Luo Qi melangkah tiga langkah sekaligus dua langkah mendekati jendela lalu menarik tirai jendela biru-abu kain kasar. Dia meminta Jiang Shenghe mematikan lampi, bulan purnama yang terang menggantung di kegelapan malam sebelah timur, di sungai bawah jendela juga ada satu lingkaran.
Bayangan dedaunan rimbun di kedua tepian terpantul, membentuk siluet-siluet kabur.
Sinar bulan sejernih air merembes melalui jendela kayu, membentuk pola kotak-kotak di atas meja kenari. Vas bunga matahari itu pun tertimpa bayangan jeruji jendela, separuh terang separuh gelap.
Adegan serupa persis terdapat dalam lukisan Sang Guru Yu, hanya saja dalam kanvasnya yang terpancar adalah cahaya pagi. Jiang Shenghe menghadirkan pemandangan itu ke dunia nyata untuknya.
Luo Qi berbalik badan, melihatnya meletakkan koper lalu mendekat.
“Bagaimana caranya kau mereplikasi pemandangan ini hampir sempurna?”
“Minta Sang Guru Yu mencampur pigmen, furnitur juga diatur sesuai sudut dan arah yang dia sarankan. Ayah Ibu bekerja keras selama beberapa bulan belakangan, semua bahan mereka beli sendiri di pasar.”
Luo Qi memeluk eratnya, “Kejutan sebesar ini, sebelumnya kau bahkan tak mau mengantarku pulang.” Andai ia langsung menuju kamar pengantin, saat ini keinginannya untuk memeluk pasti tak terwujud.
Jiang Shenghe: “Pemandangan seperti ini paling tepat dinikmati sendiri.” Senyumnya mengembang, “Aku di sini cuma mengganggu.”
“Tidak.”
Ia menarik napas, “Justru andai kau tidak ada di sini, itu baru patut disesali.”
Di dalam kamar lampu tidak pernah dinyalakan, kecerahan dari sinar bulan semakin jelas. Ruangan dipenuhi keheningan magis, di luar jendela, dari trotoar di seberang sungai yang diterangi lampu-lampu sesekali terdengar tawa riang pengunjung.
Jiang Shenghe menempelkan bibirnya di dahi Luo Qi, "Ayo lihat kamarmu." Ia melepaskan pelukan, "Kamar ini perlu dilihat dengan lampu menyala."
Petunjuk tentang kejutan telah diberikan sebelumnya. Saat mendorong pintu dan menyalakan lampu, Luo Qi refleks meraba dinding - semuanya nyata, bukan proyeksi.
Ruangan seluas tujuh delapan meter persegi dihias dengan gaya pedesaan yang menenangkan. Jendela-jendela tua direnovasi, menghadirkan kehangatan yang membentang hingga ke luar jambatan jendela.
Di ambang jendela melengkung yang baru dibangun, mentimun merambat naik mengikuti kisi-kisi kayu. Musim berbunga sedang puncaknya, beberapa buah mentimun muda bergantung di bawah dedaunan hijau yang rimbun, muncul samar-samar di balik kerimbunan.
Ambang jendela rumah orang lain biasanya berada di dalam kasa nyamuk, tapi kamarnya justru sebaliknya. Kasa nyamuk yang bisa dibuka-tutup terpasang di antara ruangan dan ambang jendela, membuat ambang jendela terhalang di luar. Dari sudut pandang Luo Qi, kasa kayu mengurung mentimun kecil di ambang jendela.
Membuka kasa kayu, taman desa langsung terhampar di depan mata. Mendorong lapisan kaca terluar, mentimun kecil di ambang jendela bisa menikmati sinar matahari dan hujan embun sepuasnya. Beberapa helai daun sekarang sudah menjulur keluar jendela, bergoyang gemulai ditiup angin.
Jiang Shenghe berkata: "Menanam terlalu banyak mentimun akan merusak pemandangan. Setelah berdiskusi dengan Ibu, kami hanya menanam satu batang." Daun yang jarang justru pas.
Di balik daun mentimun, Luo Qi melihat pot stroberi. Sebagian besar masih hijau, satu dua buah sudah mulai memerah muda.
Jiang Shenghe menyesal: "Waktu menanam stroberi tidak tepat. Lagi-lagi kau harus makan strawberry asli."
Luo Qi menggelengkan kepala, air mata menetes: "Sama sekali tidak perlu repot seperti ini."
Jiang Shenghe mengeringkan air matanya, “Tidak merepotkan, ini tidak merepotkan sama sekali.” Hanya ingin membuatnya sedikit lebih bahagia, melenyapkan luka akibat pembatalan pernikahan tiga tahun lalu.
Menemani Luo Qi sampai pukul sebelas, baru bersiap kembali ke kamar pengantin setelah ia terlelap. Ayah mertua kembali dari hotel, efek 5D pernikahan hari ini masih membuat Jiang Yifang terpana oleh suguhan visual yang megah.
Ia pun enggan melepaskan kekaguman itu.
“Shenghe, beri kami penjelasan sejujurnya, berapa biaya yang dihabiskan untuk adegan 5D itu?”
“Tidak banyak.”
Jiang Yifang tersenyum: “Kau masih mau membohongi kami. Menurut staf hotel, butuh beberapa tim teknologi terbaik untuk membuatnya, bahkan dua diantaranya didatangkan dari luar negeri. Mana mungkin tidak mahal.”
Jiang Shenghe menghindari inti persoalan, mengatakan beberapa teknologi memang memerlukan kolaborasi tim. Ia meminta mereka beristirahat lebih awal, lalu mengunci pintu dan pergi.
Subuh pukul tiga, Jiang Yifang bangun ke toilet, lampu dapur menyala, terdengar suara berisik di dalam, "Xiao Qi?"
"Huh? Ibu kok bangun?" Luo Qi membawa mangkuk mi instan terendam keluar dari dapur.
"Kau makan mi instan tengah malam?"
"Ya. Terbangun karena lapar."
"Semalam belum makan?"
"Sudah."
Tapi masih lapar.
Luo Qi duduk di meja kayu, menyendok mi tak berasa, "Ibu, kita punya sambal di rumah?"
"Tidak ada." Jiang Yifang keluar dari toilet, "Ayahmu dan aku tidak suka pedas, tak pernah beli." Matanya menyiratkan keheranan: "Bukannya kau juga tidak tahan pedas? Jangan kebanyakan, nanti perut sakit."
"Tidak banyak. Cuma dua hari ini rasa semakin pedas semakin asam baru terasa nikmat."
Jiang Yifang tak fokus mengeringkan tangan dengan handuk, duduk berseberangan dengan putrinya, "Kalian..." Ia bingung mencari kata yang pantas.
“Ada apa?” Luo Qi menghisap mi tanpa suara, melirik ibu, menunggu kelanjutan perkataan sang ibu.
“Kau dan Shenghe rencana punya anak?”
“……”
Luo Qi mengedipkan mata, dia ketahuan?
“Ada reaksi lain tidak?”
“Tidur nyenyak, makan lahap, kurang tidur, tidak kenyang.”
Jiang Yifang tak bisa menyembunyikan kegembiraan: “Seharusnya begitu. Besok pagi Ibu ke apotek beli test pack, kita tes dulu di rumah.”
Luo Qi mengira dirinya akan antusias sampai tak bisa tidur, tapi kepala baru menyentuh bantal beberapa menit sudah tertidur lelap, sementara Jiang Yifang malah insomnia.
Keesokan harinya pagi-pagi, Jiang Yifang pergi ke apotek terdekat, menunggu setengah jam baru buka. Untuk amannya, dia beli dua merek test kit.
Pulang ke rumah, hasil tes Luo Qi sama di kedua alat: dua garis.
Luo Qi duduk di meja kayu meneguk susu, tirai jendela yang terbuka membiarkan cahaya fajar menyinari bahunya.
Dia mengirim pesan ke Jiang Shenghe: 【Suami, Selamat ya.】
Jiang Shenghe: 【Selamat juga untukmu.】
Luo Qi tersenyum: 【Kau tidak tahu apa yang kusampaikan selamat.】 Berencana memberinya kejutan di pernikahan besok.
Jiang Shenghe berada di aula pernikahan, sibuk menyesuaikan beberapa tampilan, tidak sempat merenungkan maksud ucapan terakhirnya.
Setelah sarapan, Jiang Yifang dan Luo Zhiqiu pergi ke vila. Hari ini semua keluarga datang ke sana, mendelegasikan tugas yang harus dikerjakan untuk pernikahan besok, dan berpesan padanya untuk banyak beristirahat di rumah.
Luo Qi memetik sebatang mentimun, mencucinya lalu berdiri di pintu sambil makan, menikmati pemandangan di dekat jendela di siang hari.
Menjelang malam, beberapa bridesmaid datang.
Chu Lin berjalan dari ruang tamu ke ambang jendela kamar tidur, berkomentar: “Hidup ini sudah pantas.”
Luo Yu membantu dua bridesmaid lainnya berfoto kenang-kenangan, “Kakak, semalam setelah pulang, apakah diam-diam mengusap air mata?”
Luo Qi hanya tersenyum diam seribu bahasa, mengeluarkan beberapa set pakaian upacara yang akan dikenakan besok. Karena makan banyak beberapa hari ini, ia khawatir badannya menggemuk sehingga pakaian tak cantik dipakai. Setelah mencoba, ukurannya kebetulan tepat.
Di hari pernikahan, Luo Qi berganti gaun pengantin. Refleks ia meraba perut, teringat bayi hasil kandungannya dengan Jiang Shenghe ada di dalam, matanya langsung berkaca-kaca.
Penata rias tak tahu situasi, "Jangan khawatir, tak ada sedikitpun lemak di perutmu." Lalu menambahkan, "Kau terlalu kurus."
Setelah dandan rapi, Luo Qi duduk di tepi ranjang, menanti penuh harap.
Pandangannya terhalang sebagian oleh sulur mentimun di ambang jendela. Dari posisi duduknya, jembatan batu tak terlihat.
"Sudah datang! Sudah datang!" Luo Yu berlari dari ruang tamu, "Kak, kalau kalian dengar aku teriak minta buka pintu, jangan sekali-kali dibuka ya!" Ia merapikan rambut di depan cermin, menyelusup keluar lewat retak pintu, meminta bridesmaid lain mengunci dari dalam.
Tawa riang bercampur keriuhan di ruang tamu, lebih meriah daripada perayaan tahun baru.
Jian Hang duduk di dekat jendela makan permen, Shen Tang dan pemilik penginapan resort duduk di sisi lain meja kayu. Hari ini mereka datang sebagai keluarga pihak wanita untuk ikut meramaikan, melihat bagaimana para bridesmaid menyulitkan mereka.
Setelah Jiang Shenghe mengumumkan hubungannya, secara khusus memamerkan beberapa foto pengantin yang dilukis Sang Guru Yu di circle friends. Orang-orang yang pernah melihat foto pengantin itu begitu masuk ke dalam ruangan, semua terkejut sejenak, merasakan keajaiban seolah berada dalam lukisan.
Setelah mengetahui Sang Guru Yu sendiri yang mendekorasi ruangan ini, mereka pun berbaris antrean untuk menandai kehadiran.
Jiang Sishun mengambil sebutir permen dari piring buah di meja teh, mengupasnya dan melemparkan ke mulut. Melihat antrean panjang yang bersiap menandai kehadiran, ia bercanda: "Kalian sengaja menghalangi adikku ya? Kalian pasti tahu betapa rindunya dia menjemput pengantin sekarang."
Jiang Shenghe: "……"
Hari ini takkan kuhiraukan perkataan Jiang Sishun.
Ia mengirim kabar ke Luo Qi: 【Aku sudah sampai, di ruang tamu.】
Luo Qi: 【Aku tahu.】
Jiang Shenghe bertanya: 【Apakah kau merindukanku?】
【Ya.】
Sementara yang lain sibuk mengantri, mereka berdua tengah larut dalam manisnya cinta.
Di depan pintu kamar, ujian penyambutan pengantin telah dimulai. Di antara semua bridesman dan tim penjemput hari ini, hanya He Xu yang berani Luo Yu perlakukan semena-mena tanpa beban.
Gadis itu secara khusus memanggil nama He Xu, "Kamu yang jawab pertanyaan."
Para bridesman menghiburnya: "Santai saja, kan ada tim pendukung. Masa tak bisa jawab?"
"Selain kakak iparku, selain dirimu sendiri, menurutmu siapa yang paling tampan di ruang tamu?"
“……”
Puluhan pasang mata menatapnya dengan tekanan.
He Xu menoleh: "Mana tim pendukungku? Serahkan ke mereka!"
Luo Yu: "Mereka sudah saling berselisih."
Seluruh ruangan pecah dalam gelak tawa.
Memanfaatkan keriuhan, Jiang Shenghe membisikkan pesan: 【Bisakah kau membukakan pintu duluan? Biarkan mereka lanjutkan ritualnya.】
Jiang Shenghe masuk ke dalam kamar, dua bridesmaid lainnya keluar.
Luo Qi tersenyum: "Aku sengaja mengalah untukmu."
“Luo Yu sudah banyak memberi keringanan untukku, semuanya demi menyulitkan bridesman.” Jiang Shenghe membungkuk, kedua tangan menopang di tepi ranjang yang mengelilinginya. Penampilannya dengan sanggul tradisional pernah ia lihat saat pemotretan pernikahan, tapi hari ini terasa paling istimewa.
Dia menunduk, melalui kerudung pengantin mencium lembut bibirnya.
Jari-jari Luo Qi menggenggam helaian tulle, seluruh tubuhnya gemetar oleh rangsangan.
Di ruang tamu, kompetisi penyelesaian misi telah berubah menjadi pamer kemesraan besar-besaran.
Syarat yang diajukan Luo Qi adalah: mereka harus menugaskan empat perwakilan untuk mengangkat satu orang dewasa dengan satu tangan, bertahan selama tiga menit baru dianggap lolos.
Permainan ini sering dimainkan Jiang Chengyu dan bos resor. Dengan mudah ia mengangkat Shen Tang dengan satu lengan, sementara bos resor juga tanpa kesulitan mengangkat istrinya.
Qin Moling dan Jian Hang paling tidak ada hubungan. Setelah dua kali mencoba, akhirnya ia menemukan titik dukungan yang tepat untuk mengangkat Jian Hang.
Jian Hang khawatir: "Aku lebih berat dari mereka, belum tentu kau bisa bertahan tiga menit." Baru tiga bulan sejak melahirkan, belum sempat berdiet, bobotnya naik lebih dari 10 kati dibanding sebelum hamil, sekarang sekitar 100 kati.
Kenaikan 10 kati inilah justru kunci kemenangan.
Qin Moling: "Tidak apa-apa. Kalau benar-benar tidak kuat menggendong, aku akan menyeret Jiang Chengyu ke air, jadi sama-sama ranking terakhir dengannya."
"……" Jian Hang tersenyum kecut.
Seseorang bertanya: "Eh? Mana pengantin prianya?"
Mulailah pencarian pengantin pria, tapi tidak ada di halaman.
Entah siapa yang berkomentar: "Jiang Shenghe berdiet demi cinta, kurus secepat kilat, menyambar masuk kamar."
Seluruh ruangan bergemuruh tawa.
Beberapa orang yang sedang uji kekuatan mengangkat tinggi-tinggi pun ikut tergelak.
Gagal lolos tahap.
Keributan baru reda setelah dua jam lebih ketika pengantin akhirnya datang. Luo Qi berpelukan haru dengan orang tua, Jiang Yifang dan Luo Zhiqiu menitikkan air mata bahagia.
Di tengah kerumunan orang, Luo Qi melihat Nenek Qian. Ia berjalan mendekat dan membungkuk memeluk Nenek Qian. Segala kata yang ingin diucapkan terasa tersekat di dada.
Nenek Qian membelai pipinya dengan tangan kasar, "Bagus."
Jiang Shenghe mengangkatnya dengan gaya princess carry, melintasi jembatan batu, menyusuri jalan setapak lempengan batu biru kehijauan di tepi sungai, melewati minimarket dan toko bunga itu.
--
Pukul enam setengah malam, He Wancheng tiba lebih awal di hotel pernikahan. Kini keponakan dan Luo Yu bersama, hubungannya dengan Jiang Shenghe bisa disebut perjodohan antar sepupu.
Saat masuk ke balai jamuan, keluarga Xu Xiangyi ternyata sudah datang lebih dulu.
Xu Xiangyi melambaikan tangan kepadanya, memberi isyarat agar duduk di meja utama.
Interaksi dan kerja sama mereka berawal dari Jiang Shenghe. Beberapa tahun terakhir sering bertemu, baru setelah akrab tersadar mereka sama-sama menyukai master lukisan minyak Sang Guru Yu.
He Wancheng kurang lebih tahu berapa banyak yang Jiang Shenghe investasikan untuk membuat balai jamuan ini. Selama ini dia selalu penasaran seberapa menakjubkan adegan pesta pernikahan 5D immersif yang dibuat dengan dana besar itu.
Setelah masuk, dia memeriksanya detail-detail. Tanah di sini berbeda dengan yang dulu. Yang paling menarik perhatian adalah langit raksasa yang tertutup seluruh balai jamuan. Selain itu, tidak terlihat daerah yang berbeda.
Xu Xiangyi menarik kursi di sampingnya, tersenyum berkata: "Aku masuk sama seperti kau, mengawasi lantai, mengawasi langit-langit, tak bisa membayangkan bagaimana immersif-nya."
"Lao Zhao bilang padaku, jika hotel mereka sendiri berinvestasi membangun balai jamuan seperti ini, khusus menyelenggarakan pernikahan kelas tinggi, meski menghitung semua hari baik dalam setahun, 10 tahun juga tak balik modal."
He Wancheng hingga kini tak memahami, perlukah jujur menghabiskan sebanyak ini untuk sebuah pernikahan?
Dia mengambil gelas dan meneguk air, gelengkan kepala sambil tersenyum.
Xu Xiangyi berkata: “Kini saya sedikit bisa memahaminya. Orang lain melewati sehari ya sehari, tapi hari-harinya terasa seperti setahun. Coba pikirkan bagaimana dia melewati tujuh tahun itu.”
Waktu mulai pernikahan dipilih angka keberuntungan: 19:19
Semua proses rumit dihilangkan, disimpan untuk acara di Beijing.
Pada menit ke-19, lampu di balai jamuan diredupkan. Dari lantai ke langit, hingga sisi-sisi samping, tiba-tiba berubah menjadi ruang musik Teater Suzhou.
Di atas panggung, dalam sorotan lampu, Chu Lin tak diketahui kapan sudah duduk di depan piano grand. Melodi riang nan syahdu memenuhi balai jamuan.
He Wancheng bingung, sedikit pusing, menyangga tepi meja. Setelah menyesuaikan diri, antara ingin tertawa dan menangis, "Aku belum mulai minum, kok seperti mabuk sampai mengira sedang mendengarkan konser Chu Lin di gedung musik?"
Satu lagu usai, para tamu masih ingin melanjutkan.
Sesuai perintah Jiang Shenghe, Chu Lin memilih lagu populer yang sesuai dengan suasana Jiangnan berkabut sebagai lagu kedua.
Lagu ini pernah didengar He Wancheng. Saat sedang menikmati, tiba-tiba angin sepoi menyapu ubun-ubunnya. Xu Xiangyi juga merasakan hembusan sejuk yang menyapu pipi mereka tiba-tiba.
Kukira ini halusinasi, ini kan balai jamuan, dari mana datangnya angin.
He Wancheng tertawa, "Benar-benar angin, rambutmu sampai berantakan." Rambutnya sendiri juga begitu.
Xu Xiangyi sebagai saksi pernikahan yang sebentar lagi harus naik panggung, rambutnya tak boleh berantakan, buru-buru menyuruh istrinya merapikannya, bergumam, "Apa maunya Jiang Shenghe ini?! Habiskan uang segitu cuma untuk membeli angin besar yang mengacak-acak rambut orang?!"
Sang istri hampir terbahak-bahak, memanfaatkan kesempatan untuk mengusap rambutnya lagi hingga semakin tidak berbentuk.
Tamu di balai jamuan sambil bersenandung mengikuti irama piano, sambil melirik ke sana-sini ingin tahu sumber angin itu.
Setelah hembusan angin topan ini, balai jamuan yang remang-remang perlahan terang benderang, mendongak ke atas melihat langit bergulung-gulung diterpa angin.
Seorang anak tiba-tiba berteriak penuh semangat, "Hujan turun! Ibu, hujan turun!"
Rintik hujan bercinta melayang jatuh, tanah pun 'basah'. Saat mereka heran dari mana datangnya angin dan hujan, latar berubah dari gedung musik menjadi gang kuno Suzhou.
Xu Xiangyi tak merasakan hal istimewa, tapi He Wancheng familiar. Ini pemandangan jalan khas Suzhou saat musim hujan. Mayoritas tamu hari ini adalah penduduk lokal Suzhou, terbawa ke dalam memoar. Tiga puluh tahun berlalu, segalanya berubah, namun seolah tak ada yang berubah.
Jiang Shenghe menggenggam tangan Luo Qi melangkah di atas karpet merah.
Di proyeksi samping balai jamuan, muncul tiga anak di jalanan yang berbicara dengan logat Suzhou yang lembut: "Aku tak kuat lari lagi."
"Kalau begitu kudorong kau."
Yang berbicara adalah Luo Xin dan Luo Yu kecil, serta seorang gadis cantik bermata besar berbulu putih salju setinggi Luo Xin - dialah Luo Qi.
Luo Qi menarik Luo Yu, Luo Xin mendorongnya. Tiga bocah itu menjelajah sambil bermain, di belakang mereka Luo Zhiqiu merekam video.
Luo Qi memandangi dirinya yang masih kecil di jalan batu, menoleh ke Jiang Shenghe, bagaimana caranya dia bisa memulihkan video masa kecil ke dalam adegan ini.
Saat pandangannya kembali jatuh ke gang kuno, di atas jembatan batu, Jiang Shenghe memegang payung sambil memeluknya erat, mereka sedang berfoto prewedding.
Masih terdengar gemericik hujan yang berdesir.
Komposisi piano masih mengalun, tiba-tiba langit dipenuhi payung-payung warna-warni yang mengembang bagai balon udara perlahan turun, angin pun reda dan hujan berhenti.
Seorang anak berjinjit mencoba meraihnya.
Senja menyergap, tabir langit dipenuhi bintang-bintang berkelap-kelip, bulan mulai menanjak.
He Wancheng tersentak, "Bukankah ini lukisan minyak Sang Guru Yu untuk Jiang Shenghe?" Di depan matanya terbentang jendela kayu, saat ia mengulurkan tangan, ilusi seolah jendela itu benar-benar terbuka.
Di meja sebelah, para tamu yang hari ini mengantri di ruang tamu rumah Luo Qi merasa kembali terhisap ke dalam rumah itu.
Bulan tenggelam bintang redup, hari baru pun tiba.
Setelah hujan, langit biru jernih, di pinggir jalan gedung pencakar langit berjejer, kerumunan orang yang hiruk-pikuk, lalu lintas mobil yang silih berganti.
He Wancheng kali ini tidak pusing, tersenyum ke Xu Xiangyi: "Benar-benar terasa seperti di jalanan Manhattan, mengajakmu meneguk kopi." Bahkan suara mobil yang lewat terdengar begitu nyata.
Dalam gambaran, di depan ada persimpangan jalan, Luo Qi sedang menunggu lampu lalu lintas.
Lampu merah tinggal tersisa dua detik terakhir, dari belakang seseorang memanggilnya: "Luo Qi?"
Jiang Shenghe muncul dalam gambaran.
Saat itu mereka semua masih sangat muda.
Tamu di bawah panggung penasaran apakah Luo Qi dalam lukisan menoleh menanggapi panggilan, saat itu Jiang Shenghe sudah menggenggam tangan Luo Qi naik ke atas panggung. Gambaran beralih, seluruh ruang pesta bagai mimpi, siang dan malam berganti, semua orang merasa telah memasuki kastil.
Kembang api bermekaran di langit, seolah merekah tepat di atas kepala.
Di hamparan rumput kastil, sedang berlangsung pesta pernikahan megah, merekalah tamu undangan di padang bunga yang luas.
Tiga komposisi piano selesai, penyelenggara lelang naik ke panggung, Xu Xiangyi juga dijemput ke atas panggung.
Mata Jian Hang memerah, tak ingin Qin Moling melihatnya.
Qin Moling kebetulan menoleh, "Ada apa?"
Jian Hang mengalihkan topik: "Bisa merekonstruksi adegan kelas waktu kecilmu dengan Jiang Shenghe?"
“……Seharusnya tidak bisa. Jangan remehkan pengalaman 10 menit ini, semuanya sedang membakar uang.”
Di atas panggung, Jiang Shenghe berlutut satu lutut, malam itu terlalu tegang saat melamar sampai lupa ritual lamaran harus ada.
Luo Qi menggenggam tangannya, berbisik dengan gerakan bibir: "Bangun, tak perlu berlutut."
Jiang Shenghe mengabaikannya, menengadah memandanginya. Dia mengira dirinya tak akan grogi, kini otaknya kosong, "Kata-kata lamaran yang sudah dihafal berulang kali, sekarang lupa."
Tawa riuh menggema dari bawah panggung.
Naskah sumpah pernikahannya tertulis di kertas, disimpan di Jiang Sishun. Saat perjalanan menjemput pengantin sempat dikeluarkan dan dibaca beberapa kali.
Jiang Shenghe kemudian mengatakan apa yang terpikir, "Selama beberapa tahun terakhir aku terus berpikir, apakah aku membuatmu marah di kehidupan sebelumnya, sehingga kau menjauhiku, tujuh tahun tidak mau memaafkanku. Di kehidupan ini, aku tak akan lagi membuatmu tidak senang."
Luo Qi menangis tersedu-sedu, air mata meluncur di hidungnya.
