Aku dan Jiang Laotou akhirnya tidak hanya mendapat air minum, tapi juga masing-masing mendapatkan semangkuk besar nasi tim yang dimasak dengan kacang panjang segar, ditambah sepiring kulit lobak putih yang direndam renyah.
Makanannya sederhana, tapi kacang panjang segar rasanya manis alami, kulit lobak putih yang direndam pun menyegarkan. Aku makan dengan lahap, Jiang Laotou juga memuji beberapa patah kata, lalu mulai mengobrol santai dengan wanita itu. Tak lama kemudian, neneknya juga keluar.
Nenek ini ngobrol lebih akrab dengan Jiang Laotou. Setelah mengobrol kesana kemari, Jiang Laotou dengan santai menyelipkan nama Li Fengxian. Sang nenek pun menjawab santai, "Kalau tanya orang lain di desa ini mungkin tidak tahu, banyak penduduk yang pindah kesini sejak zaman perang melawan Jepang dulu. Tapi leluhurku asli desa ini, jadi aku benar-benar tahu ceritanya. Tapi buat apa kau bertanya?"
Jiang Laotou berbisik misterius ke sang nenek, "Kau tidak tahu, waktu muda aku sangat menyukainya. Sekarang pulang kampung, cuma ingin mencari tahu kabarnya."
Aku hampir nyemburkan nasi dari mulut, tersedak sampai pusing tujuh keliling. Guru ini...! Aku tidak bisa menemukan kata-kata, hanya bisa menengadah ke langit dalam kebisuan.
"Tak disangka nenek itu juga tukang gosip, langsung semangat mendengar, berkata: 'Benarkah? Kamu dari desa mana? Sejujurnya, bukan cuma kamu yang menyukainya, dulu di desa-desa sekitar ini banyak pemuda yang suka Li Fengxian, sayangnya ya, sayang.'"
"'Iya, aku tahu banyak yang suka padanya, aku juga tak berani ngomong. Setelah pindah dari desa, perasaan itu memudar. Sekarang kembali, cuma ingin bertanya. Kamu juga tahu, semakin tua orang, semakin rindu perasaan tulus masa muda, huh...'" Kakek Jiang berpura-pura sedih.
Aduh, batuk parahku baru sembuh, langsung diprovokasi omongannya sampai muntahkan nasi panas ke meja. Masih berani bilang "perasaan tulus masa muda"? Entah siapa yang kemarin mau mengancam orang, sekarang jadi pengagum.
"'Cucu ini kenapa? Batuk-batuk terus muntah nasi?' Nenek itu bertanya curiga."
"'Gak apa, dia punya masalah saluran napas. Kalau makan tergesa-gesa suka muntah, nanti besar akan sembuh.'" Kasihan orangtuaku kemarin masih bilang Kakek Jiang jujur, hari ini langsung kasihku 'penyakit muntah nasi'.
Sudahlah, lebih baik makan pelan-pelan biar tidak muntah lagi nantinya.
“Kakak, tolong jelaskan dong, sayangnya apa sih?” Kakek Jiang terus mendesak ingin tahu. Entah kenapa dia nekat menanyakan riwayat hidup hantu perempuan ini. Soal guru aneh macam ini, aku malas ikut campur.
Begitu nenek itu mulai bercerita, kata-katanya mengalir tak terbendung. Perlahan dia mengisahkan masa lalu, sampai akhirnya aku pun terbawa suasana dan ikut berduka.
Seperti kisah klise pada umumnya, Li Fengxian adalah anak yatim piatu sebagian. Sejak kecil kehilangan ibu, ayahnya pemabuk. Sungguh termasuk orang paling malang di desa ini.
Kemudian sang ayah menikah lagi, semakin mengabaikan Li Fengxian. Namun meski begitu, gadis itu tumbuh menjadi remaja 12-13 tahun yang cantik jelita.
Seharusnya di pedesaan saat itu, usia segitu sudah waktunya mencarikan suami. Meski ayahnya tak terlalu peduli, urusan pernikahan ini ditanggapi serius. Pertama, melihat kecantikan putrinya, dia berharap bisa dapat mas kawin lebih untuk menopang keluarga. Kedua, dengan menikahi keluarga baik, masa depan sang gadis tak perlu dikhawatirkan.
Seandainya semuanya berjalan sesuai rencana, nasib Li Fengxian mungkin masih bisa tertolong. Tapi takdir berkata lain. Persis saat ayahnya mencari calon suami, keluarga kaya Wang Tuan Tanah di desa itu mendatangkan rombongan opera.
Rombongan opera ini terkenal di kota, bahkan memiliki pemain terkenal. Siapa bilang zaman dulu tak ada penggemar? Setidaknya para bintang opera ini sangat digandrungi masyarakat.
Kelompok opera ini diundang oleh Tuan Tanah Wang untuk merayakan ulang tahunnya dengan susah payah dan biaya yang besar.
Di daerah Sichuan, opera Sichuan memang yang utama, tapi kelompok opera Beijing juga banyak. Kelompok ini adalah kelompok opera Beijing, dengan pertunjukan paling terkenal berjudul "Feng Qiu Huang".
Saat kelompok opera itu datang, seluruh desa ramai sekali. Tuan Tanah Wang sebenarnya bukanlah orang jahat yang menindas warga. Di hari ulang tahunnya, dia mengundang seluruh desa untuk menonton opera. Semua yang bisa datang hadir, termasuk Li Fengxian, untuk melihat bintang opera terkenal.
Pertunjukan dimulai dengan meriah. Hari itu desa sangat ramai, tapi juga terjadi satu kejadian: manajer kelompok opera tertarik pada Li Fengxian.
Ketertarikan ini bukan karena kecantikannya, tapi karena potensinya menjadi bintang opera. Tentang bagaimana dia melihat dan menilai potensi ini, warga desa tidak tahu detail prosesnya. Yang pasti manajer secara serius menemui ayah Li Fengxian, dan akhirnya membawa Li Fengxian pergi.
Menjadi bintang opera jelas lebih menjanjikan masa depan daripada menikah dengan keluarga berkecukupan di desa. Meski ayah Fengxian seorang pemabuk, dia tidak bodoh dalam hal ini.
Keluarga miskin tidak terlalu mempermasalahkan reputasi. Setidaknya mereka tidak menganggap seniman opera sebagai kalangan rendah - mereka praktis dan polos.
Dulu, ayah Fengxian pernah membual dengan bangga ke orang-orang desa, katanya bos rombongan opera bilang, meski usia Fengxian agak telat untuk belajar opera, tapi dia benar-benar berbakat. Peran utama wanita pasti hanya cocok untuk Fengxian!
Sekilas, 5 tahun telah berlalu. Orang-orang desa perlahan melupakan hal ini. Tepat pada saat itu, ada kabar dari orang kota: rombongan opera terkenal itu semakin populer, datang lagi ke kota untuk pentas. Kemegahannya luar biasa, bahkan pejabat tinggi militer datang menonton.
Tapi itu bukan hal utama. Yang penting siapa pemain utama wanita dalam opera paling hits mereka "Phoenix Mengejar Phoenix"? Tak lain adalah Li Fengxian, putri Si Pemabuk Li!!
Li Fengxian pulang kampung dengan penuh kehormatan. Gayanya, karismanya, memang berbeda dengan orang desa biasa, pantaslah pernah tinggal di kota.
Hidup Si Pemabuk Li membaik, bahkan dua anak lelakinya yang lahir kemudian mendapat pekerjaan di kota.
Siapa suruh punya anak perempuan hebat? Kalau bicara soal Li Fengxian, semua orang desa bilang: "Dia bakal jadi bintang opera terkenal seantero negeri!"
Untuk sementara waktu, Si Pemabuk Li jadi orang paling terkemuka.
Li Fengxian pun bukan orang yang tak tahu balas budi. Mengingat kebaikan warga desa di masa kecilnya, dia membujuk bos rombongan opera untuk pentas gratis di desa, tentu saja menampilkan "Phoenix Mengecar Phoenix".
Penampilan Li Fengxian sungguh memesona, gemulai bagai pohon willow yang tertiup angin, suara nyanyiannya begitu jelas dan merdu, sisa nadanya seakan menggantung di langit-langit, mungkin bahkan Zhuo Wenjun yang hidup kembali pun takkan bisa menyaingi sepertiga kecantikannya.
Yang lebih mengagumkan adalah pria yang berduet dengannya sebagai peran sheng, penampilannya tampan berwibawa, suaranya juga luar biasa, seolah-olah Sima Xiangru yang berbakat itu hidup kembali.
Keduanya di atas panggung adalah perwujudan sempurna pasangan pria berbakat dan wanita cantik.
Bahkan sebuah gerakan atau pandangan mata yang saling bertaut penuh dengan kelembutan perasaan, benar-benar menghayati esensi "Phoenix Mencari Phoenix"!
Manajer opera ini sangat bangga, Li Fengxian dan pemain peran sheng ini adalah bakat temuannya. Ketika bintang opera sebelumnya ingin hengkang mencari kesempatan lebih baik, dia terpaksa memilih kedua orang ini yang ternyata melampaui sang guru.
Yang lebih membuatnya senang, kedua wanita yang memerankan sheng dan dan ini berjanji takkan pernah meninggalkan kelompok operanya.
Pertunjukan gratis untuk warga ini menggemparkan seluruh desa. Keluarga-keluarga kaya berebut mengirim mak comblang untuk melamar Li Fengxian ke Li sang pemabuk. Meski status pemain opera tak tinggi, tapi sebagai bintang ternama yang berpengalaman, mereka pantas menjadi menantu keluarga terpandang.
Tak disangka, semua mak comblang pulang dengan muka tertampar. Li Fengxian menolak semua lamaran itu.
Li Si Peminum tak bisa berbuat apa-apa. Bagaimanapun juga, kehidupan mewahnya sekarang ini dibawa oleh putrinya. Urusan pernikahan ini tak bisa dia tentukan untuk putrinya.
Orang-orang desa berbisik-bisik, Xiao Fengxian (nama panggung Li Fengxian) ini sebenarnya mencari pria seperti apa? Anak keluarga kaya di desa tak dia sukai, bahkan anak kepala desa pun ditolaknya?
Orang menduga Li Fengxian ingin mencari orang kota. Mungkin dia ingin menikahi perwira? Atau mungkin nanti ingin pentas di Beijing? Siapa yang tahu?
Seiring waktu, orang-orang pun perlahan melupakan hal ini. Matahari terbit dan terbenam, waktu terus mengalir. Sekejap mata, sepuluh tahun telah berlalu.
Li Fengxian yang dulu begitu termasyhur dan cantik mempesona, akhirnya dikirim kembali ke desa dengan alasan - dia menjadi gila!!
