Guruku melihat keterkejutanku, "Sebuah jimat pengaman bisa menangkal banyak hal. Aku tak bisa menggunakan teknik mengubah takdir yang melawan kodrat untuk memperpanjang umur Paman Li. Tapi jimat pengaman ini bisa membuatnya bebas penyakit, terlindung dari kecelakaan, hidup lancar. Ini juga cara melindungi nyawa. Jimat pengaman biasa hanya menghalau kesialan kecil, sedangkan yang berkekuatan besar bisa dipakai jangka panjang untuk menangkal berbagai marabahaya. Aku ingin membuat jimat pengaman yang walau bukan teknik pengubah takdir, tapi memiliki efek luar biasa untuk Paman Li."
Aku terdiam. Kertas Fu perak, apa Guruku yakin? Sebenarnya, aku tahu ikatan persaudaraan seperguruan mereka sangat erat.
"Tapi Guruku bertindak, tak perlu aku menilainya." Aku merenung sejenak, lalu memutuskan untuk tidak terjebak dalam topik itu. "Guru, mengapa bubuk permata dicampurkan ke dalam Vermilion?"
"Bubuk permata? Itu belum apa-apa. Bubuk emas asli pun kadang digunakan. Kalau kau tanya alasannya, aku belum punya dasar teori yang kuat. Seperti pernah kukatakan, beberapa ritual warisan leluhur hanya dijalankan tanpa penjelasan. Tapi coba pikirkan: Tahukah kau tentang orang suci Barat? Atau yang mereka sebut Tuan-tuan ahli sihir? Saat mereka menggunakan tenaga dalam untuk menyelaraskan Aura Energi lima unsur, mereka memakai tongkat sihir dengan permata di ujungnya - semakin murni dan besar semakin baik. Bagaimana pendapatmu tentang itu?" Sorot mata Guru menyala-nyala.
Aku mengangkat kepala: "Mungkin permata bisa memusatkan Aura Energi sekaligus memperkuat efeknya?"
Memang, jimat memiliki ribuan variasi dan fungsi. Sebagian besar bekerja dengan memadatkan atau menyebarkan Aura Energi. Vermilion menjadi bahan utama karena kemampuannya menyatu secara misterius dengan medan energi ini.
"Secara sederhana, ambil contoh gambar yang dibuat dengan vermilion. Warna merahnya begitu menyilaukan, mencolok, bahkan jika dilihat lama akan menimbulkan perasaan ingin menghindar, bahkan pusing. Inilah sensasi ketika aura energi terpengaruh, efek yang tidak bisa dicapai oleh pigmen merah biasa."
Beberapa hal jika dijelaskan memang terkesan sederhana, namun sebenarnya sangat halus, tak terucapkan, hanya bisa dirasakan.
Guruku mendengar pemahamanku tentang batu permata, berkata: "Hm, pemahamanmu bagus. Jadi batu permata pada dasarnya hanyalah batu, mengapa semua orang sulit menolaknya? Merasa menyukainya? Tidak seperti emas yang punya nilai mata uang, tapi diagungkan setinggi langit. Apakah karena kelangkaannya? Jelas tidak! Masih banyak mineral langka lainnya. Bisakah kau menyukai benda-benda itu sepenuh hati? Jelas tidak! Ini karena aura energi batu permata itu sendiri mempengaruhi manusia."
"Hmm, memang begitu. Tapi Guruku, aku lebih berharap besi punya aura energi." Kataku dengan serius.
"Kenapa?" Guruku terlihat bingung. Tadinya hendak minum anggur, mendengar ucapanku langsung berhenti, tangan yang memegang botol terhenti di udara.
"Karena wanita suka permata. Barang itu mahal sekali. Kalau nanti aku menikah dan istriku minta cincin permata sebesar ini, bagaimana?" Kubuat gerakan lingkaran sebesar setengah kepalan tangan, lalu menghela napas. "Kalau dari besi, sekalipun dia pakai dari ujung kepala sampai kaki, aku takkan protes."
Masalah ini benar-benar menyebalkan, aku kan bukan orang kaya. Melihat keadaan Guruku, kupikir aku juga tidak akan kaya di masa depan. Jika benar begitu, bukankah aku harus meminjam uang dari Chengzhen nanti? Aliran "Xiang" memang yang paling kaya.
Guruku menatapku lama dengan bingung, tiba-tiba menendang bangku di bawah pantatku. Aku tidak sempat bereaksi, langsung terjatuh telentang. Guruku mengumpat: "Sialan, berani meremehkan Aliran 'Gunung'? Pura-pura miskin ya?"
Aku tidak pura-pura miskin, tapi sekarang pantatku sakit sampai hampir menangis.
Setelah kembali dari Tianjin, Guruku masuk ke kondisi seperti bertapa. Sudah ada begitu banyak jimat yang harus digambar, ini memang beban yang tidak ringan.
Chengxin dari kota lain akhir-akhir ini sering datang, sebulan 4-5 kali, setiap kali membawa beberapa pil.
Pil-pil ini ada yang untuk menguatkan darah dan energi, ada yang untuk memulihkan semangat dan pikiran, semuanya untuk suplemen Guruku.
Chengzhen juga pernah datang sekali, membawa banyak uang. Maksudnya, selama periode ini bahan-bahan berharga sesuai resep Paman Chen harus digunakan untuk Guruku, jangan khawatirkan biaya.
Aku tahu, ini adalah kerja sama beberapa saudara seperguruan mereka, bertekad membuat jimat pengaman melawan takdir untuk Paman Li.
Aku tidak bisa membantu banyak, hanya semakin giat bertapa. Kurasakan kemampuan-ku masih sangat rendah, sampai sekarang belum bisa meringankan beban Guruku.
Sebulan kemudian, urusan sekolahku sudah hampir selesai, sidang skripsi juga berhasil dilalui. Selama sebulan ini, hasil kerja Guruku juga semakin melimpah.
Jimat kuning terkumpul 20 lembar.
Jimat biru 7 lembar. (Selain 5 lembar yang dibeli, Guruku masih menyimpan 2 lembar dari dulu)
Jimat ungu 3 lembar.
Sisanya adalah jimat perak itu.
Hari itu, Guruku memanggilku dengan sangat serius: "San Wa'er, sebagai muridku, tahukah kamu di mana bakat terbesarmu?"
"Tahu, Indera spiritualku kuat. Tapi selain untuk membuka Mata Ketiga, sepertinya tidak ada gunanya," jawabku.
Memang, selain bisa membuka Mata Ketiga, sepertinya manfaatnya kecil. Segel tangan, menggambar jimat, menyusun formasi - semua itu butuh akumulasi waktu, belajar telaten, memahami secara mendalam, meningkatkan tenaga dalam. Sama sekali tidak bisa dicurangi.
"Salah! Aku mengajarmu secara bertahap dari dasar. Tapi beberapa hal, jika aku sungguh-sungguh mengajar, kamu lebih beruntung dari kebanyakan orang. Kamu akan cepat mahir," kata Guruku dengan sangat serius.
"Lalu kenapa tidak kau ajari aku?" tanyaku kesal, tidak mengerti apa yang ada di pikiran Guru ini.
"Hanya karena usiamu masih terlalu muda, watakmu belum matang. Mengajarimu seperti analogi yang pernah kuberikan - memberikan pisau ke tangan anak kecil. Mengerti?" Guruku menjelaskan dengan sungguh-sungguh.
"Aku bukan orang jahat!" Aku tidak suka mendengar ini, nada bicaraku mulai terdengar emosional, ada unsur kesal yang disengaja.
“Ini memang berkaitan dengan baik dan buruk, tapi sebenarnya yang kukhawatirkan bukan itu. Melainkan karena pengalamanmu masih minim, jangan-jangan dimanfaatkan orang yang berniat jahat? Atau kalau-kalau bertindak gegabah tanpa mempertimbangkan konsekuensi? Kau tahu, ilmu metafisika yang kita pelajari punya banyak pantangan. Sedikit saja salah bisa terlibat karma, penyesalan tak akan berguna. Kerusakan yang ditimbulkan mungkin lebih dahsyat dari bom, ingatkah peristiwa Makam Hantu Kelaparan?” Kali ini Guruku sangat serius, lebih tegas dari biasanya.
Aku menunduk berpikir, menyadari betul kesungguhan Guruku. Seperti dulu saat aku berkelahi di lorong-lorong Beijing, kalau emosi memuncak, bisa saja menggunakan ilmu untuk menyakiti orang? Apakah penyesalan kemudian akan berarti?
Belum lagi, setelah menyakiti orang, aku sendiri akan menerima karma balasan yang berat, ditambah nasib Tongziming-ku...
Keringat dingin mengucur deras. Kebebasan yang Guruku berikan di masa itu, bukankah juga ujian karakter? Waktu itu aku belum menguasai sihir tingkat tinggi, tapi cukup mampu memanggil roh gentayangan...
Tapi tidak kulakukan. Begitulah aku melewati masa-masa itu!
Selain itu, Guruku benar-benar sangat melindungiku. Bagaimana jika aku menguasai sihir yang lebih rumit?
Syukurlah, setelah melalui banyak hal, karakternya mungkin sudah cukup terasah. Setidaknya tak seperti dulu, langsung ingin berkelahi saat dihadapkan pada provokasi.
“Mengerti maksudku?” tanya Guruku setelah melihat wajahku pucat.
“Guruku, aku mengerti. Tahun-tahun itu, apa yang kau katakan tentang melatih hati, sekarang benar-benar aku pahami.” Benar, batu kerikil transparan di sungai akan tetap jernih. Tapi jika dilempar ke tinta? Setelah diangkat, jika masih bisa dibersihkan dan kembali transparan, barulah itu disebut keteguhan hati.
Guruku benar-benar bersusah payah. Tahun-tahun itu beliau menahan kepedihan, menanggung tekanan, tetap memaksaku berlatih!
Ini salah satu kekerasan dalam Taoisme, tapi tak terhindarkan. Tentu, beberapa aliran tak menekankan keteguhan hati, hanya mengejar tujuan, tak bisa dimasukkan kategori ini.
“Karena kau sudah paham, akan kujelaskan pentingnya Indera spiritual! Setidaknya beberapa teknik Taoisme yang sangat hebat dan krusial, Indera spiritual adalah kuncinya. Tenaga dalam teknik-teknik ini bisa diutamakan belakangan, asal diri mampu menanggungnya.” Guruku berkata datar.
“Apa saja?” tanyaku tak sabar.
“Seperti ilmu memanggil dewa, tiga tingkat ilmu Xiaomao!” jawab Guruku serius.
Aku langsung terkejut. Pernah kulihat Guruku menggunakan ilmu Xiaomao yang begitu dahsyat. Tapi beliau tak pernah menjelaskan secara detail tentang sihir-sihir ini, bahkan buku-bukunya pun disimpan rapat. Rupanya begini!
Apakah aku sejak lahir cocok mempelajari sihir-sihir ini?
