Luo Qi kembali ke kantornya membawa laptop dan setumpuk dokumen. Tangannya penuh sehingga tidak bisa mengetuk. Pintu terbuka, dia memanggil dari ambang pintu: "Direktur Jiang."
Jiang Shenghe tidak meladeni, bahkan kelopak matanya pun tidak berkedip.
Luo Qi sudah sangat terbiasa. Setiap kali masuk baik dengan mengetuk atau memanggil, dia tidak pernah menanggapi. Terkadang juga menyindir: "Kalian semua pelupa ya?"
Karena dia sudah berkali-kali bilang, saat pintu terbuka tak perlu mengetuk, langsung masuk saja.
Dia dan Xiao Jiang serta yang lain tidak bisa melakukannya, ini masalah kesopanan.
Dari pandangan samping, Luo Qi mendekat, Jiang Shenghe mengetuk lembut di sisi mejanya, "Duduk di sini."
Luo Qi mengitari meja besar, meletakkan buku catatan, lalu mengambil kursi dari seberang.
Bukan pertama kali lembur berdampingan dengan bos, sudah terbiasa selama beberapa bulan terakhir, entah mengapa tiba-tiba merasa tidak nyaman hari ini.
Luo Qi duduk, merasakan aura bos menyusup ke sekelilingnya, udara yang dihirupnya seolah mengandung cita rasa jernih dan tenang yang khusus.
Dia tahu ini hanya efek psikologisnya sendiri.
Mengambil dokumen dari keyboard dan mulai membolak-balik halaman, butuh beberapa menit untuk fokus, baru benar-benar masuk ke mode pekerjaan saat membaca halaman kedua.
Jiang Shenghe mengulurkan tangan, "Colokannya."
Luo Qi menyerahkan colokan kabel listrik notebook, "Terima kasih Direktur Jiang."
Jiang Shenghe menyambungkan kabel listrik, akuisisi RuiPu Medical semuanya dilanjutkan oleh Li Rui, juga dia yang mengurus, detail konkretnya dia tidak paham, karena Luo Qi tertarik pada pencetakan 3D, barulah dia mempelajari secara mendetail.
Telepon genggam di meja bergetar, penunjuk identitas pemanggil: Pelukis Sang Guru Yu
Dia berdiri, mengambil telepon dan berjalan ke dekat jendela baru menerima panggilan.
"Direktur Jiang, selamat siang. Permisi mengganggu. Potretnya sudah selesai, butuh beberapa hari untuk dikeringkan, bolehkah saya foto dulu untuk Anda lihat?"
"Baik, terima kasih."
Menutup telepon, tak lama kemudian Sang Guru Yu mengirimkannya lukisan minyak itu.
Malam hujan di Suzhou itu, Xiao Jiang berhasil menangkap gambaran saat dia memeluk erat Luo Qi sambil memegang payung dan berjalan maju.
Mungkin karena terlalu antusias, foto yang diambil Xiao Jiang biasa saja, tidak bisa menampilkan pemandangan indah payung dalam hujan, dia pun menghubungi pelukis minyak terkenal Sang Guru Yu, meminta Beliau melukiskan adegan saat itu berdasarkan foto.
Lukisan minyak itu berhasil menangkap pemandangan yang dia inginkan, dalam rintik hujan, sosok yang menjauh dari dia dan dirinya di bawah payung.
Jiang Shenghe menyimpan lukisan itu, kembali mengucapkan terima kasih pada Sang Guru Yu.
Meletakkan ponsel, dia pergi merebus kopi.
Luo Qi memusatkan dua belas energi untuk merapikan dokumen, tak tahu sang bos ngapain aja setelah telepon, sampai secangkir kopi tiba-tiba muncul di samping komputernya.
Dia menatap, "Terima kasih, Direktur Jiang."
Kini dia sudah terbiasa melihat bos mereka merebus kopi dan mengambil kopi, kadang bahkan dengan lancar membuatkan segelas untuk bodyguard.
Mungkin merebus kopi bisa bikin ketagihan.
Jiang Shenghe kembali ke kursi singgasananya, menyadari sesuatu tak beres. Sebelum telepon, kursi Luo Qi tak sejauh ini dari miliknya. Dari perkiraan jarak sekarang, dia memindahkan kursinya setidaknya dua puluh sentimeter ke luar.
Dia meliriknya dua kali, lalu memeriksa data di layar laptopnya, "Pantulan layar laptop mengganggu, dari sini tak jelas terlihat."
Luo Qi memutar sudut laptopnya, sambil bertanya, "Direktur Jiang, apa sekarang bisa jelas?"
“Bisa melihat, tapi Jiang Shenghe tidak bersuara.”
“Sepertinya masih tidak jelas terlihat. Keduanya duduk begitu jauh, melihat layar komputer yang sama memang mudah silau. Pekerjaan yang penting, Luo Qi terpaksa berdiri dan mendorong kursinya mendekati arahnya.”
“Ternyata percuma dia memindahkan kursi tadi.”
“Setelah merapikan dan menganalisis semua data yang dibutuhkan bos, serta berdiskusi dengan bos tentang masalah tim manajemen RuiPu Medical saat ini, waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan.”
“Ayo makan, naik mobil saya.”
“Baik.” Luo Qi membungkuk mengiyakan.
“Jika bukan karena kesalahannya, bos tak perlu lembur malam ini.”
“Sesampainya di mobil, Jiang Shenghe menyuruh sopir mengantar ke restoran langganan mereka.”
“Setiap kali makan siang kerja selalu di sana, menunya enak dan harganya terjangkau. Luo Qi selalu memesan sup ketiga, mengira bos memang suka sup tomat telur.”
“Karena datang terlambat, restoran tidak ramai. Mereka langsung mendapat meja.”
“Tim RuiPu Medical saat ini cukup baik. Beri tahu Li Rui, usahakan sebisa mungkin untuk mempertahankan tim tersebut.”
“Baik.” Luo Qi menunjukkan kepedulian: “Perusahaan akan menugaskan siapa untuk takeover RuiPu?”
Jiang Shenghe sedang menyesap teh, menoleh memandangnya. Rencananya akan menugaskan dia ke sana, minatnya terhadap pencetakan 3D begitu besar. Setelah pengakuannya nanti, baru akan mengirimkannya. Sempat terpikir untuk menahannya di sampingnya, tapi itu agak terlalu egois.
Bos dan asisten menjalin hubungan, terdengar kurang pantas. Orang takkan mengkritik dirinya, tapi pasti akan menjelekkan dia.
Markas besar RuiPu Medical ada di Beijing, tapi memiliki pusat riset dan pengembangan di Suzhou yang mengharuskan bolak-balik dua kota.
Untuk saat ini belum akan memberi tahu, nanti ingin memberinya kejutan.
“Belum diputuskan, nanti saja dibahas.”
Luo Qi mengangguk, selama belum pasti, mungkin masih ada kesempatan untuk memperjuangkannya.
Jika berhasil, gajinya bisa berlipat ganda, pelunasan utang akan lebih mudah. Tapi juga berarti harus meninggalkan kantor direktur.
Tanpa disadari muncul perasaan berat hati.
Diambilnya cangkir teh, disesapnya dengan pikiran yang melayang-layang.
Saat kurang fokus, ada teman SMA yang meneleponnya. Di grup chat dia hampir tak pernah bicara. Beberapa hari lalu karena mengumumkan alasan putus di circle friends, banyak yang menghubunginya akhir-akhir ini - ada yang ingin mendekatinya, ada juga yang mau menjodohkannya. Tak tahu apakah teman ini termasuk skenario pertama atau kedua.
Luo Qi menerima panggilan, bertukar basa-basi sebentar.
"Akhir pekan ini ada waktu kosong? Aku ingin reservasi slot waktumu dulu."
Luo Qi setengah bergurau: "Bicara kerja sama boleh, tapi aku tolak rencana pernikahan."
Teman itu tak bertele-tele: "Aku juga tak ada pilihan. Ada mantan teman sekelas yang selama bertahun-tahun masih merindukanmu. Tahu kamu lajang, dia ingin mencoba lagi. Kita semua di Beijing, ayo makan bersama. Kita juga sudah dua tiga tahun tak bertemu."
Luo Qi: "Lain kali jika ada waktu, aku yang traktir kamu."
Sang teman menangkap penolakan halus dari nada bicaranya.
Selama percakapan itu, Jiang Shenghe bersandar di sandaran kursi, pandangannya tak lepas darinya.
Percakapan akhirnya selesai. Jiang Shenghe meletakkan cangkir teh: "Ada yang mau menjodohkanmu?"
"Ya."
“Kini semua orang di circle friends-mu, termasuk mitra kerja dan klien, tahu kau lajang.”
“......”
Luo Qi menatap bosnya, tak mengerti apa maksud sebenarnya bos.
Jiang Shenghe: “Saat forum puncak itu, tahu kenapa He Wancheng menyuruhku menyingkirkanmu saat kami bicara?”
Sebelumnya Luo Qi tak berprasangka. Menyingkirkan dirinya tentu karena ada rahasia dagang yang tak pantas diketahui. Saat itu, sambil menunggu bos, Pei Shixiao mengejarnya keluar dari lokasi konferensi.
Jiang Shenghe berkata: “Direktur He bertanya, apakah temanku gagal merayumu? Kalau gagal, dia mau memperkenalkan junior keluarganya padamu. Oktober tahun lalu sudah kukatakan temanku akan mendekatimu. Sembilan bulan berlalu. Jika sekarang kuakui belum memperkenalkan siapa-siapa, menurutmu ini pantas?”
Dalam hati Luo Qi bergumam, pantas atau tidak, seharusnya bukan pertanyaan untuk mempertanyakan dirinya.
Dari ekspresinya, Jiang Shenghe sudah menebak kritik diam-diam itu. Di luar pekerjaan, ekspresinya sebenarnya sangat hidup, mungkin sang empunya sendiri tak menyadari.
“Saat itu aku beralasan, bilang tidak tahu bagaimana hubunganmu dengan Pei Shixiao. Alhasil kau malah mengumumkan di circle friends bahwa tidak akan rujuk. Kalau nanti He Wancheng mengajakmu duduk-duduk lagi, mau pergi atau tidak? Mitra seperti dia sudah kau tolak sekali, menurutmu alasan apa yang bisa dipakai untuk penolakan kedua kalinya tanpa menyinggung perasaannya?”
“Selain Direktur He, mungkin masih ada penanggung jawab klien besar lain yang ingin mendekatimu atau memperkenalkan pacar untukmu. Saat itu bagaimana kau akan menghadapinya? Menolak semua orang sampai gengsi mereka terluka?”
Luo Qi juga berpikir cara mengatasi masalah ini. Menolak orang lain adalah haknya, tapi pihak lawan pasti tidak nyaman, merasa gengsinya tersinggung, yang sedikit banyak akan memengaruhi pekerjaannya.
“Jumat ini aku akan beli cincin. Kalau ada yang mau memperkenalkan pria lagi, akan kukatakan sudah punya pacar.”
“Metode itu juga tidak boleh.” Jiang Shenghe membuka album fotonya, “Kini langsung umumkan di circle friends, biar orang lain tidak punya pikiran lagi.”
Luo Qi: “......”
Cincin saja belum dibeli, tanpa properti, bagaimana mau mengumumkan?
“Hanya teks mengatakan aku sudah punya pacar?”
“Orang lain akan mengira dia jadi cacat karena tertantang Pei Shixiao.”
“Foto dan lukisan minyak, sudah aku kirim ke kamu, buat jadi perisai manusia buatmu.”
Luo Qi buru-buru membuka kotak dialog, melihat di bawah payung dia merangkulnya, kenangan yang susah payah dibunuhnya, kembali tertantang seketika olehnya.
Jiang Shenghe sendiri juga sedang melihat foto, yang perlu dia lakukan sekarang adalah mengaburkan perbatasan rasa atasan dan bawahan di antara mereka, tidak bisa terus membuatnya menganggap dia sebagai bos.
“Saat Direktur He mencariku, aku sedang bertanya-tanya dalam hati bagaimana caranya menolak secara tuntas untukmu.” Dia tidak bilang foto itu hasil jepretan Xiao Jiang, “Manajer aula utama yang memotret, dia kira kita pasangan, bilang suasana saat itu bagus, iseng motret sekali. Aku menyuruh Sang Guru Yu melukisnya dalam bentuk lukisan minyak, jadi saat kamu unggah di circle friends tidak ada yang mengenali sosok yang menjauh itu adalah aku. Kasih kode di bagian sosokku di foto, terus unggah bareng sama lukisannya.”
Luo Qi membuka gambar lukisan minyak itu, langsung terpesona. Hanya melihat lukisannya saja, sama sekali tidak akan menghubungkan sosok perempuan di dalamnya dengan dirinya, bahkan orang terdekatnya pun tidak akan berprasangka.
Tapi jika dilihat bersamaan dengan foto, baru akan terlihat.
"Alat peraga sudah kuserahkan, langsung posting sekarang juga, jangan bertele-tele."
"...Baik, Direktur Jiang."
Anehnya, saat bos menyuruhnya memposting, ia benar-benar melakukannya. Entah kemana hilangnya jiwa pemberontakannya.
Luo Qi menyukai lukisan itu, menyimpan gambar lukisan minyak tersebut.
Setelah menyimpan lukisan, mulai mengedit foto. Sebagai ahli retouch, foto Luo Yu dengan mentimun kecil bisa diubah jadi potret taman idaman, mengedit sosok bos pun mudah dilakukan.
Tidak sampai sepuluh menit, hasil editan sosok bosnya sampai mungkin sang bos sendiri tak mengenali.
Dua foto itu dipasangkan caption: Malam Hujan Suzhou. Lukisan minyak sengaja dipesan khusus.
Setelah diposting, kolom komentar dan like langsung penuh sesak.
Grup chat kelas SMA-nya pun langsung kekacauan.
Luo Qi membalas serempak: Baru jadian belum lama, bukan orang Suzhou, kalian tidak kenal. Terima kasih atas doa restu semuanya.
Luo Yu: 【(menangis histeris)(menangis histeris)(menangis histeris)】
Dia kirim pesan pribadi ke sepupu: Kapan punya pacar, kok sampai sembunyikan dari aku? (Hm)
Luo Qi menjelaskan singkat ke adik sepupu: Ini pacar palsu hasil editan. Di foto itu rekan kerjaku, dia cuma bantu-bantu.
Luo Yu: 【......】
Luo Qi menjelaskan: Ada mitra kerja mau menjodohkanku, kalau ditolak takut menyinggung, begini lebih praktis.
Luo Yu: 【Waduh, cantiq selalu banyak masalah, sama kayak aku, hahaha.】
【Kakak tadi bikin aku kaget setengah mati, Klienku sampai hampir nangis bombay. Di matamu dia bahkan belum punya nama!】
Luo Qi tersenyum: 【Biarlah dia jadi pemeran utama pria orang lain.】
Di seberang meja makan, Jiang Shenghe sedang melihat foto circle friends Luo Qi. Bahkan dirinya sendiri tidak mengenali sosok yang menjauh itu. Ia meneguk beberapa teguk teh untuk meredakan protesnya.
Syukurlah, copywriting dan balasannya akhirnya paham situasi.
Dia like, pertama kalinya meninggalkan pesan untuknya: 【Lukisan minyak bagus, dikerjakan dengan hati-hati.】
Luo Qi: “......”
Ini pujian untuk diri sendiri.
Chu Lin berkomentar: 【Lukisan minyak ini punya cerita. Nanti kalau kamu bosan dengan potret ini (sambil tersenyum), taruh di kedai anggur kecilku.】
Dia tidak akan bosan, tapi suatu hari nanti lukisan ini tidak pantas disimpan lagi. Mungkin saat bosnya mengungkapkan perasaan pada kekasih hati, atau saat dia memulai kehidupan barunya sendiri.
Dia menyetujui Chu Lin: 【Mungkin aku akan segera bosan. Nanti akan kutaruh di kedai anggurmu.】
Makanan dihidangkan, keduanya meletakkan ponsel.
Luo Qi diam-diam menyantap makanannya. Saat memposting di circle friends tadi, rasanya seperti dipengaruhi oleh sesuatu - tanpa ragu tanpa pertimbangan, langsung diunggah begitu saja.
Kini sudah tenang, ada sedikit penyesalan. Masalah perjodohan meski sudah terselesaikan, tapi memikirkan orang dalam foto itu adalah bos, rasanya mata seperti kepanasan, tidak bisa menatap lawannya.
Jiang Shenghe memecah keheningan, tidak ingin dia terlalu canggung karena urusan circle friends. Meski perlu mengaburkan batas, tapi beberapa hal justru berlebihan, "Di kantor direktur, kamulah yang masalah rumit terbanyak, satu demi satu. Ini seharusnya menjadi urusan orangtuamu, kini aku pasif memerankan peran mereka."
Luo Qi hampir terdiam, tiba-tiba teringat perkataan Luo Yu: Bos begitu baik padamu, seolah memanjakanmu seperti anak perempuan, jangan sampai mengkhianati niat baik bos. Bekerja keras, nanti saat sudah kaya, berbaktilah pada bos.
Saat itu Luo Yu salah mengira Jiang Shenghe sebagai Jiang Yueru, tapi ucapan ini kini cocok untuk Jiang Shenghe, sungguh sudah banyak mengkhawatirkannya.
Dia akan bekerja dengan baik untuk Yuanwei sebagai imbalan.
Setelah makan, sopir mengantar Jiang Shenghe ke vila terlebih dahulu, kemudian mengantar Luo Qi pulang.
Jiang Shenghe menebak bahwa dia tak ingin bicara, mengambil setelan jas dari sandaran kursi dan menyampirkannya di badan, lalu bersandar di sandaran kursi untuk beristirahat.
Luo Qi melirik Jiang Shenghe, yang sedang memejamkan mata beristirahat, mungkin kelelahan. Dia kembali membuka lukisan minyak itu.
Hanya dua hal yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama sejauh ini: satu adalah nama kedai minuman kecil, satunya lagi adalah lukisan ini.
Suzhou di malam hujan.
Kau datang, aku masih di sini.
Lukisan minyak itu hanyalah prop bagi sang bos. Dia pasti tak akan menyimpannya, menyimpan pun percuma.
Luo Qi mengunci layar ponsel, berbalik badan menatap Jiang Shenghe, "Direktur Jiang."
Jiang Shenghe tetap memejamkan mata, "Ya."
"Aku ingin berdiskusi dengan Anda tentang sesuatu."
"Masalah pekerjaan mungkin tak bisa didiskusikan. Selain itu, silakan katakan."
"Ini urusan pribadi. Bisakah lukisan minyak itu diberikan padaku? Anda sudah membantu saya besar-besaran, tak bisa lagi membuat Anda mengeluarkan biaya. Saya yang akan membayar lukisannya."
Lukisan itu bernilai puluhan ribu tael.
“Dia boleh minta berapa pun, nanti Sang Guru Yu akan melukis beberapa lagi.”
Jiang Shenghe menyetujuinya: “Bisa. Lukisan itu lima ribu keping, tunggu sampai lukisannya kering dan dibingkai baru kuberikan padamu.”
“Terima kasih, Direktur Jiang.”
Luo Qi tidak paham tentang lukisan, tidak bisa menilai nilainya, apalagi menyangka bosnya meminta pelukis terkenal untuk melukis.
Lima ribu bagi dia bukan jumlah kecil, tapi sudah lama dia tidak membeli sesuatu yang disukainya untuk diri sendiri.
Sekali-kali bermewah.
Langsung dia transfer lima ribu ke Jiang Shenghe.
Jiang Shenghe menerimanya, mengirim pesan ke Sang Guru Yu: 【Mohon lukis satu lagi, yang itu sudah kuberikan padanya.】
Sang Guru Yu: 【Selamat sudah berhasil memberikannya.】
Jiang Shenghe tersenyum: 【Kenapa Bapak juga ikut mengolok-olok saya.】
Sepanjang jalan Luo Qi tidak memperhatikan rambu jalan di luar jendela, masih memikirkan lukisan itu.
Saat mendekati vila, telepon dari paman tiba.
Dari semua keluarga, hanya nomor paman yang tidak dia saring. Setelah bertengkar dengan keluarga, ini pertama kalinya paman meneleponnya.
Seharusnya ada hubungannya dengan paksaan Istri Paman yang memintanya mengembalikan uang hari ini. Sebelum mengangkat telepon, Luo Qi reflek melirik ke arah bosnya, mendapati bos juga sedang menatapnya dengan sorot mata penuh makna.
Dia: “......”
Jiang Shenghe: “Kalau tidak nyaman, mobil bisa berhenti di depan. Aku turun dulu baru kamu angkat telepon.”
Mana mungkin dia menyuruh bos turun mobil hanya untuk memberinya ruang menerima telepon.
“Tidak ada yang tidak nyaman.” Tanpa disadarinya, dia kembali menjelaskan: “Ini bukan telepon dari Pei Shixiao, tapi dari keluarga.”
Sebelum getarannya berhenti, dia mengangkat telepon.
“Paman.”
“Qiqi, sibuk tidak?”
“Tidak, sudah pulang kerja. Ada perlu apa, Paman?”
Paman menghela napas.
Dugaan Luo Qi terbukti benar, memang tentang urusan Istri Paman itu. Kalau tidak, Paman tidak akan sampai mengeluh seperti ini.
Paman benar-benar sudah kehabisan akal baru menghubungi keponakannya. Malam ini, istrinya bahkan tidak mau makan, bersikeras bahwa selama Luo Qi belum meminta maaf, dia tidak akan berhenti membuat keributan.
“Istri saya geram, Kini masih marah: Lihat dia arogan sekali! Saya meminjam uang untuk keluarganya malah mendapat perlakuan pengecut ini, saya mengincar apa!”
“Qiqi, hal siang tadi saya sudah tahu. Tante Besarmu itu tidak bernakik, mungkin dia sudah terlalu banyak melihat, lebih realistis dibanding anak muda seperti kalian, perasaan tidak bisa dijadikan makanan, dia kesal karena kau bodoh, hari baik tidak kau jalani.”
“Dia bukan benar-benar minta kau mengembalikan uang, mungkin akhir-akhir ini tekanannya juga besar, bicara tanpa pikir. Sudah ribut dengan saya semalaman, kalau kau tidak minta maaf dia tidak akan ada habisnya. Qiqi lihatlah gengsi saya, jangan menyindir dia, masuk ke grup chat dan minta maaf padanya, Boleh?”
Luo Qi tidak tega pada paman, meski paman sangat mementingkan imbalan, tapi tak pernah menyindirnya sepatah kata pun, pada ayahnya juga bersikap tulus, “Paman maaf, saya benar-benar tidak bisa, uang yang kami pinjam akan saya berusaha lunasi cepat. Pamam, jaga diri baik-baik.”
Saat dia menggantung telepon, Jiang Shenghe bertanya penuh perhatian: “Mendesakmu mengembalikan uang lagi?”
Luo Qi menggelengkan kepala, “Bibi tidak terima, pulang ke rumah dan membuat keributan dengan Paman, mengancam bahwa kalau saya tidak meminta maaf dengan baik di grup keluarga, masalah ini tidak akan berakhir. Paman meminta saya mengalah, masuk ke grup dan meminta maaf ke Bibi, biar masalah ini selesai.”
Jiang Shenghe langsung tegas: “Minta maaf tidak mungkin.”
Luo Qi juga tidak akan meminta maaf. Saat dia keluar dari grup keluarga dulu, sama sekali tidak terpikir untuk masuk kembali. Dia mengerti sifat Bibi yang suka pamer dan materialistis, semakin diberi kelonggaran semakin berani. Begitu dia minta maaf, Bibi dan segudang kerabat yang sudah diblokirnya pasti akan menyindirnya dengan nada sinis sampai membuatnya mual.
Mobil berhenti di depan vila. Luo Qi melirik halaman depan yang luas dan mewah, terdapat kolam renang terbuka, di sebelahnya ada taman besar.
Dulu saat dia dan Luo Yu memasang penyangga mentimun di balkon kontrakan, mereka pernah bermimpi memiliki rumah seperti ini – dengan halaman luas, plus mengadopsi seekor anjing.
Jiang Shenghe turun dari mobil, menatap mobil itu menjauh. Dia tidak terburu-buru masuk ke vila, menyalakan sebatang rokok di halaman, lalu mencari nomor telepon kerabat senior di Shanghai dan menelepon.
“Maaf merepotkan Anda lagi.”
Suara di ujung telepon tertawa: “Lain kali bawalah orangnya untuk menemui saya, atau beri tahu saya untuk hadir di pernikahanmu. Kecuali dua hal ini, jangan telepon lagi menggangguku.”
“Sebentar lagi. Tolong bersabar sedikit lagi.”
“Kudengar Qin Moling sudah memotret foto pernikahan.”
Jiang Shenghe membersihkan abu rokoknya, “Foto pernikahannya diedit pakai Photoshop bayaran.”
Kerabat senior itu tertawa terbahak, “Mereka punya dokumentasi proses pemotretan, mana mungkin hasil editan. Kurasa kau hanya iri hati.”
Kembali ke topik utama, kerabat itu bertanya: “Ada keperluan apa?”
“Tolong hubungi Tante Besar Luo Qi, aku perlu bicara langsung dengannya.”
Jiang Shenghe menjelaskan secara singkat situasi keluarga Luo Qi saat ini kepada kerabat senior tersebut, termasuk pinjaman dari keluarga Tante Besar, “Keluarga pamannya yang dulu aktif menawarkan pinjaman.”
“Mereka yakin Luo Qi akan menikah dengan Pei Shixiao. Sekalipun menikah, utang 10 juta dolar AS itu tetap harus dilunasi.”
Jiang Shenghe berkata: “Apapun motif mereka meminjamkan uang secara proaktif, kami tetap harus berterima kasih. Tapi dia tidak seharusnya menggunakan utang 10 juta itu sebagai token taruhan demi kepentingan keluarganya sendiri, memaksa Luo Qi untuk rujuk dengan Pei Shixiao.”
“Kau minta aku menghubungi Tante Besar, apa maksudmu ingin memperkenalkan beberapa klien baru ke perusahaannya?”
“Aku tidak sempat mengurusi itu. Aku hanya akan membantu orang-orang yang Luo Qi pedulikan, dan yang juga menghormatinya. Tante Besar tidak termasuk dalam kriteria itu.”
Kehidupan Luo Qi sudah cukup sulit - dikhianati setelah hubungan enam tahun, pernikahan dibatalkan, masih menanggung utang. Tante Besar bukannya berempati, malah mengancam.
Orang yang selalu dia jaga dengan hati-hati, tak tega melihatnya sedikitpun terluka - mana mungkin dia biarkan orang lain seenaknya menuduh dan mengancam tanpa sedikitpun penghormatan.
“Orang yang lebih tua mengerti, ini untuk melampiaskan kekesalan Luo Qi, mengingatkannya: \"Perusahaan keluarga Kakak Sepupu Luo adalah Luo Yuli yang memegang saham, setara dengan perusahaannya. Sepengetahuanku, hubungan saudara kandung mereka cukup baik, Luo Yuli adalah kakak yang sulit ditemukan.\"”
“\"Ya, aku tahu. Aku tidak akan menyentuh perusahaan mereka, Luo Qi peduli pada sepupunya.\" Orang yang penting bagi Luo Qi, juga penting baginya, \"Aku hanya menarget Tante Besar. Bukankah Tante Besar suka mengancam orang seenaknya? Aku akan tunjukkan padanya, dalam hal mengancam, aku lebih ahli darinya.\"”
“......”
