“Mengapa aku mundur ketakutan dua langkah?” Hanya karena di detik Guo Er menoleh, kulihat wajahnya tiba-tiba berubah menyimpang. Dalam pandangan yang samar, kulihat sebuah wajah asing yang sama sekali tak dikenal.
Wajah itu sangat kurus, hampir tak berotot, hanya lapisan kulit abu-abu kebiruan yang menempel di tulang. Tengkoraknya sangat cacat, sangat besar dan panjang, dengan dua tonjolan di pelipis yang membuat bagian atas kepalanya seperti kotak persegi.
Saat 'itu' menatapku, tiba-tiba 'itu' mengaum ke arahku. Baru sekarang kulihat jelas fitur wajah 'itu': Tak ada alis, tulang alis yang menonjol tak wajar, dua mata yang sama sekali bukan bola mata manusia normal - seluruhnya merah darah. Hidung bengkok yang sangat besar, mulut lebar dengan gigi putih berkilau. Yang mengerikan adalah empat taringnya yang panjang luar biasa, terlihat lebih tajam dari taring serigala. Karena 'itu' mengaum ke arahku, mulutnya terbuka lebar, dan dalam linglung kulihat jauh di tenggorokannya seolah ada api menyala-nyala.
Suara auman itu menggema di telingaku, memekakkan telinga sekaligus mengandung kengerian yang tak terucapkan. Seperti mengancamku, tapi juga seperti peringatan.
“San Wa'er, kenapa kau?” Surou menarikiku karena tadi aku hampir terjatuh.
Aku segera tersadar, melirik Guo Er sekali lagi. Anehnya, wajahnya sudah kembali normal. Sekarang dia menggeliat keras, hampir berhasil melemparkan tiga orang yang menindihnya.
Aku mengusap keringat dingin di dahi, lalu bertanya pada Surou: "Tadi kamu dengar suara teriakan? Kamu lihat wajah Guo Er?"
Wajah itu tiba-tiba terasa sangat familiar. Aku butuh Surou untuk membantu mengingat-ingat.
"Teriakan apa? Wajah apa? San Wa'er jangan nakut-nakutin aku." Lemak di wajah Surou bergetar, jelas dia tidak melihat apa-apa, malah ketakutan dengan ucapanku.
"Oh, tidak apa." Jangan-jangan aku tak sengaja membuka Mata Ketiga? Bukan, pasti bukan. Meski belum bisa mengontrol sepenuhnya, aku sangat familiar dengan sensasi saat Mata Ketiga aktif. Karena bukan itu, tiba-tiba sebuah kemungkinan terlintas.
Ada sesuatu yang menempel pada Guo Er. Dan makhluk itu menyasariku, sepertinya tahu aku seorang Taoist yang mengancam eksistensinya.
Pikiran ini membuat tulang punggungku merinding. Aku bingung harus berbuat apa. Dulu melihat Guruku menyegar hantu dan siluman dengan mudah, tapi giliran sendiri jadi tak berdaya. Aku mengais-ngais semua ilmu yang pernah dipelajari, berharap menemukan cara efektif.
"Pergi, enyahlah, pergi dari sini..." Saat aku lengah, sebuah suara tiba-tiba menggema di dalam kamar.
"Suara ini memang suara Guo Er, tapi perasaan aneh itu membuat wajah semua orang di ruangan berubah. Perasaan itu bagaimana ya? Seperti binatang yang tidak bisa bicara sedang berusaha meniru cara manusia berbicara."
Surou merasa takut, menoleh dan bertanya padaku: "San Wa'er, dia suruh kamu pergi atau aku? Atau kita semua yang pergi?"
Aku tahu dalam situasi aneh ini Surou tidak ingin tinggal sedetik pun, tapi aku tidak tega pergi. Selalu ada perasaan kalau pergi sekarang, akan terjadi sesuatu yang mengerikan. Dan aku tidak pernah meragukan intuisiku.
"Pergi, minggir, minggir..." Guo Er semakin kuat berjuang, memperlihatkan sikap seperti ingin menerkam dan menggigit kami. Bahkan Guo Dongliang berlari menahan ayahnya.
"Kakak, kalian pergi saja." Anak perempuan keluarga Guo yang diam selama ini menarik ujung bajuku, matanya penuh air mata.
Aku menghela nafas dalam hati, masih ragu dan berpikir keras apa yang bisa kulakukan. Surou juga menarikku: "Aku tahu apa yang kau pikirkan, tapi kemampuan kita kurang. Ayo cari Pak Jiang, pergi!"
Sudahlah, hanya ini jalan keluarnya. Aku tidak tega melihat keluarga Guo Er lagi, berbalik dan pergi bersama Surou.
Baru beberapa langkah berjalan, terdengar teriakan menyayat hati dari dalam kamar. Aku langsung mengenali suara ayah Guo Er. Aku dan Surou saling pandang, lalu aku berbalik dan berlari kembali. Surou ragu sejenak, tapi akhirnya mengikutiku.
Sampai di depan kamar, aku membeku. Kulihat Guo Er sudah setengah berlutut di lantai, tali di kakinya terlepas. Ia tersenyum dengan aura menyeramkan, sudut bibirnya masih ada bekas darah segar.
Ayah Guo Er meringkuk di sudut kamar, memegang tangan kirinya yang tampak kesakitan. Meski sudah dipegang, darah masih mengalir dari sela-sela jarinya. Ibu Guo Er sedang membantu menopang suaminya.
Istri Guo Er memeluk Guo Dongliang dan putri keluarga Guo, bersembunyi di sudut lain sambil gemetaran.
Guo Er masih berjuang melepaskan diri. Tangannya diikat di belakang punggung, kini ia berusaha keras melepaskan tali yang membelenggu pergelangan tangannya.
"Bangsat, kau mau makan orang? Kau tega tidak mengakui sanak saudara?" Karena kesakitan, ayah Guo Er tak tahan memaki. Sehari-hari Guo Er masih waras, hanya kerakusannya yang sudah keterlaluan. Ayahnya masih mengira ini tetap Guo Er yang dulu.
Ucapan "makan orang" itu tiba-tiba membuatku tersadar. Sekarang aku tahu, aku akhirnya mengerti apa yang terjadi pada Guo Er.
Baru mau bicara, Surou berteriak: "Dia berhasil lepas!"
Aku tersadar dan melihat Guo Er benar-benar telah melepaskan diri dari tali pengikatnya. Saat ini, dia menatapku dengan senyum mengerikan: "Hehe... hehe..."
Suara itu membuat semua orang yang hadir merinding.
Aku menarik Surou mundur perlahan. Di luar ruangan ini ada koridor. Jika terjadi perkelahian, sulit untuk bergerak bebas. Mungkin lebih baik mengarahkannya ke halaman agar bisa mencari akal.
Guo Er menatapku dengan pandangan yang sama sekali tidak seperti manusia, mengikutiku langkah demi langkah.
Tiba-tiba pandangan Guo Er beralih ke Surou. Hatiku berdesir, baru ingin menyuruh Surou menghindar, tapi Guo Er sudah menerkamnya dengan kecepatan yang tak terbayangkan.
Aku hanya merasakan angin menyapu wajah, lalu tubuhku ditabrak keras hingga terlempar ke koridor. Hampir saja terjatuh karena kehilangan keseimbangan.
Untunglah latihan bertapa sehari-hari cukup keras. Meski tidak ahli dalam ilmu bela diri, setidaknya masih punya tenaga. Aku menahan tubuhku dengan satu tangan.
Tapi baru saja, kudapati Surou sudah ditindih Guo Er di lantai. Kedua tangannya mencekik leher Surou, dan mulutnya siap menggigit.
“Surou kalau sampai tergigit sepotong daging, bukankah aku akan merasa bersalah seumur hidup? Aku yang menyuruhnya menemaniku ke sini!” Melihat wajahnya sudah memerah karena menahan napas, orangnya seperti kebingungan ketakutan, aku juga tidak sempat menyelamatkannya. Keluarga Guo sudah terpaku di tempat, hatiku seperti terbakar.
Tiba-tiba aku berteriak kepada Surou: "Jimat, Surou, jimat!"
Surou ini memang punya nyali, setidaknya saat ini tidak sepenuhnya panik. Dengan satu tangan ia berusaha menahan mulut Guo Er yang ingin menggigit, sementara tangan satunya mengeluarkan jimat yang kuberikan dari saku.
Anak ini cukup nekat, langsung menyelipkan jimat itu ke mulut Guo Er.
"Aaa..." Guo Er tiba-tiba menjerit kesakitan. Asap hijau langsung mengepul dari mulutnya, jimat itu ternyata terbakar di dalam mulutnya.
Ini bukan hal aneh. Seperti halnya petir yang merupakan tabrakan energi positif-negatif, bisa juga dipahami sebagai tabrakan Yin Yang yang menghasilkan efek dahsyat. Sebuah Fu Pengusir Bala yang penuh energi Yang, bertabrakan dengan energi Yin jahat dalam tubuh Guo Er, wajar jika menghasilkan reaksi seperti ini.
Inilah alasan mengapa jimat dengan kekuatan Taoisme sejati bisa terbakar sendiri tanpa api.
Guo Er seperti terkena air panas, gerakannya melambat dan terhenti. Tapi seketika itu juga dia meludahkan jimat dari mulutnya. Aku tak mungkin membiarkannya menyakiti Surou lagi. Aku sudah berlari mendekat, mengokohkan kuda-kuda, memusatkan tenaga ke kedua tangan sambil menahan napas dalam. Seketika kukangkat Guo Er dari badan Surou dan melemparkannya keras ke samping.
"Surou bangsat, cepat lari!" teriakku. Kulihat tangan Surou yang menahan Guo Er sebelumnya sudah berlumuran darah bekas gigitan.
Surou bereaksi cepat. Dia langsung berdiri dan lari ke bawah. Aku membalikkan badan membelakangi Guo Er, mendorongnya ke tembok sambil mengunci kedua tangannya. Kuteriakkan ke keluarga Guo: "Guo Er kerasukan Preta! Kalian cepat lari ke rumah tetangga! Aku akan memanggil guruku untuk menyelamatkan Guo Er!"
Keluarga Guo ragu sejenak. Istri Guo Er menarik kedua anaknya dan lari. Ayah Guo juga menarik Ibu Guo hendak pergi.
Tenaga perlawanan Guo Er semakin kuat. Aku menahan napas, ingin memaki tapi tak bisa bersuara. Hati ini terasa sangat pahit.
