"Dua li bukanlah jarak yang terlalu jauh, tapi jalanan dipenuhi rumput liar yang semakin membuat perjalanan terasa suram. Semakin dekat desa, semakin terasa aura keberadaan manusia yang pernah menghuni."
“Karena ladang-ladang seluas satu hektar yang dipenuhi rumput liar itu sudah menjelaskan segalanya, orang-orang desa pernah bercocok tanam di sini, bertahan hidup, hanya sekarang ladang masih ada, mereka sudah menghilang.
Melihat semua ini, aku merasa agak terharu, tak kuasa bertanya pada Guruku: "Apakah mereka baik-baik saja setelah meninggalkan kampung halaman? Masih punya tanah sendiri?"
Guruku berkata: "Kepergian mereka juga diinginkan negara, toh setelah membantai satu desa masih bisa mengontrol dampaknya, kalau sudah banyak desa dibantai, sulit dikatakan."
"Hm." Aku mengangguk berat, hanya melihat tempat yang dipenuhi rumput liar ini, tak terhindarkan perasaan sedih memenuhi hati.
Aku tak pernah menyangkal sensitivitasku, ini juga kekurangan yang sejak lama ditunjukkan Guruku padaku, emosi yang terlalu besar tak baik bagi orang yang berlatih spiritual, tapi kadang Guruku juga harus mengakui, mungkin orang sensitif seperti ini justru yang punya hati nurani paling kuat, setidaknya emosi berasal dari ketulusan, setelah tercerahkan, justru mentalnya lebih kokoh.
Sekeliling penuh suara langkah kaki 'gesek-gesekan', sampai di sini sudah hampir tak terlihat jalannya, orang benar-benar berjalan di tengah rumput, terik matahari musim panas menyengat membuat orang agak linglung, berjalan di rerumputan juga bukan pengalaman yang menyenangkan.
Yang Qinhua si anak orang kaya ini yang pertama tak tahan, terus mengeluh: "Hei teman-teman, berapa lama lagi baru ada tempat istirahat?"
"Tak ada yang menjawabnya, dia pun mengangkat kakinya untuk memperlihatkan padaku; 'Cheng Yi, aku bukan mengeluh, lihat kakiku sampai bengkak kemerahan karena semak ini.'"
Aku bahkan tak mengangkat kepala, langsung berkata: "Ini sudah sangat beruntung, kau menyemprotkan obat pengusir serangga dan ular formula rahasia di badan. Kalau tidak, 'senjata' di semak ini pasti membuatmu kewalahan."
Mendengar ini, Yang Qinhua benar-benar merasakan manfaatnya. Sepanjang perjalanan tak ada serangga mengganggunya. Padahal musim panas adalah puncak aktivitas ular, tapi tak satu pun terlihat. Awalnya dia bahkan mengeluh bau bubuk obatnya terlalu menyengat!
"Itu, haha... Barang-barang ini memang sangat manjur! Pantas dikatakan 'ahli sejati ada di kalangan rakyat'! Cheng Yi, bagaimana denganmu? Aku tak lihat kau menyemprot obat di badan?" Qinhua cepat-cepat mengalihkan topik.
"Aku? Ada ini?" Kuserahkan tabung bambu padanya. Qinhua menerimanya, mengendus dan menggoyang-goyangkannya, lalu bertanya dengan bingung.
"Senjata apa ini? Rahasia khusus?"
"Ya, senjata rahasia. Hadiah yang kudapat saat umur 6,7 tahun. Lebih efektif dari bubuk obatmu." Ini pemberian Pengendali Ular tahun itu, selama ini selalu kusimpan. Dulu dia bilang, jika bertemu makhluk berbahaya, taburkan sedikit. Tapi belum pernah ada kesempatan.
Membicarakan ini, teringat aku pada Makam Hantu Kelaparan. Andai saat itu kubawa ini, andai Naga Lilin itu masih hidup, apakah bubuk obat ini akan berguna?
"Dalam masa-masa selanjutnya, aku dan Guruku juga pernah membahas Makam Hantu Kelaparan. Guruku mengatakan karena Raja Preta itu memakan Naga Lilin, maka tubuhnya memiliki ciri-ciri Naga Lilin. Aku teringat kembali, memang benar begitu. Lantas apakah bubuk obat ini akan berguna?"
"Tapi, kalau sekadar 'jika-jika' saja, persoalan Makam Hantu Kelaparan sudah lama berlalu. Beberapa kali aku menanyakan tentang barang yang Guruku minta Yang Sheng bawa ke Beijing, tapi Guruku selalu mengalihkan pembicaraan dengan jawaban 'belum ada hasil'."
"Apakah kasus Makam Hantu Kelaparan memang tak akan ada penyelesaiannya?"
"Sudah sampai desa, ternyata memang ada desa ya?" Saat aku tenggelam dalam pikiran, teriakan Qinhuai tiba-tiba membuatku kaget.
"Kulekatkan pandangan, memang setelah belokan ini langsung sampai ke desa. Dari kejauhan terlihat rumah-rumah yang tidak terlalu padat berkumpul."
"Sebenarnya, melihat perkampungan saat berada di jalan sepi adalah hal yang menyenangkan. Tapi entah mengapa, desa ini memberiku perasaan yang sulit diungkapkan."
"Perasaan itu seperti melihat lukisan statis, bukan gambaran nyata, karena kekurangan aura kehidupan."
"Selain teriakan Qinhuai, tak ada satu pun dari kami yang bersuara. Rasa-rasanya perasaan terhadap desa ini agak aneh. Berbeda dengan peninggalan kota kuno yang terawat, di sana adalah sesuatu yang diendapkan waktu, sedangkan di sini adalah kehidupan yang terputus secara paksa."
Karena sudah melihat desa, berarti desa itu tidak jauh lagi. Kami berjalan cepat dan segera memasuki desa. Di mana-mana terlihat pemandangan menyedihkan: rumah-rumah yang retak karena ditutupi tumbuhan merambat.
Pintu gerbang yang retak dan goyah.
Jalan yang hampir hilang tertutup vegetasi.
Serta suasana sunyi yang membuat orang hampir gila.
Kami terus berjalan sampai tiba di sebuah rumah yang cukup besar. Yuan Yi berkata, "Beristirahatlah di sini sebentar, minum dan makanlah."
Begitu ucapannya selesai, semua orang spontan menatap Guruku. Tapi sepertinya Guruku tidak ingin bermasalah dengan Yuan Yi ini. Beliau hanya menunduk dan berkata, "Baiklah, ikuti saranmu."
Wajah Yuan Yi tampak tidak senang, tapi untungnya Guruku masih memberinya muka sehingga dia tidak meledak.
Sebenarnya aku tidak mengerti. Sebagai Taoist yang bekerja di departemen yang begitu longgar dimana tak ada yang mengatur kehidupan masing-masing, mengapa harus saling bersaing? Seperti saat mengerjakan sesuatu, bukankah cukup fokus pada tugas sendiri? Mengapa harus memojokkan orang lain? Jika tidak bisa mengalahkan, harus selalu membuat malu? Bukankah ini hanya menambah beban sendiri?
Tentu saja, aku hanya berpikir dalam hati. Guruku sudah melarang untuk bersaing.
Karena tidak ada yang menolak, Yuan Yi mengajak semua orang menuju halaman itu dan mendorong pintu gerbang yang sudah lapuk.
"Pintu gerbang terbuka, debu langsung menyapu wajah, membuat beberapa orang di depan terbatuk-batuk. Yuan Yi tak peduli, langsung melangkah masuk ke halaman.
Aku pun ikut masuk, melirik sekeliling halaman ini. Hati semakin sesak karena kulihat bekas tuan rumah yang masih tergolek di halaman—sesuatu yang sudah mengerut dan mengering tak jelas bentuknya—masih tergeletak di atas ayakan. Ayakan berdebu itu mulai lapuk.
Bahkan kulihat, di halaman masih ada tong air besar. Di sampingnya terdapat baskom yang juga tertutup debu tebal.
Semua ini menunjukkan betapa tergesa-gesanya keluarga ini pergi meninggalkan rumah.
"Halaman ini tidak bisa diinjak, mari kita masuk ke dalam," ujar Yuan Yi sembari melangkah ke dalam rumah. Baru saja masuk, dia berteriak ketakutan dan keluar terbirit-birit.
Aku tak paham apa yang terjadi. Mengangkat kepala, kulihat seekor lipan sepanjang lengan anak kecil merayap keluar dari dalam rumah, diikuti kelelawar yang terbang keluar.
"Di dalam penuh dengan makhluk-makhluk seperti ini. Aku tidak menyadarinya, baru masuk langsung..." Yuan Yi menjelaskan dengan wajah pucat. Baginya, ketakutan pada ulat dan kelelawar adalah hal memalukan, meski menurut kami wajar. Siapa pun yang berjalan di desa mencekam ini pasti akan kaget jika ada sesuatu tiba-tiba muncul.
Bahkan seorang Taoist pun demikian, karena Taoist tetaplah orang biasa, hanya berbeda dalam ilmu yang dipelajari dari orang kebanyakan.
"Kelelawar tidak tertangkap, tapi lipan itu berhasil ditangkap. Yang Sheng berteriak bahwa segala sesuatu di sini memiliki nilai penelitian dan merupakan petunjuk, dengan keras melarang orang-orang membunuhnya."
"Dia mengamati ulat dengan cermat, Guruku juga mengamati dengan teliti. Yang Sheng tidak melihat hasil apa-apa, masih berdiskusi dengan Zhao Jingyi."
"Tapi Guruku tak bisa menahan suara 'Hah'!"
"Mendengar suara 'Hah' dari Guruku, Yang Sheng mengangkat kepala dan bertanya: 'Pak Jiang, apakah Anda juga ahli biologi? Saya bukan entomolog, tapi cukup mengenal berbagai serangga. Lipan ini benar-benar tidak saya pahami.'"
"'Benar, saya pikir pengetahuan zoologi dan entomologi saya juga cukup banyak melalui belajar mandiri. Saya juga tidak melihat keanehan. Sebenarnya tidak berbeda jauh dengan lipan biasa, tapi coraknya agak khusus. Tidak tahu apakah beracun atau tidak.' Zhao Jingyi menambahkan sambil mendukung suaminya."
"Guruku menginjak lipan itu tanpa mengangkat kepala, lalu berkata: 'Dulu saat belajar di luar negeri, saya juga mempelajari biologi. Tapi saya berani katakan, lipan seperti ini tidak tercatat dalam buku. Kalau bicara spesies, ini adalah Scolopendra mutilans yang paling umum. Tapi apakah kalian merasa ada yang salah? Ukuran besar itu mungkin, tapi pada Scolopendra mutilans di sini...' Guruku menunjuk kepala dan dorsal plate pertama lipan yang sudah terinjak, melanjutkan: 'Di sini seharusnya berwarna emas kemerahan, benar? Tapi ini berubah menjadi putih pucat. Apakah ini yang membuat kalian bingung?'"
Yang Sheng menepuk tangan berkata: "Benar, aku tidak mengerti poin ini. Barusan sementara mendefinisikannya sebagai mutasi genetik, apakah definisi ini tepat?"
"Sangat tepat, itu memang mutasi." Guruku menjawab dengan serius.
