Saat Guruku sadar, Liu San masih linglung sementara Lao Li sudah berdiri di depannya. Senjata di tangan Liu San kini berada di genggaman Lao Li. Para pelayan di halaman berdatangan, beberapa sudah masuk ke ruangan. Melihat situasi ini, kami bertiga segera menghampiri Lao Li.
Liu San akhirnya tersadar. Pandangan pertamanya tertuju pada Lao Li yang berdiri di hadapannya sambil memegang senjata dengan senyum sinis. Ia baru menyadari beberapa pelayan sudah masuk.
“Jangan ada yang berani bergerak!” Liu San mengaum. Terbiasa hidup mewah, nyawanya kini jadi harta paling berharga.
“Lihou, jaga pintu gerbang. Jangan sampai ada yang lolos.” Lao Li memberi perintah lalu menarik lengan Liu San: “Ke halaman. Bukankah di sini terlalu pengap? Suruh semua orang keluar!”
Li Lihou segera menuju pintu gerbang. Liu San yang ditarik ke halaman diikuti para pelayan yang berkerumun di pekarangan.
"Dalam keadaan ini, Guruku bertanya kepada Chen Liren: 'Kenapa menyuruh Kakak senior Li menjaga gerbang?'"
"Bodoh, kalau tidak dijaga, bagaimana kalau orang yang terlibat kabur? Guruku ini kalau tidak bertindak, sekali bertindak pasti ekstrem. Pokoknya semua yang terlibat hari itu tidak akan lolos."
"Tapi apakah Kakak senior Li sanggup menjaga gerbang sendirian?"
"Masa tidak? Aku baru 7 tahun ikut Guru, kemampuan fisik biasa saja. Tapi Kakak seniorku yatim piatu sejak lahir, diambil Guru sampai sekarang sudah 15 tahun. Kemampuannya bisa tanding dengan jagoan dunia persilatan, masa tidak bisa jaga beberapa orang kampung?"
Guruku mengangguk, merasakan kepuasan yang tak terucapkan. Tapi dia tidak lupa bertanya: "Teriakan tadi bagaimana? Aku sampai mati rasa dan linglung cukup lama. Sama seperti teriakan ke musang waktu itu?"
"Ada perbedaan tapi mirip. Tau teriakan singa aliran Buddha kan? Taoisme juga punya, namanya Teriakan Kengerian, khusus untuk manusia. Tau anak kecil kan? Kadang bisa kesurupan karena terkejut. Prinsip teriakan Guru sama. Barusan di dalam rumah cuma teriakan biasa. Kalau serius, roh Liu San bisa terlempar." Chen Liren menjelaskan pada Guruku.
Ilmu ini sebenarnya tidak terlalu misterius, bahkan di dunia persilatan juga ada teknik serupa. Konsep utamanya adalah mengatur letupan energi seketika, dalam istilah modern bisa dianalogikan dengan pengaruh gelombang suara. Namun syarat kemampuan internalnya cukup ketat. Seorang ahli yang benar-benar menguasai ilmu ini hingga puncak, hembusan energinya bisa sangat panjang. Ketika benar-benar mengeluarkan tenaga, barulah mengerikan.
Saat mereka berbincang, Liu San sudah diseret ke tengah halaman. Belasan pelayan mengelilingi trio Lao Li, tak berani bertindak gegabah. Situasinya terasa ganjil.
Kekhawatiran mereka bahkan bisa dilihat oleh guruku yang masih sepuluh tahun. Pertama, takut Liu San celaka karena kecerobohannya sendiri, mereka tidak mau bertanggung jawab. Kedua dan yang paling krusial - takut dengan pistol kotak di tangan Lao Li.
Lao Li justru santai. Belasan pelayan itu sama sekali tidak dianggapnya. Dengan cuek ia merobek baju Liu San, mengikatnya sambil bertanya: "Ini semua orangmu?"
"Tidak. Selain keluarga, ada beberapa pelayan perempuan dan dua orang tua. Satu kepala pelayan, satu penjaga malam." Nyawanya di ujung tanduk, Liu San menjawab jujur.
"Panggil semua kemari." Lao Li berkata datar. Kaki menyepak Liu San hingga berlutut, sementara ia sendiri berdiri tenang di samping seperti dewa penjaga.
Tidak lama kemudian, seluruh anggota keluarga Liu telah dipanggil, termasuk istri Liu San dan dua selirnya, serta seorang anak perempuan berusia 4 tahun yang digandeng ke halaman. Gadis kecil itu masih mengantuk, baru tersadar ketika melihat ayahnya terikat dan berlutut di halaman.
Begitu sadar, dia langsung berteriak: "Pukul dia, pukul dia! Cepat bunuh orang yang mengganggu ayahku!"
Suaranya nyaring seperti kicau burung, tapi kata-katanya membuat Lao Li mengerutkan kening. Bagaimana bisa anak sekecil itu sudah begitu kejam dan arogan?
"Putrimu dididik dengan baik ya." Lao Li menatap Liu San dengan nada datar, sarkasme dalam ucapannya jelas terdengar.
Liu San yang sayang pada putrinya segera berteriak: "Lai Feng, jangan teriak!" Seorang wanita yang diduga istrinya segera menutup mulut gadis kecil itu.
Lao Li menggandeng guruku ke depan Liu San dan bertanya: "Liu San, kau mengenal dia?"
Liu San yang sebelumnya tidak memperhatikan guruku, setelah melihat dengan seksama dan mengernyitkan dahi, wajahnya langsung pucat bagai mayat. Di desa ini, dia masih punya kesan - bukankah ini Jiang Xiao'er si penggembala sapi itu?
Melihat Jiang Xiao'er, apakah dia masih belum teringat peristiwa membunuh kakek penggembala itu? Di daerah ini termasuk desa-desa sekitarnya, korban penindasannya tidak hanya satu. Tapi dia sama sekali tidak menyangka bahwa si penggembala sapi yang bahkan tidak layak ditindaknya ini suatu hari akan datang menuntut balas.
Harus diketahui bahwa Liu San berwatak hati-hati. Setelah membunuh orang, selama dia merasa keluarga korban berpotensi mengancam, tidak ada yang tidak dilumpuhkan atau dimasukkan ke penjara melalui koneksi. Anak penggembala sapi ini...
Memikirkan ini, Liu San malah menghela nafas: "Memotong rumput tapi tidak mencabut akarnya..."
Mendengar ini, Guruku tak lagi bisa menahan diri. Liu San ini benar-benar jahat sampai ke tingkat ekstrem. Tidak hanya tidak menyesal, malah menyalahkan diri karena tidak mencabut akar sampai tuntas. Guruku menerjang ke depan, menggigit bahu Liu San dengan keras. Seketika Liu San menjerit seperti babi disembelih. Dalam sekejap, darah segar mengalir dari sudut mulut Guruku, tapi dia tetap menggigit erat tanpa melepas.
Itulah kebencian yang mencapai puncaknya, sampai ingin memakan dagingnya dan meminum darahnya!
"Jiang Xiao'er, kemarilah. Perhitungan akan diselesaikan." Akhirnya Lao Li menarik Guruku. Saat itu mata Guruku melotot penuh kemarahan, mulutnya penuh darah, penampilannya cukup mengerikan. Padahal dia baru anak 10 tahun.
"Liu San, tunjukkan semua orang yang terlibat dalam pembunuhan Jiang Laotou hari itu. Aku janjikan kematian cepat untukmu. Jika tidak, aku jamin hari ini termasuk keluargamu, tak satu pun bisa lolos. Jangan ragukan kemampuan tangan kosongku." Penampilan Lao Li saat itu persis preman besar, ancamannya terang-terangan.
"Ck, ck, hati alam Guruku semakin matang," Chen Liren yang berdiri di samping tak bisa menahan diri berkomentar. "Bahkan jadi preman pun dilakoni dengan begitu natural."
Lao Li langsung melotot ke arah Chen Liren mendengar itu. Chen Liren menjulurkan lidahnya lalu diam membeku.
Liu San mungkin sadar sudah tak bisa lolos dari tribulasi. Ancaman Lao Li cukup efektif. Dengan lesu dia menunjuk tiga orang. "Satu lagi terluka parah ditanduk banteng gila tahun lalu, setahun kemudian meninggal. Cuma segini orangnya."
Wajah mereka yang ditunjuk langsung berubah pucat. Bukan karena pistol Mauser itu, tapi lebih karena ingin kabur secepatnya.
Lao Li dengan tenang mendengarkan lalu melemparkan pistolnya ke Chen Liren. "Ayo kita hajar bajingan-bajingan ini," katanya pada guruku.
Begitu selesai bicara, Lao Li langsung menerjang ke kerumunan. Guruku yang darahnya mulai mendidih mengambil batu dan ikut menyerbu.
Lao Li memukuli semua pria yang ada, terutama tiga orang yang disebut tadi. Para bawahannya tentu melawan, tapi tak ada yang sanggup menahan dua pukulan darinya.
Beberapa mencoba kabur. Namun belum sempat keluar halaman, Li Lihou sudah menendang dua orang pelarian itu kembali ke tengah lapangan.
"Seketika itu, pekuburan ini dipenuhi rintihan, belasan pria dalam waktu kurang dari dua puluh menit sudah berhamburan terkapar di halaman, tak mampu bangkit sama sekali. Sementara Guruku masih memegang batu, terus menghantam salah seorang yang terlibat dalam pembunuhan Jiang Laotou hari itu."
"Sudah cukup seperti ini." Lao Li menggandeng Guruku, berkata lembut.
Kemudian menatap orang-orang di halaman: "Kalian juga banyak berbuat dosa. Mematahkan tangan kaki kalian hanyalah hukuman ringan. Jika masih berbuat jahat di kemudian hari, nyawa kalianlah yang akan melayang."
Benar, semua orang di halaman itu tangan kakinya dipatahkan Lao Li. Kecuali tiga orang yang tulangnya dihancurkan hingga tak mungkin pulih, sisanya mungkin masih bisa sembuh dengan perawatan baik.
Tiba-tiba Liu San mengompol dan berak di celana. Lao Li memandangnya dengan jijik: "Liren, serahkan pistol itu kepada Jiang Xiao'er."
