Setelah camat umumkan hal ini, Jiang Laotou dan Hui Jue langsung sibuk setengah mati. Rumah sementara yang mereka sewa di kecamatan itu sampai dikepung rapat.
Tentu saja, penampilan Jiang Laotou dan Hui Jue yang sekilas jelas bukan ahli, terpaksa diumumkan ke publik bahwa para ahli telah pergi ke tempat lain. Keduanya yang hanya memiliki pengetahuan dasar pengobatan, akhirnya membantu membagikan obat.
Tentang ketakutan, itu adalah hal yang paling mudah menular di antara kerumunan. Setelah kepala desa menggambarkan dengan dramatis betapa mengerikannya cacing itu, hampir seluruh warga pasar desa berbondong-bondong datang.
Tentu saja, pil itu tidak perlu dimakan oleh semua orang. Jiang Laotou pernah mengatakan bahwa ramuan pil itu terlalu keras, orang yang tidak terancam cacing justru akan terganggu kesehatannya jika memakannya.
Hal ini secara tidak langsung menambah beban kerja Jiang Laotou dan Hui Jue. Mengingat warga desa baik yang bergejala maupun tidak semuanya datang, mereka harus memeriksa satu per satu.
Tiga puluh lebih pil jelas tidak cukup. Singkatnya, beberapa hari itu Jiang Laotou dan Hui Jue sibuk seperti orang gila, bahkan aku juga tertunda beberapa hari tugas sekolah. Selain sekolah, aku hanya membantu mereka.
Kampanye pembasmian cacing yang gegap gempita ini cukup sukses. Jiang Laotou mengajukan permintaan khusus kepada orang-orang tersebut: Bagaimanapun juga, mayat cacing harus dikemas rapi dan dibawa kepadanya.
Ini tentu hal yang cukup menjijikkan. Namun setelah kepala desa kembali menakut-nakuti, orang-orang tetap melakukannya.
Lima hari kemudian, kampanye pembasmian cacing berakhir. Jiang Laotou dan Hui Jue yang kelelahan membawa sekantong mayat cacing yang menjijikkan kembali ke gunung. Aku juga mengakhiri hari-hari bahagia dengan mengikuti mereka kembali ke gunung.
Tinggal di pasar desa mana mungkin tidak bahagia? Setidaknya sepulang sekolah aku tidak perlu berjalan jauh.
Cahaya api yang berkobar-kobar menerangi wajakku dan Jiang Laotou. Udara di gunung ini sebenarnya segar, tapi saat ini tercium bau sangat tidak sedap. Jiang Laotou membawaku untuk membakar mayat serangga dengan menambahkan daun calamus yang sudah dikeringkan ke dalam kayu bakar.
Dalam api ini juga ditambahkan tiga lembar jimat. Di sisi lain tumpukan api, berdiri bendera pemanggil roh besar yang ditempeli jimat berwarna ungu. Aku ingat saat jimat ini selesai dibuat, Guruku sampai memuntahkan darah.
Awalnya aku tidak mengerti mengapa Guruku dan Hui Jue mengumpulkan mayat serangga ini. Tapi tak lama sebelumnya, Jiang Laotou menjelaskan padaku betapa mengerikannya bentuk larva Preta ini.
Ternyata pil-pil itu hanya memutus mata rantai kehidupannya, bukan menghancurkan total cacing Preta ini. Dalam kondisi tertentu, mereka mungkin bisa hidup kembali. Sebenarnya yang menakutkan bukan cacingnya, melainkan roh-roh Preta itu!
Preta memiliki potensi menjadi makhluk berkekuatan besar dan penuh kesaktian. Dari sini bisa dibayangkan betapa dahsyat potensi mereka.
Untuk menghancurkan wujud fisik mereka secara total, hanya bisa menggunakan api. Api dunia fana adalah satu-satunya kelemahan wujud fisik mereka. Tapi api saja tidak cukup, harus menggunakan benda pembawa Energi Yang yang bisa mengusir roh jahat sebagai pemicu, baru api ini bisa efektif.
Untuk lebih menyeluruh, harus menggunakan jimat yang digambar oleh ahli tenaga dalam tingkat tinggi, yaitu jenis jimat yang meningkatkan energi Yang api dan energi positif. Secara sederhana, ini memobilisasi kekuatan elemen api dari lima elemen. Karena itulah Preta sangat mengerikan.
"Shifu, bahkan bentuk larva Preta saja sudah begitu menakutkan, apakah manusia masih punya jalan keluar saat menghadapinya?" Aku menatap nyala api dengan perasaan khawatir.
"Orang jarang punya kesempatan menghadapi mereka. Baik di Taoisme kami maupun Buddhisme, ada aturan tak tertulis yang mengharuskan bertindak terhadap Preta. Taoisme menekan, Buddhisme menuntun, intinya harus bertindak." Jiang Laotou menatap nyala api, entah sedang memikirkan apa.
"Shifu, Preta begitu jahat, mengapa kau bersusah payah menggambar jimat pengumpul roh untuk mereka? Bukankah lebih baik langsung menekan mereka sampai hancur lebur?" Aku tak mengerti tindakan guruku. Jimat pengumpul roh ini sangat sulit karena satu jimat mengandung dua perubahan: mengumpulkan dan menekan. Mengumpulkan roh sendiri sudah sangat sulit, ditambah harus menahan roh dalam jimat dengan tenaga terukur tanpa memusnahkannya.
Terakhir kali Shifu menggambar jimat pengumpul roh adalah saat masa kecilku ketika dirasuki ratusan hantu. Menghadapi hantu jahat biasa, beliau bisa dengan mudah memusnahkannya. Tapi untuk menangkap mereka saja harus menggunakan jimat biru, menunjukkan betapa sulitnya jimat itu.
“ jimat ada banyak, tidak terbatas pada Kertas Fu. Jenisnya beragam, tapi secara kasar bisa dibagi menjadi lima: emas, perak, ungu, biru, kuning. Jimat kuning adalah yang paling sederhana. Naik satu tingkat saja sudah sangat sulit. Untuk menggambar Jimat Pengumpul Roh kali ini yang harus menampung 48 roh Preta sekaligus, Guruku menggunakan jimat ungu. Itu sangat menguras tenaga dalam. Makanya saat jimat selesai, dia langsung muntah darah.”
“Membunuh mereka? Itu sangat berdosa! Tempat tinggal Preta adalah daerah tandus dengan lingkungan ekstrem. Mereka menderita kelaparan, itu penderitaan besar. Khususnya anak Preta yang lahir di sana, sudah ditakdirkan menanggung karma ini. Menghadapi Preta, kita harus membebaskan! Tentang ajaran Buddha, tanya Hui Jue. Tapi dalam Taoisme, semakin besar karma dan penderitaan yang ditanggung, semakin mungkin mencapai pencerahan! Jadi wajar jika ada Preta yang menjadi makhluk sakti. Umur mereka panjang berarti siksaan lebih lama, tapi latihan mereka juga luar biasa. Hadapi Preta dengan membebaskan, bukan membunuh!”
“Guru, maksudmu Preta sejak lahir sudah malang, jadi kita harus mengasihani mereka?” tanyaku.
“Kau berdiri dari sudut pandang manusia, merasa makhluk itu jahat karena membahayakan manusia. Tapi jika kau berdiri dari sudut pandang babi, bukankah manusia juga terlihat jahat? Namun, manusia makan daging dan biji-bijian untuk bertahan hidup. Aku sebagai pemburu, kau sebagai mangsa, ini semata hukum alam Tao, manifestasi siklus kehidupan yang abadi. Preta pun punya cara bertahan sendiri. Bagaimana mereka hidup adalah hukum alam mereka. Jika mereka melampaui Tao dengan membunuh dan memusnahkan manusia, maka pantas dibasmi. Tapi dari sudut lain, menurutmu pantaskah mereka dibunuh?” Guruku menatapku, mengucapkan kata-kata yang sangat mendalam.
Sekilas pencerahan muncul di benakku. Tiba-tiba aku memahami lebih dalam makna nasihat Guruku sebelumnya: menghormati segala makhluk. Rupanya dalam Taoisme, kelahiran, penuaan, penyakit, dan kematian segala sesuatu adalah manifestasi Tao itu sendiri!
Tapi aku masih kesal: “Guru, mengapa kau suruh aku berdiri dari sudut pandang babi?”
“Masih perlu ditanya? Analogi harus memakai hal yang paling relevan!”
“……”
Api pembakaran itu menyala selama 2 jam penuh sebelum perlahan padam. Setelah api padam, Guruku mengaduk-aduk sisa pembakaran dengan tongkat, lalu mengangguk puas. “San Wa'er, minggirlah! Jangan halangi jalan. Aku akan memasukkan hantu ke dalam jimat.”
Aku segera menjauh. Aku tahu Guruku akan melakukan segel tangan penuntun jalan. Biasanya Mantra Penuntun Jalan digunakan untuk menunjukan Jalan Huangquan pada arwah penasaran, merupakan gerakan penuh welas asih. Tapi kali ini mantra itu akan dipakai terbalik: menjebak Preta ke dalam jimat.
Ini setara dengan menciptakan ilusi bagi Preta, karena sebagai makhluk kelaparan, mereka paling enggan kembali ke alam Preta. Tempat itu merupakan penderitaan tak tertahankan bagi mereka. Mereka paling ingin tinggal di dunia manusia karena kelimpahan hasil bumi bisa sedikit meringankan siksaan kelaparan mereka.
Mantra penuntun jalan awalnya bertujuan menunjukkan Jalan Huangquan. Dengan menggunakan mantra ini secara terbalik, bisa menciptakan pemandangan indah dunia manusia, membuat mereka dalam kebingungan mengira telah sampai di tempat terindah di dunia fana.
Namun penggunaan terbalik segel tangan ini justru lebih menguras tenaga mental, dan sangat rumit - sedikit kesalahan pun tak boleh terjadi. Karena itu Jiang Laotou menyuruhku menjauh.
Segel tangan yang seharusnya sederhana ini harus menyelesaikan 4 langkah ketat, memerlukan ritual memanggil dewa masuk ke tubuh, apalagi dewa yang sangat berkuasa. Aku memang harus menjaga jarak.
Tiupan angin kencang tiba-tiba datang. Secara refleks aku mengucapkan mantra pengendali, membuka Mata Ketiga. Aku sangat ingin melihat wujud roh Preta.
Begitu Mata Ketiga terbuka, segala sesuatu di sekeliling berubah wujud. Membuka Mata Ketiga secara sengaja berbeda konsep dengan pembukaan tak disengaja. Dengan sengaja mengarahkannya, semua objek akan menampakkan bentuk energi murni.
Itulah wujud energi paling murni!
Bukan seperti saat Mata Ketiga terbuka alami dimana pemandangan sekeliling hanya samar, hanya objek tertentu yang menunjukkan ciri khas spiritual.
Sekelilingku menjadi gelap, namun dalam kegelapan itu, terdapat banyak kekuatan berwarna-warni. Aku melihat cahaya yang merepresentasikan vitalitas Guruku, melihat cahaya hijau yang melambangkan kehidupan tumbuhan. Aku melihat sorotan kuning menyambar dari langit dan menyatu dengan cahaya Guruku, tapi sama sekali tak bisa melihat wujud konkret dari cahaya kuning tersebut.
Tiba-tiba angin kencang berhembus bertubi-tubi. Meski memejamkan mata, aku bisa merasakan keganasannya. Abu api yang tadinya membara pelan-pelan itu tiba-tiba diterbangkan ke angkasa, Preta!!
