Seluruh lorong makam gelap gulita, sunyi seperti kolam air mati. Hanya langkah kaki kami bertiga yang bergema di lorong. Sama sekali tidak seperti ada orang yang pernah lewat.
“Kegelapan bersama keheningan bagai mulut raksasa yang ingin melahap manusia, terutama di Makam Hantu Kelaparan ini, terdapat aura energi yang tak terdefinisikan yang membuat perasaan manusia tanpa sadar menjadi negatif.
Ketakutan, kegelisahan, kesuraman...
Demikianlah, kami terus berjalan dalam keheningan di terowongan makam. Relief-relief hantu kelaparan sesekali melintas di ujung pandangan kami. Anehnya, aku sama sekali tak ingin melihat relief-realistis ini. Saat ini hanya ada satu keinginan: segera menemukan Guruku dan yang lain.
Setelah 5 menit berjalan dalam suasana mencekam, sebuah pintu kecil yang terbuka muncul di depan kami. Pikiran pertamaku: pasti itu ruang rahasia yang Guo Er ceritakan, ruang pemeliharaan gu!
“Mau masuk melihat?” Aku menoleh bertanya pada Surou dan Ling Ruyue.
Surou mengangguk, Ling Ruyue juga setuju. Hanya saja kali ini dia mengeluarkan Hua Feifei dan meletakkannya di bahunya.
Aku sangat ingin memarahi Ling Ruyue. Apa dia tidak merasa makam ini sudah cukup seram? Seorang gadis kecil dengan laba-laba di bahu – pemandangan ini semakin memperkuat kesan aneh dan menekan jiwa.
Aku menarik napas dalam-dalam untuk menahan dorongan untuk marah. Aku sendiri tak mengerti mengapa sejak masuk ke sini jadi begitu mudah tersulut emosi, dan itu disertai dorongan impulsif.
Kami bertiga memasuki ruang rahasia. Saat cahaya lampu minyak menerangi ruangan, Surou langsung berteriak: “Pak Jiang pernah datang ke sini!”
“Benar seperti itu, di dalam ruang rahasia ini awalnya menurut deskripsi Guo Er ada banyak guci yang berisi telur cacing preta. Tapi sekarang pecahan-pecahan bertebaran di lantai, jelas menunjukkan guci-guci itu telah dihancurkan.”
“Dindingnya sebelumnya pernah dideskripsikan Guo Er memiliki banyak pipa yang terhubung ke guci besar di atas. Guruku pernah mengatakan guci besar itu untuk membiakkan Raja Cacing di ruang rahasia. Tapi sekarang, pipa-pipa itu berantakan dan guci besar di atasnya miring ke samping. Aku tahu itu ulangan Guo Er dan kawan-kawannya.”
“Tampaknya guruku memang pernah datang ke sini. Tapi mereka sudah masuk ke makam sejak pagi, kenapa sampai sekarang belum ada kabar? Seluruh ruang makam begitu sepi, kemana mereka pergi?”
“Kayaknya tidak ada yang menarik dilihat di sini?” Surou memandangi kekacauan di lantai, menunjukkan keinginan untuk pergi.
“Tapi Ling Ruyue malah berjongkok, mengambil sepotong pecahan dan mengamatinya dengan cermat sambil menciumnya. Hua Feifei di bahunya tampak gelisah, menunjukkan ekspresi lebih menyeramkan dari biasanya, seolah ingin menyerang sesuatu.”
“Feifei.” Ling Ruyue memanggil, lalu dengan lembut mengelus laba-laba itu seolah menenangkannya. Bisakah laba-laba menerima belaian manusia? Faktanya, laba-laba itu memang menjadi tenang.
“Kamu melihat sesuatu?” Aku penasaran dengan tindakan Ling Ruyue, tak tahan bertanya.
“Hebat sekali, formula seperti ini hampir punah.” Ling Ruyue melempar pecahan itu, tidak menjelaskan lebih lanjut, lalu berkata padaku: “Ayo kita pergi.”
Keluar dari ruang rahasia ini, kami melanjutkan perjalanan. Lorong makam ini benar-benar lurus, sama sekali tidak ada belokan atau liku-liku.
Selanjutnya adalah area yang belum dijelajahi Guo Er. Aku tak tahu mengapa detak jantungku tiba-tiba menjadi sangat cepat, seolah aku sedang berpetualang. Padahal ini kan tempat yang sudah dikunjungi guruku, kenapa aku merasa seperti ini?
Lorong makam lurus ini terlihat tak berujung. Setelah berjalan 5 menit lagi, muncul lagi sebuah ruang rahasia.
Kami bertiga saling pandang lalu masuk tanpa ragu. Lorong lurus yang menjemukan ini benar-benar membuat sesak - hanya relief Preta yang tak berujung, tidak ada perubahan pemandangan, sunyi senyap, dan suara langkah kaki yang sama sekali tidak enak didengar!
Kehadiran ruang rahasia ini bagai penyelamat yang membebaskan kami dari kebosanan tak berujung.
“Dasar, kupikir aku harus terus berjalan seperti ini selamanya. Rupanya lorong makam ini ada ujungnya juga.” Surou tak tahan mengumpat. Wajar saja, di lorong ini bahkan kesabaranku hampir habis, apalagi dia.
Tapi hatiku pun merasa lega. Keberadaan ruang rahasia baru membuktikan kami sedang maju. Perasaan sebelumnya benar-benar seperti kata Surou - tak berujung!
"Ling Ruyue tidak memberikan pendapat apa pun, tapi dia malah bersenandung lagu kecil etnis Miao lagi, terlihat suasana hatinya juga sedang rileks."
Kami bertiga masuk ke ruang rahasia itu dengan perasaan ringan. Lagipula ini pasti sudah ditangani oleh Guru mereka, tak ada yang perlu dikhawatirkan. Jika pun tidak, bukankah Ling Ruyue bilang ada Hua Feifei yang bisa mengalahkan cacing preta?
Satu ruang rahasia hanya akan ada satu cacing preta. Telur-telur pretanya sama sekali tak perlu dikhawatirkan.
Tapi begitu melangkah ke ruang rahasia itu, kami langsung membeku. Lebih tepatnya, terpaku. Sama-sama berantakan, sama-sama tak ada makhluk hidup. Kenapa terlihat sangat familiar?
Lebih tepatnya, kami jelas-jelas baru saja melihat ruang rahasia ini sebelumnya.
"Hehe, hehe..." Surou tiba-tiba tertawa bodoh. Ini pertanda tekanan yang besar. Dia menoleh dan berkata padaku: "San Wa'er, Pak Jiang benar-benar menghancurkan tempat ini dengan total."
"Iya, nenekku..." Ling Ruyue juga berkata demikian.
Tapi sebelum Ling Ruyue selesai bicara, aku menyela: "Kalian ini ngapain? Menghibur diri? Perhatikan baik-baik!"
Dalam situasi seperti ini, tetap waras adalah hal yang kejam. Aku juga ingin membujuk diri bahwa ini adalah ruang rahasia lain yang dihancurkan oleh Guru. Tapi jelas bukan, karena guci yang pernah memelihara Raja Ulat itu bahkan sudut miringnya sama persis. Mungkinkah ini?
“Mungkin ini ulah Pak Jiang dan yang lain?” Suara Surou terdengar ragu-ragu, senyum bodohnya menghilang digantikan ekspresi kebingungan.
“Iya, merusak barang kan sama saja di mana-mana.” Pandangan Ling Ruyue juga terlihat kosong.
Aku melongo melihat mereka. Apa mungkin begini? Masak ada orang yang memaksa diri percaya pada hal yang jelas-jelas salah?
Merasa kesal, kusambar lengan Surou. “Lihat! Lihat guci ini! Waktu itu ada di sudut ini. Kau bilang ini dirusak oleh Guruku dan yang lain, tapi perhatikan baik-baik – mana mungkin guci dari dua ruang rahasia ditaruh di tempat yang sama persis?”
Surou menjawab santai, “San Wa'er, kau terlalu banyak mikir.”
Emosiku meledak. Kudorong Surou kasar, lalu menarik Ling Ruyue. Bahkan kupaksa mengabaikan kupu-kupu hua fei fei di bahunya. “Ling Ruyue! Ini serpihan yang barusan kau lempar sendiri – jatuh di dekat pintu. Tak kau sadari?!”
Ling Ruyue membalas dengan nada melayang, “Kak San, wajar saja serpihan bertebaran setelah guci pecah. Apa anehnya?”
Darahku mendidih. Apa mereka jadi idiot? Mau apa mereka sebenarnya? Tanpa kusadari, tangan ini sudah mencekik leher Surou. “Kau sengaja, ya? Dasar tolol!” raungku. “Ibu Guo melahirmu buat jadi bego gini?!”
“Surou!” Surou mendorongku dengan kasar sambil membentak, “Aku yang lihat kau ini gila, cari-cari masalah.”
Lalu langsung mengabaikanku, menarik Ling Ruyue sambil berkata, "Jalan ini benar, ayo pergi, Adik Ruyue."
“Jangan pergi!” Aku mengaum. Saat itu Ling Ruyue menoleh dan melirikku dengan dingin. Hua Feifei yang bertengger di bahunya tiba-tiba menunjukkan wajah mengerikan ke arahku. Sepertinya jika ada perselisihan, Hua Feifei akan langsung menyerang.
Aku sedang dilanda amarah, tapi itu tak bisa menekan rasa takutku terhadap laba-laba. Keringat dingin langsung membanjiri keningku. Tapi aku tetap memandangi Surou dan Ling Ruyue dengan kesal. Aku ingin berlari menghadang mereka.
Hampir tanpa sadar, kuusap keringat dingin dengan tangan kiri. Aroma harum yang familiar menyelinap ke hidungku - itu adalah gelang cendana di pergelangan tangan kiriku!
Aroma itu mengandung kenyamanan yang tak terungkapkan. Setidaknya di hari biasa, aku tak pernah merasakan sensasi seperti ini.
Saat aroma itu meresap ke hidung, kepalaku tersentak. Amarahku langsung reda. Tiba-tiba aku menyadari suatu kemungkinan, membuat seluruh tubuhku gemetar.
Tanpa pikir panjang, kuretas kalung cendana itu. Manik-manik cendana berhamburan. Kumasukkan ke saku celana, lalu mengambil dua butir dan langsung mengejar mereka.
"San Wa'er, sudah sadar mau ikut kita pergi? Kan kubilang jalan ini benar!" Surou menengok dan berkata padaku.
