Ekspresi wajahnya tidak terlalu terlihat, tetapi Luo Qi bisa merasakan bahwa seharusnya dia sangat terkejut.
"Setuju. Mau makan apa, aku yang pesan dulu." Jiang Shenghe sudah mengambil telepon genggamnya.
"Tak perlu. Aku yang traktir." Luo Qi mengulangi: "Hari ini aku yang bayar."
Jiang Shenghe menurunkan lengan baju kemeja yang tersingsing, merapikannya, "Jam berapa berangkat?" Dia mengambil kancing manset di samping komputer dan memakainya.
Luo Qi: "Pukul enam?"
"Boleh."
Luo Qi membawa rencana proyek pergi, saat berjalan tak sengaja melirik ucapan restu yang ditulisnya.
Saat sampai di pintu dia kembali memutar, "Ada satu hal lagi."
Jiang Shenghe sedang memasang kancing manset satunya, memberi isyarat agar dia melanjutkan.
"Hari ini Profesor Liang menemui saya, meminta bantuan merekomendasikan desainer. Katanya ingin merenovasi rumah suite yang Kau beli di Old Town Suzhou."
Seharusnya vila bergaya taman, Profesor Liang waktu itu menyebutkan ada tamannya.
"Desainer yang dia cari adalah ibuku."
Seandainya ini terjadi sebelum ulang tahun Luo Qi, dia masih khawatir apakah ibunya akan menyulitkannya, tapi sekarang sama sekali tidak perlu cemas.
"Ibuku mau merenovasi vila itu?"
Ternyata benar vila.
"Ya. Profesor Liang bilang sekarang sudah pensiun, punya waktu untuk tinggal di sana."
“Jiang Shenghe sebelumnya tidak pernah mendengar ibu membocorkan soal renovasi rumah. Tapi yang pasti, meski sudah pensiun, ibu tetap sibuk. Beliau dipekerjakan kembali, tiap minggu ada kelas, liburan musim panas dan musim dingin juga padat, plus berbagai aktivitas.”
Ia berkata datar: “Tahun lalu di Suzhou, ibu sudah tahu siapa dirimu. Mungkin beliau ingin memanfaatkan renovasi ini untuk lebih sering berkunjung dan mengenal Tante Jiang. Urusan orang tua, biarkan saja.”
Dari mulutnya, ini terdengar hal biasa. Tapi Luo Qi tahu, membuat Profesor Liang aktif merangkul bukanlah perkara mudah.
Ucapan terima kasih terasa tak berbobot. Ia tak mengatakannya, hanya mengukirnya dalam hati.
“Direktur Jiang, saya akan pulang tanggal sebelas, Festival Pertengahan Musim Gugur tidak bisa menemani Anda.”
“...Pakai ‘Anda’ lagi.”
“......” Ingin bilang ‘kau’, tapi terlalu risi.
Setelah Luo Qi keluar, Jiang Shenghe menelepon ibunya menanyakan situasi sebenarnya.
Liang Zhen: "Rumah di Suzhou benar-benar tidak diperlukan lagi, sudah bertahun-tahun tidak dikunjungi. Desain dekorasi yang dibuat ibu Luo Qi pasti yang paling disukainya. Mari persiapkan dulu, saat pertunangan nanti akan kami berikan ke keluarga Luo Qi."
Jika hubungannya dengan Luo Qi tidak terjadi, setelah renovasi selesai akan dijual kembali.
"Ibu, terima kasih."
"Tak perlu berterima kasih. Bukankah sudah dijelaskan? Kita masing-masing berusaha." Liang Zhen tidak menyebut: Bersikap baiklah pada ayahmu, dialah yang paling khawatir tentangmu.
"Ibu kapan rencana ke Suzhou?"
"Liburan 11, setelah Festival Pertengahan Musim Gugur langsung berangkat."
Jiang Shenghe terdiam beberapa detik, "Aku akan pulang makan malam saat Festival Musim Gugur, nanti menemani Ibu ke Suzhou."
Saat itu mereka akan memeriksa rumah dan berdiskusi tentang desain. Ia menemani ibunya, sementara Luo Qi menemani Tante Jiang - bisa dianggap sebagai pertemuan resmi antar wali.
Luo Qi memotong kertas batal bertuliskan restu itu, menyisakan separuh lembar yang diselipkannya ke dalam dompet.
"Dulu setengah tahun sekali pun belum tentu membuka dompet, sejak menjadi asisten Jiang Shenghe, setiap hari membuka dompet. Dulu di dompet hanya ada kartu, sekarang ada segalanya - catatan, faktur, kartu bunga."
Pukul lima setengah, sepupu perempuan mengirim pesan: 【Kak, jam berapa sampai rumah? Aku akan ke tempatmu.】
Luo Yu yang baru kembali dari laporan kinerja di markas besar Shanghai, melewatkan ulang tahun sepupu perempuannya berencana menebusnya malam ini dengan memasak beberapa hidangan untuk sang sepupu.
Sudah memesan bahan makanan online, nanti akan diambil sambil lewat.
Luo Qi terpaksa berbohong: 【Malam ini aku ada jamuan makan malam, kau datang saja besok malam.】
Luo Yu yang baru sampai di area lift, belum sempat membaca balasan sepupunya, tiba-tiba melihat bayangan hitam dalam pandangan sampingnya.
Lain kali pergi harus cek kalender Huang dulu, setiap kali bisa dikurung olehnya. Sepertinya dia sengaja muncul di lantai ini tepat waktu untuk mencari-cari kesalahanku.
"Direktur He, kebetulan sekali."
"Tidak, aku sengaja mencarimu."
"......Hal ini tidak bisa berakhir, ya?"
"Setuju."
“Mau apa? Jadi pacarmu kau juga tak mau.”
“Sekarang aku mau!”
“......”
He Xu menyatukan kedua tangan di saku sambil memperhatikannya. Andai dari awal dia bersikap sopan dan mengaku salah dengan sungguh-sungguh, masalah ini pasti sudah selesai. Tapi nyatanya tidak.
Luo Yu bagai pegas kecil yang memantul keras setelah tertekan. Saat He Xu pura-pura mau menciumnya dulu, nyaris membuatnya ketakutan setengah mati. Kini dia tak gentar lagi.
Hari ini gilirannya yang akan menakuti.
Luo Yu mendekat, berpura-pura akan menciumnya.
He Xu tahu itu cuma gaya-gayaan. Sekalipun diberi nyali, tetap takkan berani.
“Kau kira kabur ke Shanghai bisa menghindar?”
“Siapa yang menghindar? Aku pulang untuk rapat, tahu?!”
Bibir mereka semakin mendekat.
He Xu: “Jangan sok misterius. Beranikah kau?”
“Kalau berani, hapuskan masalah ini. Kau berani janji?”
He Xu mendengus dingin.
Sesaat kemudian, dia menempelkan bibirnya ke bibirnya.
Saat itu, otak Luo Yu kosong, berusaha tenang: "Hapuskan, jangan cari aku lagi nantinya."
Dia tidak berani melihat wajah He Xu, mungkin pucat pasi, atau menjadi hitam.
Lift tiba, dia melangkah besar masuk, asal menekan lantai.
Sampai di bawah rumah, jiwa Luo Yu masih belum kembali.
Kabar sepupu perempuan kembali masuk: 【Yu Bao? Sibuk?】
Luo Yu: 【Kak, baru saja kepemimpinan cari aku. Setuju, aku besok malam pergi.】
Malam ini jiwa tidak di tempat, ingin pergi pun tak bisa.
Luo Qi: 【Besok aku yang beli bahan makanan, tak perlu kau siapkan.】
Sepupu perempuan tidak lagi membalas, mungkin kepemimpinan lagi mencarinya.
Luo Qi masih memikirkan urusan rumah Liang Zhen, dia membuka kotak dialog ibu, terakhir kali berhubungan masih bulan Juni, saat dia mengirim circle friends mengumumkan 'pacar' malam itu.
Ibu bertanya: 【Punya pacar?】
Dia menjawab: 【Palsu, untuk menangani bunga persik busuk.】
【Ibu, aku pulang saat Festival Pertengahan Musim Gugur.】
Kini setelah resmi menikah dengan Jiang Shenghe, dendam yang selama ini kupendam pada orang tua ternyata lenyap begitu saja seperti keajaiban.
Jiang Yifang membaca pesan anak perempuannya dengan perasaan campur aduk antara iri dan haru.
Ia tak lagi membeberkan berbagai peristiwa masa lalu. Bagaimanapun juga, setelah Nyonya Pei mendatanginya, hatinya mulai goyah dan berharap anaknya bisa rujuk.
Wajar saja kalau anak perempuan itu menyimpan dendam padanya.
Bulan lalu, kondisi kesehatan suaminya memburuk akibat tekanan pekerjaan yang terlalu berat, sampai harus dirawat di rumah sakit hampir setengah bulan. Jiang Yifang harus bolak-balik antara menemani suami di rumah sakit, lembur menyelesaikan pekerjaan, dan terjun langsung ke lokasi proyek.
Sejak awal tahun mereka menggarap proyek besar yang membuatnya tak bisa libur selama enam bulan berturut-turut, baru pekan lalu semua rampung.
Beberapa bulan terakhir ini, Tante Besar tak lagi sering berkunjung ke rumah mereka sehingga suasana akhirnya tenang.
Perusahaan suaminya masih kesulitan, tapi selama belum ada kerugian berarti masih ada harapan.
Segala kesulitan itu akhirnya berhasil mereka lewati.
Sekalipun anak perempuannya tak pulang, ia sudah merencanakan akan menjenguknya saat liburan.
【Pengen makan apa? Ibu akan siapkan dari sekarang.】
【Luo Qi menyusun daftar dan mengirimkannya ke ibu.】
Jiang Yifang bertanya lagi:【Bisa tinggal lebih beberapa hari di rumah? Ibu kebetulan juga libur, pekerjaan di tangan tidak perlu buru-buru, tunggu setelah lebaran baru mulai lagi.】
Luo Qi:【Bisa tinggal empat lima hari.】Masih harus membagi beberapa hari untuk bos.
Jiang Yifang berseri-seri:【Sebelum pulang telepon Ibu, jemput kamu di stasiun.】
【Bu, kalau pulang jangan bahas hal dulu lagi.】
【Tidak akan. Ibu dan Ayahmu memang salah, waktu itu hanya memikirkan agar hari-harimu lebih ringan, tidak mau kamu kelelahan lagi, tidak mempertimbangkan perasaanmu yang serius menanggapi hubungan.】
Jiang Yifang menghentikan diri sendiri:【Lupakan ini. Yu Li bilang, kamu mentransfer uang ke pamanmu beberapa hari lalu, bagaimana bisa mengumpulkan sebanyak itu dalam setahun? Kamu tidak boleh sama sekali tidak pakai uang. Bukannya sudah diingatkan, utang tidak perlu kamu kembalikan, Ibu dan Ayahmu paling-paling sepuluh tahun lagi, kalau perusahaan Ayahmu sudah membaik, mungkin lima enam tahun sudah bisa lunas.】
Luo Qi: 【Sudah kuhabiskan. Setelah pindah posisi kerja, sering lembur, upah lemburnya banyak. Aku beli baju, juga membeli lukisan minyak yang kusukai, tidak memperlakukan diri sendiri dengan buruk.】
Selama tidak membahas masa lalu, tidak ada kecanggungan antara dia dan ibunya.
Masalah Liang Zhen yang meminta ibu mendesain, akan dibicarakan langsung saat pulang nanti.
Jiang Yifang tidak memberitahu putrinya bahwa selama liburan Oktober, putri dari keluarga kakak iparnya yang besar akan menikah. Bagaimanapun juga dia tidak akan mengizinkan putrinya datang, lagipula keluarga tidak tahu kalau putrinya pulang.
Pukul enam, Luo Qi tepat waktu pulang kerja.
【Direktur Jiang, saya akan menyetir sendiri ke sana, besok berangkat kerja lebih nyaman.】
Jiang Shenghe: 【Saya juga menyetir sendiri.】
Kedua orang itu tidak turun bersama, tetapi tiba di kedai minuman kecil hampir bersamaan.
‘Kau datang, aku masih di sini’.
Luo Qi sudah memesan meja di lantai satu sebelumnya, pencahayaan lantai satu lebih redup dan suram dibanding lantai dua, setiap hari berulang kali memutar beberapa lagu nostalgia lambat.
Dulu pernah ada tamu yang mengusulkan, bisakah mengganti daftar lagu, si bos dengan semaunya menjawab tidak bisa.
Lagu-lagu itu adalah lagu kesukaan Chu Lin.
Sesekali juga diputar komposisi piano, semuanya karya permainan Chu Lin.
Saat memesan, Luo Qi hanya mendapat meja di dekat pintu, hanya beberapa langkah dari pintu masuk.
Jiang Shenghe melepas setelan jasnya dan menaruhnya di bangku sebelah. Karena mereka semua mengemudi, tidak bisa minum alkohol.
"Kau mau minum apa?" tanyanya pada Luo Qi.
"Jus ceri."
Datang ke kedai minuman tapi tidak minum alkohol, malah menyantap iga kambing panggang dari restoran sebelah sambil merayakan hari pernikahan bos. Semuanya terdengar konyol, tapi memang benar-benar terjadi.
Di meja paling dalam duduk seorang wanita berambut pendek. Melihat tamu di meja dekat pintu, dia terkejut lalu cepat-cepat menutupi wajahnya dan pindah ke kursi seberang, membelakangi pintu masuk.
Kedua tangannya sibuk mengetik: 【Bos dan Luo Qi datang! Ada di meja dekat pintu! Kau tetap di toilet dulu!】
Xiao Jiang: "......"
Dia buru-buru bertanya pada istrinya: 【Apa Direktur Jiang melihatmu?】
【Nggak kelihatan, sinarnya redup. Mereka nggak perhatiin dalem.】 Jiang Shenghe cuma pernah ketemu dia sekali, ngobrol nggak sampe tiga kalimat. Mungkin udah lupa wajahnya.
【Katanya mereka udah BE, kok malah dateng bareng ke kedai minuman?!】
Xiao Jiang: 【Gue juga nggak tau. Gue malah pengen mereka rujuk.】
Hari ini Direktur Jiang ngasih amplop merah gede ke kita. Gue ngajak istri makan tulang kambing buat nghiburin dia yang lagi sedih. Nggak nyangka bosnya ikutan dateng.
Mereka malah nggak naik ke lantai dua.
Istri kirim lagi: 【Terus lu gimana? Mau nyapa?】
【Udahlah, canggung banget.】
Kedai ini ada pintu belakang nyambung ke dapur. 【Gue kenal bosnya. Keluar lewat belakang aja. Lu main hp dulu, gue buruan belanja ke supermarket.】
Mau road trip pas liburan 11. Tadinya rencana belanja besok malem, sekarang gue duluan aja.
Pemilik kedai minuman kecil ini secara nominal adalah teman Chu Lin, yang membuka toko alat musik tradisional. Siang hari mengajar bermain qin di tokonya, malam hari datang ke kedai minuman kecil untuk mendengarkan musik dan melukis.
Xiao Jiang pernah memesan area lantai dua di sini sebelumnya, meninggalkan kontak WeChat, sesekali saling memberi like.
Dengan mulus keluar dari pintu belakang, dia memberi tahu istrinya lalu mengemudi ke supermarket.
Istri Xiao Jiang menahan diri untuk tidak menoleh melihat meja di dekat pintu masuk.
Iga kambing panggang sudah matang, pelayan dari restoran sebelah membawa iga kambing panggang masuk melalui pintu belakang, mengantarkannya ke meja Luo Qi.
Luo Qi tidak buru-buru makan. Dari tasnya dikeluarkan dua buah kunci: satu kunci rumah sewa, satu kunci cadangan mobil. Sangat sederhana namun merupakan seluruh ketulusannya.
Dia menyodorkan kunci-kunci itu ke hadapan Jiang Shenghe: "Setelah aku pindah ke Rui Pu, perjalanan dinas akan menjadi hal rutin. Kadang perlu kau menyiram tanaman hijau di balkonku."
Kini belum menanam mentimun kecil, nanti saat musim semi baru benar-benar butuh dia sering menjaganya.
Jiang Shenghe menerima kunci penjara. Dia sudah sangat puas bisa diundang ke kedai minuman kecil, tak menyangka Luo Qi bahkan akan memberinya kunci.
“Kapan uang sewa jatuh tempo?”
“Sudah lewat, aku memperpanjang satu tahun lagi.”
Jiang Shenghe mengangguk, tak mengambil keputusan apapun untuknya.
“Daerah itu bagus, fasilitas hidup lengkap.”
Luo Qi melanjutkan pembicaraan tentang hadiah: “Kau memberiku lukisan minyak. Awalnya aku ingin memberimu hadiah kecil hari ini, tapi belum terpikir apa yang pantas. Nanti kalau menemukan sesuatu yang spesial dan cocok, akan kukejar ketinggalan.”
Dia tak tahu apakah ini termasuk menggambar roti pipih. Beberapa hari terakhir terimbas pengakuan cinta dan pendaftaran pernikahan hingga tak bisa tenang. Setelah gelombang ini berlalu, baru akan memikirkan hadiah apa yang tepat.
Memberitahunya sekarang agar dia tahu, Luo Qi sangat merawat pernikahan ini dan ingin memulai dengan baik.
Sebelum November, pasti akan dikompensasikan.
Tanggal 2 November adalah ulang tahunnya. Tak pantas masih punya utang hadiah saat hari spesial tiba.
Jiang Shenghe tak peduli hadiah, tapi menginginkan pemberian darinya. Karena itu, dia tak menolak.
“Sudah lama dipikirkan?” tanyanya.
Luo Qi mengangguk, "Semua yang bisa kupikirkan, sudah kau miliki." Memberi hadiah yang itu-itu lagi tak ada artinya, lagipula barang yang biasa dia pakai harganya selangit, banyak yang dipesan khusus. Tak perlu baginya berlagak kaya dengan memberi hadiah semacam itu.
Jiang Shenghe berkata: "Aku bantu memikirkan."
Luo Qi sangat berharap, tak perlu lagi ia menguras otak. Hadiah yang diinginkannya baru akan bermakna.
Besok masih harus berangkat kerja, Jiang Shenghe tak serakah menahan waktu. Setelah dia selesai makan, ia berdiri hendak membayar.
"Sudah kukatakan aku yang traktir." Luo Qi berdiri, melalui meja kayu, dengan panik menggenggam lengan sang direktur, "Direktur Jiang silakan duduk, aku yang bayar."
Gadis kasir tak mau menerima uangnya. Chu Lin sudah berpesan pada mereka: Kapanpun Luo Qi datang, berapapun konsumsinya, gratis semua.
Luo Qi menyodorkan ponselnya, "Hari ini beda, bukan menjamu teman."
"Menerima klien?"
"......Bukan, menjamu mantan bos." Kini suami.
Luo Qi bersikeras membayar. Kasir tak kuasa menolak, akhirnya memberi diskon.
Dia meminta struk pembayaran, di atasnya tercantum tanggal pendaftaran pernikahan mereka.
Memasukkan struk ke dalam dompet, dia pergi mencari Jiang Shenghe.
Di meja paling dalam, istri Xiao Jiang mengirim pesan ke suaminya: 【Bos kalian dan Luo Qi sudah pergi, dua menit lagi kau boleh masuk.】
Dengan sedih dia berkata: 【Mereka benar-benar berakhir.】
Xiao Jiang bertanya: 【Kau dengar Direktur Jiang ditolak saat mengungkapkan perasaan?】
【Tidak. Jaraknya agak jauh, bagaimana aku bisa dengar bisikan mereka? Malam ini Luo Qi yang mentraktir bos kalian, dia juga bilang ke kasir ini bukan traktiran teman tapi mantan bos.】
Makan malam pertama Luo Qi di kantor direktur bersama bos terjadi di kedai kecil ini, malam ini sepertinya menjadi makan malam terakhir mereka untuk membicarakan segala hal yang perlu diputuskan.
Jodoh datang dan pergi.
Xiao Jiang masuk lewat pintu belakang, tadi dia melihat bos dan Kak Luo di pinggir jalan. Keduanya datang dengan mobil masing-masing, bos mengantar Kak Luo sampai ke mobilnya tanpa sepatah kata pun.
Kak Luo menunduk sementara bos terus memandanginya, tapi tak mendapat respons.
Adegan itu terlihat pilu sampai tak bisa dipilah lagi.
Xiao Jiang berkata: "Sudahlah, jangan bahas mereka." Perasaan mereka pun ikut murung.
Ia mengangkat gelas anggur dan bersulang dengan istrinya, "Jangan bersedih. Ke depannya jangan ship CP lagi, orang yang tampak serasi belum tentu cocok."
"Aku mengerti."
Hanya merasa sayang untuk mereka berdua.
Kerja sama membutuhkan aura yang selaras, pasangan kekasih memerlukan keserasian energi vital.
Mereka berdua mungkin hanya cocok sebagai rekan kerja.
Begitulah dia menghibur diri sendiri.
Di luar kedai minuman kecil, di tempat parkir yang berjarak puluhan meter, kedua orang itu saling memandang tanpa kata sejenak.
Luo Qi memegang gagang pintu mobil, tak juga bermaksud membukanya untuk naik, menemani Jiang Shenghe berdiri sesaat.
Jiang Shenghe bicara: "Aku punya ide untuk hadiah kecil."
Luo Qi menatap: "Hadiah apa? Katakanlah."
Jiang Shenghe: "Panggil aku 'suami'."
Ia menambahkan dua kata: "Setuju?"
Luo Qi: "......"
"Aku... Direktur Jiang..."
Seketika kehilangan kefasihan bicara.
“Dia bahkan belum membiasakan diri dengan hubungan bulan madu mereka, tiba-tiba disuruh memanggil 'suami' secara langsung, sama sekali tidak punya persiapan mental.”
“Perasaan kompleks, dilema, dan malu saat harus memanggil 'suami' di depan bosnya - Jiang Shenghe sepenuhnya memahami reaksi ini darinya.”
“Bagi dirinya, bersama Luo Qi adalah harapan yang dinanti selama tujuh tahun tujuh bulan. Tapi bagi Luo Qi, penerimaan pengakuan cintanya baru terjadi tiga hari lalu, 72 jam. Hubungan ini masih sangat asing baginya.”
“Hadiah tidak harus diberikan hari ini.”
“Jiang Shenghe sebenarnya ingin memeluknya, tapi akhirnya urung. Ia membukakan pintu mobil untuknya, 'Mengemudi pelan-pelan.'”
“Luo Qi masuk ke mobil, teringat sesuatu, 'Ada kacamata di mobilmu?'”
“Ada. Sudah siapkan kacamata cadangan.”
“Kamu juga mengemudi pelan-pelan ya.”
“Kini setiap ucapan Luo Qi selalu disambut Jiang Shenghe: 'Baik.'”
“Luo Qi menaikkan jendela, duduk sejenak di kursi kemudi sebelum menyalakan mesin.”
“Lampu-lampu di sepanjang jalan terlihat lebih terang dari sebelumnya.”
Luo Qi memutar musik mobil. Hari ini adalah hari yang magis, singkat sekaligus terasa panjang.
“Direktur Jiang.”
“Jiang Shenghe.”
“Bos.”
Panggilan mana saja yang lancar diucapkan bisa disebut, hanya sebutan "suami" yang terasa mengganjal di tenggorakan tak bisa keluar.
Di hari pendaftaran pernikahan ini, dia hanya ingin mendengar panggilan "suami" darinya, permintaan yang terlalu sederhana bahkan tak layak disebut hadiah.
Tapi dia tak bisa memenuhinya.
Mungkin tak ada pasangan yang lebih tidak akrab dibanding mereka.
Ada juga, Jian Hang dan Qin Moling. Entah bagaimana Jian Hang berinteraksi dengan Qin Moling.
Nanti harus belajar pengalaman mengelola rumah tangga dari Jian Hang.
Pikiran kacau sepanjang perjalanan, mobil pun sampai di bawah rumah kontrakan.
Luo Qi menggendong buket bunga itu turun dari mobil, melewati tempat ia melamar malam ulang tahunnya, menembus koridor lampu sensor suara yang sempit. Saat mengambil kunci untuk membuka pintu, teringat malam itu ia lupa mencabut kunci yang masih tertancap di lubang kunci.
Ia menyimpan surat nikah dan amplop kertas kraft pemberiannya dengan rapi, menghitung waktu - seharusnya ia sudah hampir tiba di rumah.
Jari membuka dialog box bos, Luo Qi refleks menarik napas dalam-dalam.
Di sisi lain, ponsel Jiang Shenghe yang terletak di konsol tengak terus bergetar.
Sesampainya di halaman, setelah memarkir mobil, ia meraih ponselnya.
Ada tiga pesan suara dari Luo Qi, masing-masing hanya dua detik.
Jiang Shenghe membuka pesan pertama. Dari suaranya yang terdengar canggung, ia bertanya: "Sudah sampai rumah?"
Tanpa panggilan 'Direktur Jiang' atau kata 'Anda' yang formal.
Secara otomatis, pesan berikutnya mulai diputar.
Pesan kedua: "Suami."
Pesan ketiga: "Tak perlu membalas."
Sunyi menyelimuti halaman, lebih sunyi lagi di dalam mobil.
Ia tidak salah dengar.
Jiang Shenghe memutar pesan nomor dua secara khusus lima enam kali, mungkin juga tujuh delapan kali.
Getaran emosi, kebanggaan yang tulus, tak kunjung stabil.
Dia tetap membalasnya, juga menggunakan pesan suara: "Luo Qi, aku sudah tiba di rumah."
Dia mengirim pesan lagi: "Aku mencintaimu."
Ini adalah kata-kata yang terpendam bertahun-tahun di dasar hatinya, selalu ingin diucapkan tapi tak pernah ada kesempatan.
