baru kembali ke perusahaan pada siang hari. Dalam perjalanan pulang, sekretaris meneleponnya, mengatakan perusahaan Luo Zhiqiu karena tidak sanggup bertahan, telah menandatangani perjanjian taruhan dengan perusahaan investasi.
“Kapan ditandatangani?”
“Pagi ini.”
Pei Shixiao dilanda penyesalan diri, jika Luo Zhiqiu bukan dalam keadaan jalan buntu, tidak akan menandatangani perjanjian taruhan.
Sekretaris melanjutkan laporan: “Nonaku Luo belakangan ini bekerja secara wajar, Jiang Yueru karena kondisi kesehatannya, pensiun lebih awal. Nonaku Luo tidak lagi menjabat sebagai asisten Jiang Yueru. Kemarin juga, penunjukan jabatan baru turun, menjadi asisten Jiang Shenghe.”
Pei Shixiao tertegun sebentar, “Setuju.”
Senin segera tiba, hari pertama Luo Qi menjabat.
Masuk lift, refleks menekan lantai kantor lamanya. Baru tersadar saat lift berhenti, sekarang tujuan selanjutnya adalah lantai tempat bos berada.
Dia menekan nomor 42.
Bukan dia yang pertama tiba. Xiao Jiang dan dua rekan lain sudah datang lebih awal.
Mereka menyapanya dengan nada riang.
Sekretaris Ju pernah bilang, di seluruh lantai 42, orang yang paling sulit diajak akur adalah Jiang Shenghe.
Luo Qi berusaha membiasakan diri dengan tata ruang kantor barunya - bekas kantor Sekretaris Ju ini memiliki pemandangan yang lapang.
Sudah sibuk hampir setengah jam, barulah Jiang Shenghe muncul.
Hari ini tidak ada waktu untuk rapat rutin. Sang bos harus menghadiri pembukaan acara negosiasi yang dimulai jam setengah sepuluh, berlokasi sekitar 5 kilometer dari Gedung Yuanwei.
Pukul 8.40, Luo Qi mendatangi Jiang Shenghe untuk mengingatkan: "Direktur Jiang, kita bisa berangkat sekarang."
Jiang Shenghe bangkit dari kursi, mengambil setelan jas yang tergantung di sandaran kursi, sambil berjalan dia mengenakannya.
Luo Qi tiba-tiba teringat kacamata minus. Malam itu dia mengemudi, khusus kembali ke rumah Direktur Jiang untuk mengambil kacamata. Matanya minus 300 derajat, masih ada kesempatan untuk menggunakan kacamata.
Tidak tahu apakah Sekretaris Ju sebelumnya menyediakan kacamata.
Dia bertanya: "“Direktur Jiang, apakah Anda punya kacamata cadangan? Saya ingin menyediakan satu pasang.”" Untuk jaga-jaga.
Tangan Jiang Shenghe yang sedang menyambar lengan baju berhenti sejenak. Ini pertama kalinya dia serius memperhatikan urusannya, meski hanya demi pekerjaan.
"“Ada.”" Dia berbalik dan mengambil kotak kacamata dari laci, berupa kacamata berbingkai emas yang paling sering digunakannya.
Luo Qi menerima kotak kacamata itu. Jiang Shenghe melihatnya memasukkan kotak kacamata ke dalam tas yang dibawanya.
